Oleh: Bob Weiner, pendiri Gereja-Gereja Campus Maranatha
Gainesville, FL
Bab
1 — Bagaimana Sebuah Buku Dapat Menjadi Bagian Dari Alkitab?
A.
KANONISASI
Buku-buku
mana yang termasuk di dalam Alkitab? Bagaimana hal itu diputuskan?
Kanonisasi
adalah suatu proses bagaimana buku-buku dari Alkitab itu menerima persetujuan
untuk diterima oleh pemimpin-pemimpin sidang. Bagaimana buku-buku dalam Alkitab
itu bisa diterima sebagai suatu bagian yang dianggap kanon dari Alkitab?
Bagaimana
seorang dapat mengatakan bahwa sebuah buku itu adalah buku yang didapat dari
ilham Roh ketika dia melihatnya?
Tanda-tanda
apakah yang membedakan pernyataan itu suci atau pernyataan yang murni berasal
dari manusia? Beberapa kriteria akan diceritakan dalam proses ini. Untuk itu
umat Allah harus melihat adanya tanda-tanda kepemilikan dari Allah dengan
otoritas yang kudus.
1.
Prinsip-Prinsip Untuk Menemukan Kemurnian.
Buku-buku
yang palsu dan tulisan-tulisan yang palsu bukannya jarang didapatkan. Buku-buku
itu selalu ada dan merupakan suatu ancaman, karena itu sangat penting bagi umat
Allah untuk dengan sangat hati-hati memilih buku-buku pilihannya yang kudus.
a. Dua
Kategori Dari Tulisan Yang Suci. Tulisan-tulisan yang suci harus diperiksa
dengan dua kategori ini:
1.
Buku-buku yang hanya dapat diterima oleh beberapa orang beriman, tapi tidak
oleh orang beriman yang lain; dan
2.
Tulisan-tulisan yang pernah diterima tetapi yang kemudian diragukan.
(Dalam
abad-abad yang terdahulu, buku itu dikira merupakan inspirasi dari Allah atau
merupakan wahyu dari Allah, tetapi sekarang dipertanyakan/diragukan)
Tulisan-tulisan
dengan kedua kategori ini diperiksa oleh majelis gereja untuk dipastikan
(diteguhkan) apakah mereka itu termasuk bagian dari Alkitab atau tidak.
b. Lima
Kriteria Dasar.
1.
Mempunyai Kekuasaan Otoritas. Apakah buku ini mempunyai kekuasaan otoritas?
Apakah buku itu dapat dikatakan merupakan buku yang berasal dari Allah?
2.
Mengandung Nubuatan. Apakah mengandung nubuatan? Apakah ditulis oleh hamba
Allah?
3.
Otentik. Apakah buku itu otentik? Apakah buku itu menceritakan kebenaran
tentang Allah, manusia dan sebagainya?
4.
Dinamis. Apakah buku ini dinamis? Artinya mempunyai kuasa mengubahkan hidup?
5.
Diterima. Apakah buku ini dapat diterima oleh orang-orang yang pada mereka buku
itu pertama kali ditulisnya? Apakah buku itu dapat dikatakan berasal dari
Allah?
2. Lima
Kriteria Dasar Secara Terperinci.
a. Kuasa
Otoritas Dari Sebuah Buku. Setiap buku di dalam Alkitab dapat dikatakan
mempunyai otoritas yang kudus. Sering kali pernyataan ‘Demikianlah Firman
Tuhan’ tertulis di sana. Kadang-kadang nada dan peringatan-peringatan
menunjukkan bahwa kitab itu murni dan bersifat ilahi. Dalam kepustakaan atau
kitab-kitab yang mengandung pengajaran ada pernyataan-pernyataan yang kudus
mengajarkan apa yang harus dilakukan oleh orang-orang beriman.
Dalam
buku-buku sejarah peringatan-peringatan itu lebih disinggung dan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai kuasa otoritas lebih menyatakan tentang
apa yang Allah lakukan dalam sejarah umatNya. Apabila sebuah buku kurang
menceritakan tentang otoritas Allah, maka buku itu dapat dikatakan tidak murni
dan ditolak menjadi buku yang termasuk dalam Alkitab.
Marilah
kita menggambarkan prinsip dari otoritas sebagaimana hubungannya dengan
kemurnian. Di dalam buku-buku dari para nabi, kita dengan mudah dapat melihat
adanya prinsip otoritas ini.
Kata-kata
yang sering diulang adalah ‘Dan Tuhan berkata kepadaku’ atau Firman Tuhan
datang kepadaku’. Seringnya kata-kata ini diulang, memberikan bukti yang begitu
nyata bahwa kata-kata ini berasal dari wewenang yang kudus.
Beberapa
buku tidak mempunyai kata-kata yang dapat dianggap suci dan karena itu ditolak
serta dinyatakan sebagai buku yang tidak murni.
Mungkin
inilah yang terjadi dengan buku dari ‘Yaser’ dan buku ‘Peperangan dari Tuhan’.
Masih ada lagi buku-buku lain yang diragukan dan dipertanyakan tentang
kemurnian otoritasnya tetapi yang akhirnya dapat diterima sebagai buku yang
murni seperti halnya dengan Kitab Ester.
Kitab
Ester ini disetujui dan dimasukkan sebagai buku yang murni dari orang Yahudi,
karena di dalamnya jelas diceritakan tentang perlindungan dan kemudian
pernyataan dari Allah atas umatNya sebagai suatu fakta yang tidak dapat
dibantah lagi. Sungguh, fakta-fakta yang menunjukkan bahwa buku-buku yang suci
harus lebih dulu dipertanyakan, menunjukkan bahwa orang-orang beriman itu
selalu memilih-milih yang terbaik atau menyaring buku-buku yang baik. Apabila
mereka tidak benar-benar diyakinkan bahwa buku itu mempunyai otoritas yang
suci, maka buku itu ditolak.
b. Buku
Yang Mempunyai Kuasa Nubuatan. Buku-buku yang mengandung wahyu ditulis hanya
karena gerakan Roh Kudus oleh orang-orang yang dikenal sebagai nabi-nabi (2Ptr
1:20-21). Firman Allah diberikan kepada umatNya hanya melalui nabi-nabiNya.
Setiap pengarang buku alkitabiah mempunyai karunia nubuatan atau fungsi
nubuatan, sekalipun pekerjaan mereka bukan sebagai seorang nabi (Ibr 1:1).
Di dalam
kitab Galatia, rasul Paulus membantah bahwa tulisan dan pengajarannya harus
diterima karena ia adalah seorang rasul, ’ bukan karena manusia juga bukan
oleh manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah Bapa’. (Gal 1:1)
Bukunya harus diterima karena buku bersifat pengajaran kerasulan, yaitu berasal
dari seorang pembicara atau seorang nabi yang ditentukan oleh Allah.
Buku-buku
harus ditolak apabila buku-buku tersebut tidak berasal dari nabi-nabi Allah
yang secara jelas diperingatkan oleh rasul Paulus, untuk tidak menerima buku
dari seseorang yang dengan palsu menegaskan dirinya sebagai seorang rasul (2Tes
2:2) dan juga diperingatkan oleh rasul Paulus pada sidang di Korintus tentang
rasul-rasul yang palsu (2Kor 11:13).
Peringatan
Yohanes tentang Mesias palsu dan untuk menguji roh juga menyatakan kategori
yang sama (1Yoh 2:18,19 4:1-3).
Karena
prinsip perbuatan inilah maka surat 2 Petrus suatu saat pernah juga disisihkan
oleh beberapa orang pada zaman Gereja pertama. Buku ini sempat tidak dimasukkan
ke dalam buku-buku yang permanen dari buku suci orang Kristen, sehingga nenek
moyang kita atau bapak-bapak dari zaman dahulu benar-benar diyakinkan bahwa
buku ini bukanlah suatu pemalsuan, tetapi benar-benar ditulis oleh rasul Petrus
seperti disebutkan dalam 2Ptr 1:1.
c.
Otentiknya Sebuah Buku. Tanda kemurnian yang lain dari suatu inspirasi atau
suatu wahyu adalah otentiknya buku itu. Buku apapun yang mempunyai kesalahan
fakta atau kesalahan doktrin (dapat dinilai dari wahyu-wahyu sebelumnya) tidak
mungkin merupakan inspirasi dari Allah. Allah tidak dapat berdusta; FirmanNya
pasti benar dan konsisten.
Berdasarkan
pada prinsip-prinsip itu, maka orang-orang Berea menerima pengajaran rasul
Paulus dan menyelidikinya dalam Alkitab untuk melihat apakah yang diajarkan
oleh Paulus itu benar-benar sesuai dengan wahyu Allah dalam Perjanjian Lama
(Kis 17:11). Suatu Pengajaran yang tampaknya cocok dengan wahyu sebelumnya, belum
dapat dipastikan bahwa pengajaran itu merupakan wahyu yang benar, jelas
menunjukkan bahwa suatu pengajaran itu bukan merupakan wahyu yang benar.
Banyak
dari buku-buku yang dinyatakan bukan merupakan ilham roh (Apocrypha) ditolak
karena prinsip otentik ini. Keganjilan-keganjilan yang terjadi dalam sejarah
dan pengajaran agama mereka yang salah, buku-buku tersebut tidak mungkin
diterima sebagai sesuatu yang dari Allah walaupun format dari tulisan itu
tampaknya mempunyai kuasa. Tulisan itu tidak mungkin berasal dari Allah dan
sekaligus tulisan itu mengandung banyak kesalahan.
Beberapa
buku-buku yang murni juga diperiksa dengan dasar dan prinsip yang sama.
Dapatkah surat dari Yakobus merupakan inspirasi apabila berlawanan dengan
pelajaran Paulus tentang pembenaran oleh iman dan tidak oleh pekerjaan? Sebelum
tampak persesuaian yang penting itu, maka buku Yohanes masih diragukan oleh
beberapa orang.
Orang-orang
lain mempertanyakan buku Yudas karena beberapa kutipannya dari buku-buku yang
tidak otentik (lihat ayat-ayat 9 dan 14). Namun kemudian dapat dimengerti bahwa
kutipan-kutipan dari Yudas itu tidak lagi menyatakan kebenaran dari buku-buku
itu dan bahkan Paulus pun mengutip dari karangan yang bukan Kristen (lihat juga
Kis 17:18 dan Tit 1:12), kemudian tak ada lagi alasan untuk menolak surat
Yudas.
d.
Keadaan Alamiah Yang Dinamis Dari Sebuah Buku. Penguji ke empat untuk kemurnian
tak sejelas tiga yang lainnya. Ujian keempat adalah kemampuan (dinamika) dari
tulisan itu untuk mengubah satu kehidupan.
’ Sebab
firman Allah hidup dan kuat’ (Ibr 4:12). Sebagai hasilnya
tulisan itu dapat dipakai untuk ’ mengajar, untuk menyatakan kesalahan,
untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran’ (2Tim
3:16-17).
Rasul
Paulus menyatakan bahwa kemampuan mengubah kehidupan dari karya tulis itu
menentukan semua tulisan-tulisan untuk dapat diterima atau tidak. 2Tim 3:16,17
menunjukkan hal ini. Paulus menulis surat pada Timotius, ’ Ingatlah juga
bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat
kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus’
(ayat 15 kjv). Petrus pun dalam suratnya mengatakan tentang pembangunan dan
pemberitaan kekuasaan dari Firman (1Ptr 1:23 2:2).
Berita-berita
dan buku-buku yang lain ditolak karena mereka mengemukakan harapan palsu (1Raj
22:6-8) atau membunyikan sebuah tanda bahaya yang salah. (2Tes 2:2) Karena itu,
karya-karya tulis tersebut tak dapat membangun orang beriman dalam kebenaran
dari Kristus. Yesus berkata: ’ Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan
kebenaran itu akan memerdekakan kamu’ (Yoh 8:32). Pengajaran yang palsu tak
dapat memerdekakan; hanya kebenaranlah mempunyai kekuatan untuk beremansipasi.
Beberapa
buku Alkitabiah seperti Kidung Agung dan Pengkhotbah dulunya diragukan karena
beberapa orang menilai buku-buku tersebut kurang mempunyai kuasa membangun yang
dinamis.
Sekali
mereka diyakinkan bahwa Kidung Agung itu bukan hanya sensasi, tapi benar-benar
rohani dan bahwa buku Pengkhotbah bukannya skeptis atau pesimis, tetapi positif
dan membangun (umpamanya 12:9,10); maka kemurniannya tidak lagi begitu
diragukan.
e.
Penerimaan Dari Sebuah Buku. Tanda pengesahan yang terakhir dari tulisan yang
penuh kuasa adalah pengakuan dari umat Allah yang sudah sejak semula ditentukan
oleh Tuhan.
Firman
Allah diberikan melalui nabiNya dan harus dapat diakui umatNya dengan
kebenaran. Generasi-generasi orang beriman yang berikutnya berusaha untuk
mendapat kepastian akan hal ini.
Karena
bilamana buku itu diterima, dikumpulkan dan dipakai sebagai Firman Allah oleh
mereka yang aslinya wahyu itu ditujukan, maka kemurnian buku itu dapat
diteguhkan.
Karena
sulitnya komunikasi dan transportasi pada zaman dahulu maka diperlukan cukup
banyak waktu dan usaha dari bapak-bapak Gereja zaman dahulu untuk
menetapkannya. Untuk alasan inilah pengakuan yang penuh dan yang terakhir akan
kemurnian dari ke enam puluh enam buku itu oleh seluruh Gereja, memerlukan
berabad-abad lamanya.
Buku-buku
dari Musa secara langsung diterima oleh umat Allah. Buku-buku itu telah
dikumpulkan, dikutip, disimpan dan bahkan diamankan bagi generasi-generasi yang
akan datang.
Surat-surat
Paulus juga dengan segera dapat diterima oleh gereja-gereja yang dituju (1Tes
2:13) dan bahkan juga oleh rasul-rasul yang lain. (2Ptr 3:16)
Beberapa
tulisan dengan segera ditolak oleh umat Allah karena kurangnya otoritas rohani
(2Tes 2:2). Nabi-nabi palsu (Mat 7:21-23) dan roh-roh penipu juga telah diuji
dan ditolak (1Yoh 4:1-3) dimana contoh-contohnya telah banyak ditulis dalam
Alkitab itu sendiri (Yer 5:2 14:14).
Prinsip
tentang penerimaan buku-buku ini, telah membuat buku-buku seperti 2 dan 3
Yohanes masih dipertanyakan (dipertimbangkan).
Karena
bentuk tulisan yang bersifat pribadi itu dan karena surat itu tidak begitu
tersebar (hanya terbatas pada kalangan kecil saja), maka dapatlah dimengerti
jika dapatnya diterima buku ini agak diragukan. Tetapi setelah mereka
diyakinkan bahwa buku-buku tersebut telah diterima dalam abad pertama oleh umat
Allah yang menerimanya langsung dari rasul Yohanes, maka kedua buku-buku itu
akhirnya diterima.
Hampir
tidak perlu seorangpun menambahkan sesuatu pada berita seorang nabi. Allah
membenarkan nabi-nabiNya dan melawan mereka yang menolak nabi-nabi tersebut
(contohnya, 1Raj 22:1-8) dan apabila ditantang, Allah benar-benar akan
menghancurkan (merendahkan) umat tersebut. Ketika otoritas Musa ditantang oleh
Korah dan lain-lainnya, bumi terbelah dan menelan mereka hidup-hidup. (Bil 16)
Peranan
utama Allah sangat menentukan pengakuan Firman Allah ini. Allah menetapkan
otoritas dari buku-buku yang murni itu, tetapi umat Allah dipanggil untuk
menemukan buku-buku yang mana yang mengandung otoritas dan mana yang tidak.
Untuk membantu mereka mengadakan penemuan ini ada lima uji coba kemurnian
seperti yang digariskan di atas.
3. Proses
Menemukan Kemurnian
Kita tak
usah membayangkan adanya sebuah panitia dari bapak-bapak Gereja dengan tumpukan
buku-buku dan lima pinsip bimbingan ini berada di hadapan mereka, apabila kita
berbicara tentang proses pemurnian itu prosesnya jauh lebih alamiah dan
dinamis.
Beberapa
prinsip hanyalah melengkapi proses tersebut.
Sekalipun
ke lima ciri-ciri tersebut ada dalam semua tulisan yang diwahyukan, tak semua
syarat-syarat pengakuan itu tampak dalam tiap keputusan terhadap masing-masing
buku yang dianggap murni. Umat Allah pada zaman dahulu tidak dapat selalu
melihat dengan segera dan jelas bahwa buku-buku yang bersejarah itu punya ‘kekuatan
dinamik’ atau punya ‘kuasa otoritas’. Bagi mereka yang lebih jelas adalah fakta
dari beberapa buku yang bersifat ‘nubuatan’ dan ‘diterima’.
Seseorang
dapat dengan mudah melihat bagaimana kata-kata ‘Demikianlah firman Tuhan’ telah
memainkan peranan yang paling menyolok dalam penemuan kemurnian buku-buku yang
menyatakan seluruh rencana keselamatan Allah.
Sebaliknya,
kadang-kadang benar bahwa kuasa dan otoritas dari buku itu lebih nyata
dibanding dengan penulisnya (umpamanya kitab Ibrani).
Dalam hal
apapun, kelima ciri-ciri itu terlibat dalam menemukan kemurnian sebuah buku
walaupun beberapa ciri itu hanya dipakai sebagai pelengkap saja.
Alasannya
sederhana saja, karena buku yang diterima di suatu tempat oleh beberapa orang
beriman itu, wahyunya sulit dibuktikan. Penerimaan yang pertama kali oleh umat
Allah yang merupakan penguji yang terbaik dari otoritas buku tersebut, sangat
penting dan dibutuhkan.
Untuk
mendapatkan keterangan yang lengkap tentang keadaan (situasi) saat wahyu itu
diturunkan dari tiap-tiap lapisan generasi yang satu ke generasi yang lain,
memerlukan waktu yang cukup lama. Begitulah, penerimaan sebuah buku itu
penting; tetapi harus ada dukungan dari keadaan alamiah di sekitarnya.
Dasar
yang paling penting dapat mengganti semua dasar yang lainnya. Di bawah semua
proses pengakuan sebuah buku itu terletak sebuah prinsip dasar ialah keadaan
alamiah dari buku yang bersifat nubuatan itu.
Apabila
sebuah buku ditulis oleh seorang nabi Allah yang sudah diakui, yang sudah
mengklaim bahwa ia telah menerima otoritas dari Allah untuk menyampaikan berita
itu, maka buku itu tidak lagi perlu dipertanyakan.
Pertanyaan
apakah tidak otentiknya sebuah buku itu dapat melemahkan kedudukan sebuah buku
nubuatan adalah benar-benar diragukan. Tak sebuah bukupun yang diberikan oleh
Allah dapat keliru. Apabila sebuah buku yang dikatakan mempunyai kuasa nubuatan
itu tampaknya mengandung kepalsuan, maka kebenaran nubuatan-nubuatan itu harus
diperiksa kembali. Allah tidak mungkin berdusta, dengan jalan ini ke empat
prinsip yang lain itu merupakan penguji ciri-ciri nubuatan yang ada dalam
sebuah buku yang dianggap murni.
Bab
2 — Buku-buku Yang Tidak Termasuk Dalam Kanon Alkitab
A.
APOKRIPA DAN PSEUDEPIGRAFA
Istilah
Apokripa dipakai untuk sebutan sebuah koleksi tulisan-tulisan Yahudi kuno yang
ditulis antara tahun 250 sebelum Kristus dan Abad-Abad Permulaan dari tahun
Masehi. Buku-buku Apokripa ini telah dipandang sebagai tulisan wahyu Allah
dalam theologi dari Gereja Katolik Romawi, tetapi dalam pandangan kelompok
Protestan dan Yahudi menurut sejarah mereka, buku-buku tersebut tidak
memberikan inspirasi yang nyata pada mereka.
1.
Mengapa Kelompok Protestan Menolak Buku-Buku Tersebut?
Selama
kalangan Protestan mempelajari tentang kebenaran buku-buku Apokripa, di mana
mereka menuliskan tentang kehidupan dan cara berpikir orang Judaisme yang ada
sebelum Kristus, buku-buku itu ditolak sebagai tulisan yang merupakan wahyu
Allah karena alasan-alasan sebagai berikut:
a. Tidak
Digunakan Oleh Yesus Atau Gereja Abad Pertama.
Buku-buku
yang bersifat Apokripa bukanlah termasuk bagian dari Perjanjian Lama yang
dipakai oleh Yesus dan Gereja abad pertama. Pembagian kelipatan tiga dari
Perjanjian Lama: Hukum, Nabi-Nabi dan Tulisan-Tulisan yang masih digunakan dalam
Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama versi Yahudi, tak termasuk dan tak pernah
termasuk buku-buku yang tergolong dalam buku Apokripa.
Yesus dan
murid-muridNya sebenarnya tahu tentang buku Apokripa ini, tetapi mereka tidak
pernah mengutipnya sebagai nats Alkitab yang berotoritas.
b. Tak
Pernah Dipakai Sebagai Nast Alkitab. Penulis-penulis Yahudi kuno yang
menggunakan Alkitab bahasa Ibrani, yang dikenal bernama Philo dan Josephus
telah mengetahui Apokripa, tetapi tak pernah menggunakannya sebagai ayat
Alkitab. Buku-buku Apokripa Esdras II mempunyai duapuluh empat buku-buku yang
ada hubungannya dengan Alkitab bahasa Ibrani yang kita kenal sekarang, dan
tujuh puluh tulisan lainnya yang isinya agak misterius (/RAPC 2Es 14:44-48).
Penting
untuk diketahui bahwa buku Apokripa ini mendukung kemurnian Perjanjian Lama
yang dipakai dalam kaabah-kaabah Yahudi dan dalam gereja-gereja Protestan.
c.
Bapa-Bapa Gereja Melihat Adanya Satu Perbedaan. Bapa-bapa Gereja yang sudah
mengenal kemurnian Ibrani dapat dengan jelas membedakan antara tulisan-tulisan
yang murni Alkitabiah dengan tulisan-tulisan yang bersifat Apokrip.
Tulisan-tulisan dari Melito dari Sardis, Cyril dari Yerusalem dan St. Yerome
menunjukkan adanya perbedaan antara tulisan yang berasal dari wahyu dan yang
Apokrip.
d.
Tulisan-Tulisan Apokrip Dinyatakan Tidak Mempunyai Kuasa Hingga Abad Ke-16.
Buku-buku Apokrip tak pernah dinyatakan sebagai tulisan yang mempunyai kuasa
otoritas sebelumnya, dan baru diakui oleh Badan Musyawarah Umat Katolik (tahun
1546 Tarikh Masehi). Pada saat itu buku-buku Apokrip yang dinyatakan murni
adalah: Tobit, Yudit, Kebesaran Salomo, Pengkhotbah, Barukh (termasuk surat
dari Yeremia), I dan II Makabe, tambahan pada Kitab Esther dan tambahan pada
Kitab Daniel (yaitu: Susana, nyanyian dari tiga orang pemuda dan Bel dan Naga).
Banyak
orang-orang pandai di Katolik Romawi membedakan antara buku protokanonikal
(murni Alkitab) dan deutero-kanonical (Apokripa).
e.
Mengandung Banyak Hal Yang Tidak Tepat. Kebanyakan para ahli agama merasa bahwa
buku-buku Apokrip mewakili buku-buku yang tingkatannya lebih rendah dibanding
dengan tulisan-tulisan yang murni Alkitabiah. Buku-buku Apokrip tersebut jelas
mengandung banyak ketidak tepatan dan ketidak sesuaian yang bersifat sejarah
dan geografis, dan tidak bernafaskan roh nubuatan.
2.
Tulisan-Tulisan Apokrip Jarang Digunakan Oleh Kalangan Protestan.
Pengakuan
Westminster (Westminster Confession 1643) yang ditulis oleh kalangan
pemimpin-pemimpin Protestan menyatakan bahwa ‘buku-buku yang umumnya disebut
Apokripa yang tidak terjadi oleh inspirasi yang ilahi, tidak termasuk buku yang
murni Alkitabiah, dan karena itu tak mempunyai kuasa otoritas dari Gereja Allah
ataupun yang dapat diterima ataupun dipakai sebagai buku yang absah murni dari
Allah; kecuali hanya sebagai buku-buku biasa yang ditulis oleh seorang
manusia’.
Gereja-gereja
Pembaharuan tidak menganjurkan pemakaian dari Apokripa ini, dan sebagai
konsekwensinya buku tersebut sangat jarang digunakan dalam kalangan Protestan.
Gereja
Anglikan (dari Inggris) dalam ke tiga puluh sembilan artikelnya mengambil
posisi meditasi dan berpegang pada ‘Gereja memang membaca (Buku-buku Apokripa
itu) sebagai teladan dan pegangan untuk hidup; namun hidup mereka tak
menunjukkan bahwa mereka memegang satu doktrinpun’.
3.
Pseudepigrafa
Sebagai
tambahan buku-buku yang disebut Apokripa, ada bermacam-macam karya sastra kuno
yang lain, baik dari Yahudi maupun dari kalangan Kristen yang sering disebut
dengan nama Pseudepigrafa.
Apokrip,
Pseudokrip dan karya tulis sektarian dari Gua-gua Qumran, dan beraneka ragam
tulisan kuno lainnya telah banyak membantu untuk mengerti Perjanjian Baru dan
Gereja-gereja Pertama. Walaupun tidak sama bobotnya dengan Alkitab yang
diwahyukan, tulisan-tulisan itu memerlukan pemeriksaan.
B. BUKU-BUKU
YANG BIASANYA DISEBUT APOKRIPA
1. I
Esdras (Vulgate, III Esdras)
Buku
pertama dari Esdras merupakan suatu seri dari episode-episode dari sejarah
Perjanjian Lama yang dimulai dari Paskah yang dilaksanakan di Yerusalem oleh
Yosiah (kurang lebih 621 sebelum masehi) dan diakhiri dengan pembacaan Hukum
secara umum oleh Ezra (kurang lebih 444 sebelum Masehi).
Kisahnya
menceritakan tentang Tiga Orang Pengawal. Tiga orang muda yang bertindak
sebagai para pengawal pribadi Raja Darius yang berdebat (hingga tidak tidur)
mengenai kekuatan yang terbesar yang ada di dunia ini. Seorang berkata anggur
karena pengaruhnya yang aneh pada manusia; yang lain menyebutkan kekuatan itu
adalah raja dengan kekuasaannya yang tak terbatas atas bawahan-bawahannya; dan
yang ketiga (Zerubabel) yang dengan tegas mengatakan bahwa wanitalah, yang
melahirkan seorang laki-laki merupakan terkuat, namun kebenaran adalah suatu
kemenangan di atas semua perkara.
Adapun
raja, yang diminta untuk menentukan siapa pemenangnya; memilih jawaban
Zerubabel dan menawarkan hadiah apapun yang dipilihnya. Zerubabel meminta izin
untuk kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Kaabah.
Bagian
ini berakhir dengan kisah berangkatnya orang Yahudi dalam perjalanan mereka
dari Babilonia ke Yerusalem. Kebanyakan para cendekiawan menganggap bahwa I
Esdras dikarang di Mesir beberapa saat setelah 150 sebelum Masehi.
2. II
Esdras (Vulgate, IV Esdras)
Inti dari
II Esdras (pasal 3-14) bermaksud untuk menggambarkan tujuh wahyu apocalyptic
(Wahyu Nubuatan) yang didapat Ezra di Babilonia. Mereka prihatin dengan masalah
dari penderitaan Israel dan berusaha ‘mengenal jalan Allah pada manusia’.
Pengarangnya
jelas seorang Yahudi yang menantikan kedatangan Mesias Israel dan masa
kelimpahan yang akan menyertainya. Kata pendahuluannya (pasal 1 dan 2) dan
kesimpulannya (pasal 15,16) terisi tambahan-tambahan yang ditulis dari sudut
pandang keKristenan.
Intinya
kemungkinan tertulis dalam bahasa Aram hingga akhir dari abad pertama setelah
Masehi. Pada kira-kira pertengahan abad kedua, kata pendahuluan dari buku itu
ditambahkan (dalam bahasa Yunani) dan satu abad kemudian pasal-pasal kesimpulan
ditulis. Versi-versi Oriental (daerah Timur) dan banyak naskah-naskah terbaik
yang berbahasa Latin hanya mengandung inti buku itu saja.
3. Tobit
Tobit
adalah sebuah buku dari fiksi yang bersifat keagamaan, kemungkinan ditulis
dalam bahasa Aram selama abad kedua sebelum Kristus. Buku ini mengisahkan
tentang seorang Yahudi yang saleh dari suku Naftali di Galilea yang bersama
istrinya Anna dan putra mereka yang bernama Tobias, dibawa ke Niniwe oleh
Shalmanaser (kurang lebih 721 sebelum Masehi 2Raj 18:9-12).
Dalam
tempat pengasingan itu (pembuangan) mereka sangat menghormati dan mentaati
Hukum Yahudi.
Ketika
Tobit kehilangan penglihatannya, ia mengirimkan putranya ke Rages di Media
untuk menagih hutangnya. Seorang malaikat memimpin dia ke Ekbatana dimana dia
kemudian jatuh cinta pada seorang janda cantik yang ke tujuh suaminya secara
berturut-turut terbunuh oleh roh jahat pada hari perkawinan mereka.
Tobias
menikahi janda yang masih perawan ini dan lolos dari kematian dengan jalan
membakar organ bagian dalam seekor ikan, asapnya dianggap dapat menerbangkan
roh jahat tadi. Sebagai berkat tambahan, empedu yang ada pada ikan itu dipakai
untuk menyembuhkan kebutaan Tobit yang sudah tua itu.
4. Yudit
Cerita
tentang Yudit kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani oleh seorang Yahudi
Palestina menjelang revolusi Makaben. Cerita ini mengatakan bagaimana Yudit,
seorang janda Yahudi membebaskan umatnya dari komandan Siria Holofernes yang
sedang dalam perjalanan menuju Bethulia untuk mengepung kota itu.
Merelakan
dirinya masuk dalam suatu bahaya yang besar, Yudit memasuki tenda orang-orang
Holofernes dimana ia berhasil membujuk orang-orang Siria dengan daya tariknya.
Yudit membuatnya mabuk, kemudian ia mengambil pedang Holofernes, memotong
kepala Holofernes dan membawanya kembali ke Bethulia sebagai bukti bahwa Allah
telah memberikan umatNya kemenangan atas bangsa Siria. Yudit mungkin dapat
disamakan dengan Yoel di Alkitab yang membunuh jendral orang Kanaan, Sisera
(Hak 4:17-22).
5.
Tambahan Pada Kitab Ester.
Menjelang
abad ke II atau abad ke I sebelum Kristus lahir, seorang Yahudi Mesir
menterjemahkan buku dan kitab Ester yang telah dianggap murni dalam bahasa
Yunani; dan pada saat yang sama ia memasukkan sejumlah 107 ayat ke dalam enam
tempat yang dirasanya perlu diberi tambahan kutipan-kutipan rohani.
Sisipan-sisipan
yang bernilai rohani itu menyebutkan Nama Allah dan doa-doa yang tidak ada
dalam kitab Ester yang diterima (telah dianggap murni) untuk gereja.
Sisipan-sisipan
yang bersifat apokrip ini menambahkan 10 ayat pada kitab Ester dan 6 pasal
tambahan yaitu pasal 11-16.
Walaupun
demikian, pada Perjanjian Lama versi Yunani, ayat-ayat sisipan tadi tersebar di
seluruh bacaan tersebut hingga sepertinya membentuk suatu cerita yang
berkesinambungan.
6. Hikmat
Salomon.
Seorang
Yahudi Alexandria yang hidup antara tahun 150-50 sebelum Masehi, mengarang
sebuah buku tentang pelajaran moral yang dinamainya Hikmat Salomon dengan
maksud agar buku itu lebih banyak dibaca orang. Ia berusaha melindungi orang-orang
Yahudi di Mesir dari kejatuhan dalam skeptisisme, materialisme dan penyembahan
berhala. Dia ingin mengajarkan pembaca-pembacanya yang atheis, kebenaran
tentang Judaisme dan meyakinkan mereka tentang kesalahan-kesalahan yang ada
pada ajaran kekafiran.
Buku ini
dimulai dengan teguran bagi pemimpin-pemimpin dunia agar mereka mencari hikmat
dan mengikuti kebenaran. Paham teologinya di dasarkan pada Perjanjian Lama,
dengan modifikasi yang diambil dari gagasan-gagasan filosofis Yunani yang
sedang berlaku di Alexandria pada waktu itu.
Tidak
seperti Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menghormati tubuh, Hikmat
Salomon ini menganggap tubuh sebagai sesuatu yang ‘membebani jiwa’ tidak lebih
baik daripada ‘kemah duniawi’ yang ‘membebani pikiran yang penuh perhatian’
(9:15).
Keadaan
jiwa sebelum dilahirkan (8:19,20) dan kekekalan dari jiwa dipertahankan
(3:1-5), walaupun dalam doktrin agama Kristen Ibrani tak diajarkan tentang
kebangkitan tubuh jasmani.
7.
Pengkhotbah
(Atau
hikmat Yesus anak Sirakh).
Pengkhotbah,
buku yang berisikan pelajaran moral yang meninggikan kebaikan-kebaikan hikmat
ini ditulis dalam bahasa Ibrani antara 200-175 Sebelum Masehi oleh seorang
pandai yang rohani dari Yerusalem, yaitu Yesus anak Sirakh.
Cucu dari
pengarang ini, seorang Yahudi Alexandria menterjemahkan karya ini ke bahasa
Yunani dan memberi tambahan pada pendahuluannya (kurang lebih tahun 132 sebelum
Masehi). Kitab ini adalah kitab yang paling panjang dari semua kitab Apokripa
dan hanya satu-satunya buku yang diketahui pengarangnya. Seperti kitab Amsal
yang telah diakui kemurniannya, Pengkhotbah ini terisi dengan bermacam-macam
pokok bahasan yang praktis dan luas, semuanya dari pantang makanan sampai
hubungan domestik!
Bagian
yang terpanjang yang dalam buku ini (bab 44-50) adalah pujian dari orang-orang
yang terkenal yang dengan singkat menggambarkan ciri-ciri dari orang-orang
Ibrani yang amat dihormati (dihargai) seperti Henokh, Nuh dan Abraham, kemudian
ke Zerubabel dan Nehemia, akhirnya Imam Besar Simon seorang sahabat pada masa
hidup penulis.
8. Barukh
Kitab
Barukh yang ditulis secara rahasia oleh kawan dan sekretaris Yeremia (Yer 32:12
36:4 51:59) adalah karya yang bagian-bagiannya tidak lengkap sampai abad
pertama sebelum Masehi atau lebih. Walaupun bagian terakhir kitab ini ditulis
dalam bahasa Yunani, beberapa bagian dari kitab ini ditemukan bahwa aslinya
adalah dalam bahasa Ibrani.
Kitab ini
dimulai dengan sebuah doa penyesalan, yang menunjukkan suatu keadaan bahwa
tragedi yang terjadi pada Yerusalem hanyalah akibat dosa-dosanya (3:8).
Bagian
kedua yang puitis dari buku ini menjelaskan bahwa ketidak beruntungan Israel
disebabkan karena ia mengabaikan hikmat (3:9 s/d 4:4). Hikmat ini, yang
pujiannya dinyanyikan oleh penulis yang mempunyai pikiran filosofis, dapat
disamakan dengan Hukum Allah (4:1-3).
Bagian
ketiga dari buku ini yang juga bersifat puitis, adalah suatu pesan yang
menghibur dan memberi harapan bagi Israel yang sedang tertekan. Musuh akan
dihancurkan dan umat Israel akan kembali dalam kemenangan! Barukh adalah salah
satu dari buku Apokripa yang bernafaskan semangat dari nabi-nabi Perjanjian
Lama, walaupun padanya masih kurang dalam keasliannya.
9. Surat
Yeremia
Kurang
lebih tahun 300 Sebelum Masehi, seorang pengarang tidak dikenal menuliskan
khotbah yang penuh semangat yang didasarkan pada Yer 11:10. Di dalamnya
pengarang menunjukkan kelemahan ilah-ilah dari kayu, perak dan emas.
Khotbah
ini dikenal sebagai surat Yeremia, yang aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani
(atau bahasa Aram) walaupun khotbah yang masih ada hanya dalam bahasa Yunani
dan terjemahan-terjemahan ke bahasa lainnya juga dari bahasa Yunani.
Karena
banyaknya tulisan-tulisan dalam bahasa Yunani dan Siria, sebanyak versi-versi
Latin yang menghubungkan surat Yeremia dan kitab Barukh; dari kitab Apokripa,
tampaknya pasal yang ke enam dari kitab Barukh itu yang sebagian besar
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Walaupun demikian, surat Yeremia tidak
ada hubungannya dengan kitab Barukh dan beberapa pengamat kuno telah
menempatkan surat Yeremia tersebut di belakang kitab Ratapan yang Alkitabiah.
10. Doa
Azariah Dan Nyanyian Dari Tiga Orang Pemuda
(Ini
adalah tambahan dari kitab Daniel, disisipkan antara Dan 3:23 Dan 3:24).
Beberapa
saat menjelang abad ke II dan I sebelum Masehi, tiga ‘tambahan’ bagi kitab
Daniel yang murni, asli yang merupakan kitab Apokripa yang terpisah, ditulis
oleh pengarang-pengarang yang tidak dikenal.
Bagian
pertama dari doa Azariah dan nyanyian dari tiga orang muda ini, kemungkinan
ditulis dalam bahasa Ibrani oleh seorang Yahudi yang saleh pada masa
kesengsaraan umatnya di tangan Antiokus Epipanes atau pada masa pemberontakan
Makabean yang mengikutinya.
Menjelang
ujian dari dapur api yang menyala-nyala, Azariah dilukiskan sedang memuji
Allah, mengakui dosa-dosa umatnya dan berdoa untuk pembebasan bangsanya.
Kemudian
malaikat Tuhan datang ke dalam dapur api dan menghentikan nyala api dan dalam
dapur tersebut hingga tidak mencelakakan ketiga anak muda itu. Kemudian dari
dapur api tadi mereka menyanyikan puji-pujian pada Allah dalam nyanyian yang
isinya mengingatkan kita pada Mzm 148 dan bentuknya seperti Mzm 136.
11.
Susanna
Tidak
jelas apakah kitab Susanna yang asli ditulis dalam bahasa Ibrani atau Yunani.
Pengarangnya tidak dikenal dan hidup antara abad I dan II sebelum Masehi,
tetapi kita tak begitu mementingkan detail-detail lain tentang kehidupannya.
Walaupun demikian buku ini dikenal sebagai satu dari cerita-cerita pendek yang
terkenal/besar di dunia kesusasteraan.
Kitab ini
menceritakan bagaimana dua orang tua-tua/pemimpin yang tidak bermoral mengancam
untuk bersaksi bahwa mereka melihat Susanna, istri dari seorang Yahudi
Babilonia yang berpengaruh, berada dalam pelukan seseorang, jika dia tidak
menyerah pada mereka. Ketika dia menolak desakan mereka ini, mereka menuduhnya
berzinah dan oleh kesaksian dua orang itu, ia kemudian dinyatakan bersalah dan
dijatuhi hukuman mati.
Tetapi
kemudian seorang pemuda yang bernama Daniel memasuki pemeriksaan pengadilan dan
memberi pertanyaan-pertanyaan kepada kedua saksi itu secara terpisah. Pada
masing-masing dia bertanya untuk menunjukkan pohon dimana saksi-saksi itu telah
melihat Susanna dan kekasihnya yang seperti mereka tuduhkan itu.
Oleh
jawaban-jawaban mereka sendiri yang tidak konsisten itu pemimpin-pemimpin/
tua-tua yang bersalah itu dihukum mati dan Susana pun diselamatkan. Dalam
Septuagin, buku Susana di tempatkan sebelum kitab Daniel; dalam Vulgate, kitab
Susana berada setelah kitab Daniel.
12. Bel
Dan Naga
Cerita
tentang Bel dan Naga kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani kurang lebih pada
pertengahan abad I Sebelum Masehi dan ditambahkan pada kitab Daniel oleh
penterjemahnya ke bahasa Yunani. Pada Septuaginta cerita ini secara langsung
mengikuti kitab Daniel, sedangkan pada Vulgate, cerita ini berada setelah
cerita Susanna.
Cerita
tentang Bel adalah satu dari cerita-cerita detektif yang tertua di seluruh
dunia. Ceritanya adalah tentang bagaimana Sirus, raja Persia bertanya pada
Daniel mengapa Daniel tidak menyembah Bel, dewa orang Babel.
Sirus
memberitahu Daniel berapa banyak tepung dan minyak serta berapa banyak domba
yang dihabiskan Bel, dewa Babel itu setiap harinya. Segera setelah itu Daniel
membujuk Sirus untuk menyimpan persembahan-persembahan yang biasa
dipersembahkan di dalam kuil, kemudian menutup dan mengunci pintu-pintu kuil
tersebut.
Sementara
itu Daniel menyebarkan abu di sekeliling lantai kuil itu. Keesokan harinya
makanan itu hilang dan lantainya penuh dengan jejak-jejak kaki para imam,
isteri dan anak-anak mereka yang masuk ke dalam kuil melalui pintu rahasia yang
ada di bawah meja, yang pada malam hari mereka datang masuk ke kuil dan memakan
habis persembahan-persembahan tersebut.
Karena
diyakinkan atas kelicikan imam-imam Bel ini, maka raja memerintahkan agar
mereka dibunuh dan kuil mereka dihancurkan.
Naga
sesungguhnya adalah seekor ular yang disembah raja sampai Daniel membunuh ular
itu dengan memberi makan aspal, gemuk/lemak dan rambut.
Orang-orang
Babel menjadi sangat marah karena allah/dewa mereka hancur dan menuntut supaya
Daniel dihukum mati. Dengan terpaksa raja menyetujuinya dan Daniel dimasukkan
dalam gua singa-singa (lihat Dan 6:1-28).
Tetapi
singa-singa itu tidak menganggu Daniel karena secara ajaib diberi makan oleh
nabi Habakuk yang dibawa oleh seorang malaikat dari Judea ke gua singa-singa
itu di Babel.
Pada hari
yang ketujuh raja membawa Daniel keluar dari gua singa dan
memasukkan/melemparkan musuh-musuhnya ke dalam gua itu dan mereka langsung
diterkam oleh singa-singa itu. Cerita dari Bel dan Naga ini dimaksudkan untuk
menganggap penyembahan berhala itu sesuatu yang menggelikan dan untuk
menunjukkan bahwa imam-imam kafir itu tidak benar.
13. Doa
Manasye.
Kitab ini
mungkin ditulis sekitar dua abad terakhir Sebelum Masehi oleh seorang Yahudi
Palestina. Para ahli tidak dapat mengetahui secara pasti apakah kitab ini
ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram atau Yunani. Doa ini mungkin ditujukan pada
Manasye, raja Yehuda yang menurut 2Taw 33, diangkat ke Babel dan di sana ia
bertobat dari penyembahan berhala yang sudah mendarah daging pada tahun-tahun
pemerintahannya.
Karya ini
dibuat berdasarkan doa dari Manasye (2Taw 33:19) dan seorang Yahudi yang saleh
tampaknya berusaha untuk menulis sebuah doa yang mestinya telah diucapkan
Manasye.
Doa
tersebut adalah doa Yahudi kuno yang mempunyai bentuk liturgi yang khas. Doa
itu dimulai dengan pujian pada Allah yang kemuliaanNya nampak pada Penciptaan
(1-4) dan KemurahanNya pada orang-orang berdosa (5-8). Kemudian disusul dengan
pengakuan pribadi (9-10) dan permohonan ampun (11-13). Doa itu berakhir dengan
permohonan kemurahan (14) dan akhirnya pujian pendek pada Allah (15).
14. I
Makabe
I Makabe
adalah rekaman sejarah dalam kurun waktu empat puluh tahun yang dimulai dari
Antiokus Epipanes yang naik tahta di Siria (175 Sebelum Masehi) dan berakhir
dengan kematian Simon Makabe (135 Sebelum Masehi). Kitab ini mungkin ditulis
oleh seorang Yahudi Palestina dalam bahasa Ibrani sekitar tahun 100 Sebelum
Masehi.
Kitab ini
memberi kita keterangan yang terbaik akan perlawanan orang-orang Yahudi
terhadap Antiokus dan perang Makabe yang akhirnya membawa kemerdekaan bagi
negara Yahudi. Mattatias adalah imam yang menentang Antiokus dan yang
mengorbankan revolusi.
Ini ada
hubungannya dengan penindasan anak-anak Mattatias:
Yudas(3:1
sampai 9:22); Yonathan (9:23 hingga 12:53) dan Simon (13: 1 sampai 16:24)
Pesta
tahunan orang Yahudi dari Hanukkah, merayakan musim seperti Natal yang
memperingati tentang pentahbisan kembali kaabah karena keberanian orang-orang
Makabe. pesta itu disebutkan dalam Perjanjian Baru sebagai ’ Hari Raya
Pentahbisan Bait Allah’ (Yoh 10:22).
15. II
Makabe
II Makabe
ini sejajar dengan tujuh pasal pertama dari I Makabe, dalam kurun waktu dari
175-160 Sebelum Masehi. Kitab ini dinyatakan sebagai ringkasan dari sejarah
lima jilid yang ditulis oleh Jason dari Kirene (2:19-23), yang identitasnya
masih diragukan.
Pengarang
dari II Makabe jelas seorang Yahudi Alexandria yang menulisnya dalam bahasa
Yunani. Ia mungkin telah menulisnya seawal-awalnya pada 120 Sebelum Masehi atau
paling akhir pada abad I Tarikh Masehi.
II Makabe
mempunyai nilai sejarah lebih sedikit dan nilai sastra yang lebih banyak
dibanding dengan I Makabe. Kitab ini ditulis dari sudut pandang ke Parisian dan
penekanannya lebih pada keajaiban dan keindahan, tidak seperti I Makabe yang
lebih berbentuk prosa dan bersifat obyektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar