Apakah Hal Ini
Merupakan Sesuatu yang Mustahil?
Apakah langit malam yang cerah berbicara
kepada Anda? Ia mengatakan sesuatu? Tidak? Apa yang dikatakannya kepada seorang
atlet berbakat berusia 19 tahun yang tergeletak berlumuran darah —
ia ditusuk karena berada di tempat yang salah pada saat yang salah? Bagaimana
dengan seorang istri yang mengalami masalah dan kekecewaan, yang berusaha
menghilangkan amarah dan perasaan ditolak dengan berjalan-jalan di pagi hari?
Bagaimana pula dengan seorang buruh pabrik berusia 45 tahun yang baru saja kena
PHK untuk ketiga kalinya dalam beberapa tahun terakhir ini? Bagaimana dengan
pakar astronomi yang pikirannya terpecah antara empirisme yang kaku dan hatinya
yang berbicara bahwa ia harus percaya pada apa yang tidak dapat ia lihat?
Apakah Allah ada di balik tirai semesta,
di balik atom, serta di balik kelopak dan semerbak kuntum bunga? Apakah Allah
ada di tengah-tengah kemajuan iptek dan kegagalan-kegagalan politik? Apakah Dia
ada dan dapat dilihat melalui air mata dari orang-orang yang diperlakukan
dengan kejam, diperalat, tidak dikasihi, dan hidup hampa?
Inilah pertanyaan-pertanyaan dasar
manusia, dan dapat muncul dalam berbagai ragam bentuk sesuai dengan
bermacam-macam orang yang hidup di bumi ini. Mereka bertanya:
Bila Allah
ada, mengapa Dia tidak menunjukkan diri-Nya kepada kita secara nyata bahwa Dia
ada?
Di zaman iptek dan penelitian yang
canggih ini, bagaimana kita dapat mempercayai sesuatu yang tidak dapat kita
lihat?
Bila saya melihat semua penderitaan
yang dialami manusia di seluruh dunia, bagaimana saya dapat percaya bahwa Allah
dapat berdiam diri pada saat manusia hidup sengsara dalam keadaan yang tak
layak bagi seekor anjing sekalipun?
Mengapa Allah yang baik membiarkan
sahabat saya, seorang yang mengasihi sesama manusia dan kehidupan, meninggal
pada usia muda?
Bila Allah berkuasa, mengapa kita
mengalami begitu banyak bencana alam seperti gempa bumi, banjir, badai, dan
angin ribut?
Saya tidak pernah merasakan kehadiran
Allah. Segala sesuatu yang telah saya capai, saya lakukan dengan kekuatan saya
sendiri. Saya tidak membutuhkan tongkat penopang yang bernama Allah.
Komentar dan pertanyaan seperti itu
sedikit banyak mencerminkan paradoks yang ada antara keindahan langit
bertaburan bintang dan bumi yang terlampau sering menjadi penjara yang penuh
kengerian.
Dapat dimengerti bila keragu-raguan
akan timbul tentang Allah yang tak tampak dan tidak mau tampil dalam acara
siaran berita untuk menjawab berbagai kritik yang ditujukan kepada-Nya dan
berbagai pertanyaan tentang keberadaan-Nya.
[Mereka yang ragu-ragu membutuhkan
bukti-bukti yang kuat dan dapat dipercaya bila mereka memikirkan dengan serius
tentang kemungkinan keberadaan Allah.]
Karena alasan ini dan lainnya, mereka
yang ragu-ragu membutuhkan bukti-bukti yang kuat dan dapat dipercaya bila
mereka memikirkan dengan serius tentang kemungkinan keberadaan Allah. Mereka
perlu melihat bahwa orang-orang yang percaya kepada Allah bersikap demikian
dengan alasan dan pertimbangan yang baik. Mereka perlu menangkap dengan jelas
pendekatan Alkitab terhadap Allah. Mereka perlu melihat bahwa mengetahui
keberadaan Allah sebenarnya bukanlah sesuatu yang mustahil.
Pendekatan Alkitabiah
Ketika penulis kitab pertama dari
Alkitab mencantumkan kata-kata, "Pada mulanya Allah … ," ia
tidak meminta para pembacanya untuk mengandaikan keberadaan Allah. Dari
pengalaman, mereka tahu siapa yang dibicarakannya. Sebagaimana si penulis,
bangsa Israel juga telah melihat bukti-bukti tentang "Pribadi" yang
melakukan berbagai mujizat dan bekerja dalam kehidupan mereka. Kata-kata Musa
tentang Allah mengingatkan bangsa Israel tentang "Pribadi" yang
menyediakan manna (roti yang disediakan Allah) bagi mereka ketika mereka
mengembara di padang gurun; air yang mengalir dari batu ketika mereka haus;
tiang api yang mendahului mereka ketika mereka membutuhkan pimpinan; dan jalan
untuk melewati Laut Merah ketika mereka terjebak oleh pasukan Mesir. Ya, Musa
menuliskan kisah tentang penciptaan bagi mereka yang telah melihat Sang
Pencipta berkarya.
Bagaimana dengan orang-orang yang belum
pernah mengalami hubungan yang dekat dengan Allah seperti itu? Menurut Alkitab,
Allah juga telah memberikan bukti-bukti yang sangat banyak tentang
keberadaan-Nya kepada kita. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru
mengungkapkan sejumlah bukti yang mengarah pada satu titik dan menunjukkan
dengan jelas keberadaan Allah yang tak tampak, yang karena sifat kekal-Nya,
masih bersama kita hingga sekarang.
Bukti-bukti ini mencakup apa yang oleh
para teolog diklasifikasikan sebagai pernyataan umum dan pernyataan
khusus. Dengan pengertian ini, kita akan menetapkan istilah-istilah yang
akan kita pakai. Bila kita berbicara tentang pernyataan, kita berbicara tentang
Allah yang oleh Roh-Nya, membuka atau menyingkapkan diri-Nya kepada kita.
Menurut Alkitab, Allah telah mengambil inisiatif untuk menyatakan diri kepada
kita, untuk memberitahukan keberadaan-Nya. Pernyataan umum mengacu pada
bukti-bukti umum atau universal tentang keberadaan Allah melalui (1) penciptaan
dan (2) akal budi manusia. Pernyataan khusus menunjuk pada bukti-bukti
khusus atau adikodrati tentang keberadaan Allah melalui (3) komunikasi khusus
dan terutama dalam (4) pribadi Kristus — Allah yang menjadi
Manusia.
[Saya percaya kepada Allah sama
halnya saya percaya pada matahari terbit. Saya melihatnya, tidak hanya dalam
dunia di sekeliling saya, namun olehnya saya melihat segala sesuatu.]
Sebagaimana akan kita lihat dalam bab
berikut, pendekatan alkitabiah tentang pernyataan umum dan khusus memberikan
kepada kita bukti positif yang cukup tentang keberadaan Allah sehingga
memungkinkan kita menempatkan iman pada tempat yang benar. Bila kita
melakukannya, kita akan mulai melihat bahwa tanpa pengetahuan tentang
keberadaan dan kehadiran Allah, kita tidak memiliki penjelasan yang masuk akal
tentang kehidupan seperti yang kita kenal. Pernyataan Allah kepada kita melalui
Roh-Nya memberi kita suatu pengertian rasional tentang berbagai misteri
kehidupan. Hal ini menjawab berbagai pertanyaan tentang keberadaan zat-zat di
jagat raya, tentang adanya kehidupan di planet ini, tentang sifat khusus
manusia bila dibandingkan dengan binatang, dan sukacita yang kita peroleh dari
kesadaran diri tentang siapa kita.
Oleh karena itu, mari kita lihat
pendekatan empat jalur dari Alkitab yang akan meyakinkan kita bahwa Allah ada.
Empat
Pernyataan Diri Allah
Alkitab tidak meminta kita untuk
menerima keberadaan Allah begitu saja. Namun, Alkitab menunjukkan kepada kita
bagaimana Allah, melalui Roh-Nya, telah menyatakan diri-Nya kepada kita, baik
di masa lampau maupun masa kini.
Saat kita meneliti empat jalur
pembuktian alkitabiah, ujilah hal itu dengan pengetahuan Anda tentang alam
semesta, hati manusia, Alkitab, dan Yesus Kristus. Lihat, adakah Anda akan
menyetujui bahwa Alkitab dapat memberi penjelasan yang lengkap tentang pernyataan
Allah kepada Anda.
PERNYATAAN ALLAH: Melalui Penciptaan
Tak seorang pun dapat menyangkal bahwa
alam semesta yang kompleks ini adalah suatu keajaiban yang agung dan
menakjubkan. Merenungkan keluasan dan keagungannya saja dapat membuat kita
pusing. Lalu, bagaimana semua itu bisa ada? Mungkinkah semua ini terjadi karena
suatu ledakan raksasa, sebagaimana dikemukakan oleh banyak ilmuwan? Atau semua
ini terjadi sebagai hasil perencanaan yang teliti dari Allah Yang Mahabesar?
Mari kita lihat sejenak dua bagian
Alkitab yang berbicara tentang pernyataan diri Allah melalui alam semesta.
Pertama, kita lihat kitab Ayub dalam Perjanjian Lama. Sebagaimana Anda ingat,
Ayub dicobai iblis dengan sangat berat. Seperti manusia zaman sekarang, Ayub
menjumpai kesulitan besar untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana Allah yang baik
dapat mengizinkan ketidakadilan seperti penyakit dan penderitaan? Ayub dikenal
sebagai orang yang sungguh-sungguh mengasihi Allah, namun kekayaan dan
anak-anaknya diambil, dan ia sendiri dijangkiti bisul.
[Bila sebuah jam membuktikan
keberadaan seorang pembuat jam, namun alam semesta tidak dapat membuktikan
keberadaan Arsiteknya Yang Agung, maka saya bersedia disebut orang bodoh.
— Voltaire]
Setelah lama berusaha mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan tentang Allah, Ayub akhirnya mendengar sendiri dari
Allah. Di dalam badai Allah berbicara kepadanya bahwa untuk melihat Dia Ayub
harus dapat memandang melampaui berbagai kesulitan yang menekan dan melihat
alam semesta serta dunia sekitarnya (Ayub 38). Mari kita perhatikan beberapa
bukti alam semesta dalam firman Allah ini dan melihat bagaimana hal-hal
tersebut akan menuntun kita kepada suatu kesimpulan:
- Keajaiban penciptaan bumi (ayat 4-6)
- Keajaiban langit (ayat 7)
- Keajaiban keseimbangan laut-darat (ayat 8).
- Keajaiban fajar yang baru (ayat 12)
- Keajaiban dasar samudera raya (ayat 16).
- Keajaiban siklus hidup-mati (ayat 17).
- Keajaiban asalnya terang (ayat 19).
- Keajaiban badai elektrik (ayat 24).
- Keajaiban angin (ayat 24).\
- Keajaiban siklus hidrologis (ayat 25-30).
- Keajaiban hewan yang memelihara anaknya (Ayub 39:1-3).
Inti perkataan Allah sebenarnya,
"Dalam sengsaramu engkau bertanya di mana Aku ketika engkau menderita.
Lihatlah kembali dunia di sekelilingmu dan engkau akan melihat Aku di sana dan
diingatkan akan kebijaksanaan dan kuasa-Ku." Bruce Demarest, penulis buku General
Revelation (Pewahyuan Umum), menulis, "Dengan perantaraan karya
penciptaan yang luar biasa, Ayub merasakan keberadaan Allah. Tertegun, merasa
rendah, dan dipenuhi rasa hormat saat merenungkan Allah dan karya-karya-Nya,
Ayub membuka mulut-Nya dan berkata, ‘Hanya dari kata orang saja aku mendengar
tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu
aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan
abu’" (Ayub 42:5,6).
[Pilihannya sederhana: pilih Allah
yang mandiri atau alam semesta yang mandiri — namun alam semesta
tidak menunjukkan bahwa ia adalah sesuatu yang mandiri. — A. J.
Hoover]
Banyak bagian dalam Mazmur juga
menyaksikan bahwa alam semesta memberikan bukti tentang keberadaan Allah.
Mazmur 19:1-5, misalnya, mengatakan bahwa suara Allah dapat didengar melalui
seluruh ciptaan-Nya. Pemazmur menulis:
Langit
menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;
hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu
kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak
terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka
sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari.
Siang dan malam, kata Pemazmur,
kemuliaan Allah diberitakan melalui "langit" dan
"cakrawala". Dan berita tersebut tersedia bagi semua yang mau
mendengar, karena suara mereka terpencar ke seluruh dunia dan akan didengar
"sampai ke ujung bumi".
Untuk memberikan contoh yang
mendukung pernyataan pemazmur, kita dapat menggunakan banyak cara. Kita dapat
menyampaikan ketidakmungkinan yang logis bahwa hidup dimulai tanpa stimulus
dari luar, tak peduli berapa waktu yang ditetapkan para ilmuwan untuk kejadian
seperti itu. Kita dapat berbicara tentang pola yang rumit dari gerak
benda-benda angkasa di alam semesta, termasuk ketepatan waktu jalur tempuh
mereka satu dan lainnya. Kita dapat berbicara tentang kemiringan yang tepat
dari bumi, jaraknya yang tepat dari matahari, dan perjalanannya yang tepat
melalui tata surya kita, semua itu merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh iklim sedang yang kita nikmati.
Untuk singkatnya, mari kita teliti
satu bagian kecil yang penting dari keberadaan kita, yakni mata. Mari kita
lihat bagaimana rumitnya mata yang menyiratkan keterlibatan seorang perancang
yang sangat pandai dan yang menolak setiap gagasan pengembangan yang
sembarangan.
[Berbagai pernyataan dari orang-orang
yang tidak percaya, tidaklah lebih berbobot daripada bukti-bukti nyata yang
menunjukkan bahwa alam semesta direncanakan dengan cermat oleh Sang Pencipta.
— Russell DeLong]
Menurut kebanyakan orang yang tidak
percaya kepada Allah, kita mencapai keadaan fisik seperti sekarang ini atas dasar
evolusi. Mereka menyatakan bahwa apa yang dimulai dari sesuatu yang bersel
satu, beberapa ratus juta tahun yang lalu, akhirnya berkembang menjadi manusia.
Namun mari kita perhatikan satu organ tubuh yang kecil ini dan melihat apakah
secara logis ia dapat menempuh jalur evolusi. Bila tidak, bukankah secara rasio
kita dapat menyimpulkan bahwa ia berasal dari tangan Sang Perancang Agung?
Inilah masalahnya. Jika kita mengambil
salah satu bagian dari mata, retina, misalnya maka mata tidak akan berfungsi. Atau
ambil saja lensanya. Tidak ada penglihatan. Ambil korneanya? Kebutaan. Agar
mata dapat berfungsi, semua bagian harus ada dan bekerja. Ini pun sudah
merupakan argumentasi kuat akan adanya perencanaan.
[Sebab apa yang tidak tampak dari
pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada
pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat
berdalih. — Paulus (Roma 1:20)]
Namun, mari kita lihat dengan cara lain.
Kita bawa konsep ini kembali ke dalam rantai evolusi. Pada suatu ketika dalam
perjalanan evolusi, suatu makhluk yang kelak akan menjadi manusia harus mulai
memiliki mata. Namun bagaimana mulainya? Mata tidak mungkin berevolusi, karena
tidak ada sesuatu yang dapat menyebabkan makhluk itu mulai membentuk mata yang
tidak dapat melihat. Teori evolusi mengatakan bahwa perubahan terjadi karena
adaptasi. Lalu, apa yang menyebabkan suatu makhluk tak bermata menghendaki mata
yang tak berguna pada kepalanya? Bagaimana ia tahu bahwa ia akan membutuhkan
mata yang dapat melihat?
Baik mata dapat berfungsi atau tidak,
tak ada alasan bagi suatu makhluk untuk mulai membentuk mata yang tak sempurna
supaya kelak pada tingkat evolusi lebih tinggi menjadi mata yang dapat melihat.
Lalu, di mana mata itu mulai dibentuk? Secara kebetulan atau direncanakan?
Kerumitan struktur mata yang mengherankan dan keterkaitan semua bagiannya
membuktikan adanya Sang Perancang dan Pencipta yang tahu apa yang Dia lakukan.
(Ilustrasi ini diambil dari buku The Truth: God or Evolution? karya
Marshall dan Sandra Hall, Baker Book House, 1975).
Alkitab menyatakan bahwa Allah adalah
sumber dari segala sesuatu. Penulis surat Ibrani menegaskan hal itu dengan
mengatakan:
Karena iman
kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga
apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat (Ibrani
11:3).
Ini merupakan pernyataan yang
mengherankan. Ia menegaskan bahwa Allah menjadikan seluruh alam semesta dengan
menggunakan bahan-bahan yang tak dapat kita lihat, hanya dengan firman-Nya.
[Alam semesta adalah sumber teologi.
Alkitab menegaskan bahwa Allah telah menampakkan diri-Nya melalui alam semesta.
— A. H. Strong]
Walaupun tampaknya sulit untuk
dipercaya, namun hal ini masih jauh lebih masuk akal daripada pilihan lain.
Jika memang alam semesta tidak diciptakan oleh Allah dari kehampaan, maka
jawaban yang paling tepat setelah itu ialah bahwa alam semesta diciptakan oleh
"bukan siapa pun" dari kehampaan. Bandingkan kedua ide tersebut berdasarkan
akal sehat dan lihat kesimpulan apa yang Anda capai.
PERNYATAAN ALLAH: Melalui Akal Budi
Mengapa hak-hak azasi manusia begitu
penting bagi orang-orang di seluruh dunia? Bagaimana sebuah organisasi seperti
Amnesty International dapat menentukan perlakuan yang layak bagi manusia tanpa
melihat siapa mereka dan di mana mereka tinggal? Mengapa orang-orang di seluruh
dunia memiliki standar moral yang sangat mirip satu dengan yang lain?
Mungkinkah dasar pengetahuan tentang yang benar dan salah ini merupakan kesaksian
dari dalam diri kita tentang keberadaan Allah? Jika demikian, kita seharusnya
dapat melihat suatu pernyataan universal tentang kesadaran akan Allah.
Salah satu aktivitas manusia yang
tampaknya menguatkan konsep pengetahuan universal tentang Allah adalah
perhatian besar manusia terhadap agama. Dalam setiap budaya dan daerah,
orang-orang melakukan ibadah. Walaupun sering kali mereka tidak tahu apa yang
mereka sembah, tapi pasti ada alasan yang kuat mengapa mereka melakukan hal
itu. Dalam diri setiap manusia terdapat perasaan bahwa ada suatu
"makhluk" yang lebih tinggi berada di atasnya. Dr. Robert Ratray,
seorang pakar dalam agama-agama tradisional Afrika, melihat adanya sifat yang
sangat khusus tentang pengetahuan akan Allah yang ada pada manusia melalui
pernyataan batin, lepas dari firman Allah. Berbicara tentang orang-orang
Ashanti yang hidup di Pantai Emas, Afrika, ia mengatakan:
Saya yakin
bahwa dalam pikiran orang Ashanti, konsep tentang makhluk tertinggi tak ada
hubungannya sama sekali dengan pengaruh pengabaran Injil, hubungan dengan orang
kristiani, maupun, menurut saya, dengan orang-orang dari kepercayaan
lain … Dengan demikian dapat dikatakan bahwa benar makhluk tertinggi
yang konsepnya telah menyatu dengan pikiran orang Ashanti, adalah Yehovanya
orang Israel. Kita telah melihat bahwa umat manusia memiliki suatu kesaksian
batin tentang kebera-daan Allah dan sifat moral-Nya.
Dalam Kis 17, kita melihat contoh
tentang kecenderungan manusia untuk beribadah — hal itu membuktikan
tentang keberadaan Allah dan menunjukkan kecenderungan manusia untuk menyalah artikan
pengetahuan yang ia miliki. Ketika Paulus tiba di Atena, ia melihat bahwa kota
itu penuh dengan berhala. Mulai dari ayat 22 kita membaca:
Paulus pergi berdiri di atas
Areopagus dan berkata: "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam
segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku
berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku
menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: KEPADA ALLAH YANG TIDAK DIKENAL.
Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada
kamu" (ayat 22, 23).
Kemudian Paulus menggunakan
kesempatan ini untuk memperkenalkan satu-satunya Allah yang sejati kepada
penyembah-penyembah berhala itu. Yang menarik untuk disimak adalah bahwa
orang-orang Atena memiliki pengetahuan yang begitu mendalam tentang Allah,
sehingga di samping semua berhala, mereka juga menyembah seorang allah yang
tidak dikenal, hanya untuk memastikan bahwa tidak ada satu allah pun yang luput
mereka sembah. Mereka tidak perlu diyakinkan tentang keberadaan Allah; mereka
hanya perlu diarahkan kepada Allah yang benar.
Sebelumnya, dalam surat Roma Paulus
mengajukan pertanyaan tentang pengetahuan batin yang mendasar dalam hati semua
orang. Ketika ia berbicara tentang orang yang bukan Yahudi, ia berkata bahwa
"isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka
turut bersaksi" (Roma 2:15). Paulus mengimplikasikan bahwa semua orang,
hingga taraf tertentu, mengerti apa yang benar dan salah karena Allah telah
memberikan pengetahuan ini kepada mereka. Juga orang-orang yang tak pernah
terdidik dalam peraturan-peraturan Perjanjian Lama, khususnya Sepuluh Perintah
Allah, memiliki pengetahuan batin tentang ide-ide yang mendasar ini. Menurut
Paulus, hal ini adalah pengetahuan yang diberikan oleh Allah. Adanya kesadaran
universal tentang perilaku yang baik inilah yang menjadi bukti dari keberadaan
Allah.
Roma 1:18-32 memberikan bukti kuat
bahwa setiap orang memiliki pengetahuan batin tentang Allah. Sebagai contoh,
renungkan ayat-ayat berikut ini:
"Sebab
murka Allah nyata dari surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang
menindas kebenaran dengan kelaliman" (ayat 18).
"Karena
apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah
telah menyatakannya kepada mereka" (ayat 19).
"Sebab
sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau
mengucap syukur kepada-Nya" (ayat 21).
"Sebab
mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah
makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya"
(ayat 25).
-" … mereka
tidak merasa perlu untuk mengakui Allah" (ayat 28).
"Sebab
walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, mereka tetap berbuat
jahat" (ayat 32).
Setiap orang memiliki pengetahuan
batin tentang Allah. Paulus mengatakan bahwa "apa yang dapat mereka
ketahui tentang Allah nyata bagi mereka." Namun walaupun semua manusia
memiliki kesaksian batin bahwa Allah ada, orang tidak mau mengakuinya, mereka
"menindas kebenaran".
Untuk mengakhiri bagian ini, mari
kita ingat sejenak reaksi orang-orang di seluruh dunia bila mereka membaca
tentang perbuatan-perbuatan keji terorisme atau pelanggaran hak asasi manusia.
Perbuatan-perbuatan seperti itu menjijikkan bagi semua orang, tanpa
memperhatikan keyakinan atau latar belakang mereka. Mengapa? Apakah ini
merupakan hasil dari perilaku sosial yang dipelajari ketika kita menaiki tangga
evolusi? Jika demikian, moralitas yang kita miliki hanyalah suatu sifat hewani
yang lebih maju. Demikian juga dengan sifat-sifat khusus lainnya, seperti
intelektual, belas kasihan, bahkan penalaran ilmiah. Di mana permulaan
sifat-sifat ini pada kelompok primata? Mengapa hanya satu makhluk —
manusia — yang memiliki hal-hal ini, walaupun teori evolusi
menyatakan bahwa ada hewan-hewan lain yang hidup lebih lama daripada manusia?
Dan, apakah yang menyebabkan primata golongan pertama itu mulai mengembangkan
moral, belas kasihan, dan sifat-sifat khas lain yang hanya ada pada manusia?
Bukankah
akan lebih mudah dipercaya bila dikatakan bahwa suatu jenis makhluk menjadi
bermoral karena memiliki Pencipta yang bermoral, "Seseorang" yang
menanamkan sifat-sifat tersebut pada semua manusia?
PERNYATAAN ALLAH: Melalui Komunikasi
Meskipun Allah telah menyatakan
keberadaan-Nya melalui alam semesta dan kesadaran batin dalam diri kita, tetapi
itu belum cukup. Kita tidak akan pernah mengetahui segala sesuatu yang perlu
kita ketahui tentang Dia bila Dia tidak memutuskan untuk mengatakannya kepada
kita secara khusus tentang diri-Nya melalui cara-cara lain. Kita dapat melihat
hasil pernyataan diri yang samar dengan memperhatikan ritual dan penyembahan
berhala oleh suku-suku primitif. Melalui alam semesta dan akal budi, mereka
menyadari bahwa ada "Seseorang" yang lebih tinggi dari mereka, tetapi
mereka tidak tahu siapa "Seseorang" itu sebenarnya. Karena itu mereka
berusaha menyembah Allah tanpa mengenal-Nya. Ritual-ritual pengorbanan mereka
menunjukkan kesadaran mereka akan "Seseorang" yang mereka rasa harus
mereka puaskan. Perhatian mereka pada roh-roh jahat menunjukkan pengetahuan
batin mereka terhadap hal yang baik dan jahat. Yang perlu dimengerti oleh
orang-orang ini adalah bahwa dengan hanya mengetahui bahwa Allah ada tak dapat
memuaskan hati manusia. Manusia perlu mengenal Allah secara pribadi.
Itulah sebabnya sangat penting bagi kita
untuk melihat cara ketiga yang dipilih Allah agar kita mengetahui
keberadaan-Nya. Selama beribu-ribu tahun, melalui berbagai peristiwa yang
terjadi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan dituliskan oleh
orang-orang yang diilhami Allah, Allah berkomunikasi dengan umat manusia dengan
cara-cara khusus. Melalui pernyataan-pernyataan khusus inilah kita mengetahui
seperti apa Allah dan apa yang Dia harapkan dari kita.
Alkitab menjelaskan bahwa bukti-bukti
pernyataan khusus banyak didapati pada permulaan zaman. Misalnya, Allah berbicara
secara langsung kepada Adam di Taman Eden. Dia bertemu dengan Adam untuk
bercakap-cakap. Allah memberitahukan kepadanya tentang satu-satunya pohon yang
terlarang baginya. Kemudian, ketika Adam dan Hawa melanggar perintah itu, Dia
secara tegas menyampaikan penghakiman-Nya atas mereka.
[Kita tidak akan pernah memperoleh
100 persen [Allah] dalam Alkitab melalui bukti-bukti dari teologi alam semesta.
— A. J. Hoover]
Allah terus berkomunikasi dengan banyak
orang setelah Adam dan Hawa dikeluarkan dari Taman Eden. Kain mendengar
suara-Nya. Demikian juga Henokh, Nuh, Abraham, Ishak, dan Yakub. Bagi
orang-orang zaman dulu tersebut, keberadaan Allah sungguh nyata. Mereka mendengar
Dia dengan cara yang membuat keberadaan-Nya tak perlu diragukan lagi.
Pernyataan khusus Allah kepada umat
manusia juga terjadi dalam bentuk lain. Selain berbicara dengan tegas secara
langsung kepada orang-orang tersebut di atas dan lainnya, Dia juga
berkomunikasi dengan cara yang tidak begitu langsung, tetapi sama berartinya.
Lewat inspirasi Roh-Nya Dia membuat sejumlah orang menuliskan serangkaian
dokumen yang kini kita namakan Alkitab.
Untuk menunjukkan pernyataan Alkitab
bahwa Allah berbicara secara langsung melalui para penulisnya, kita dapat
melihat beberapa ayat dalam Perjanjian Baru. Dalam 2Petrus 1:21, sang rasul
berkata:
Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan
oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara
atas nama Allah.
Inilah pernyataan bahwa para penulis
Perjanjian Lama yang berbicara tentang hal-hal seperti penghakiman Allah,
peristiwa-peristiwa masa depan, kedatangan Kristus, dan hubungan Allah dengan
Israel, tidak berbicara atas nama mereka sendiri. Mereka berbicara atas nama
Allah Pencipta.
Ayat lain
yang berbicara tentang pernyataan khusus adalah 2Tim 3:16,17, yang di dalamnya
Paulus berkata:
Segala tulisan yang diilhamkan Allah
memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia
kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.
Sekali lagi, pernyataan tersebut
disampaikan dengan cara Allah menyatakan diri secara khusus melalui kata-kata
di dalam Alkitab. Ayat-ayat dalam 2Timotius ini menunjukkan bahwa dengan
membaca dan menaati kata-kata tersebut, seseorang dapat akrab dengan pikiran
Allah sehingga ia dapat menjadi pribadi yang dikehendaki Allah.
[Roh Tuhan berbicara dengan perantaraanku,
Firman-Nya ada di lidahku. — Daud (2Samuel 23:2)]
Namun, dapatkah kita melihat bukti,
selain yang dikatakan Alkitab tentang dirinya sendiri, bahwa buku ini berbeda
dari semua buku agama-agama lain? Apakah ia cukup bermakna untuk dapat dipercaya
sebagai alat komunikasi khusus dari Allah? Bila kita melihat keunikan Alkitab,
hal ini menunjukkan bahwa Alkitab bukan suatu kumpulan tulisan dari orang-orang
biasa. Sebaliknya, itu merupakan kumpulan dokumen-dokumen yang akurat dan
menakjubkan yang telah bertahan selama ribuan tahun. Alkitab menjadi bukti dari
sesuatu yang tersusun dan terjaga secara ajaib.
Alkitab unik di antara buku-buku lain
karena banyak sebab.
Sebuah cerita tunggal tersusun melalui
seluruh kitabnya, walaupun orang-orang yang menulisnya tidak pernah bekerja
sama. Kitab-kitab Perjanjian Lama meramalkan dan kitab-kitab Perjanjian Baru
mempro-klamirkan kedatangan Mesias-Raja.
Bila Alkitab berbicara tentang hal-hal
ilmiah (walaupun tentang hal-hal tersebut para penulis tidak mungkin memiliki
bukti-bukti empiris), maka ia selalu tepat (Ayub 26:7-12; Yesaya 40:22; 1Kor
15:39).
Fakta-fakta dan nama-nama bersejarah
dalam Alkitab secara terus-menerus terbukti kebenarannya dalam berbagai
penelitian dan penemuan arkeologi. Dokumen-dokumen yang diterjemahkan menjadi
Alkitab telah terjaga dengan cara-cara yang ajaib, sehingga memberikan
catatan-catatan yang tepat tentang apa yang ditulis oleh para penulis Alkitab. Tulisan-tulisan
itu menyatakan bahwa dirinya berasal dari Allah (Yeremia 1:2; Yehezkiel 1:1-3;
Zefanya 1:1).
Tidak terlalu jauh bila kita
menyimpulkan bahwa dengan cara-cara komunikasi yang khusus, Allah telah
menyatakan kepada kita lebih dari sekadar keberadaan-Nya. Dia memberi tahu kita
tentang sifat, kehendak, dan kasih-Nya kepada umat manusia. Itu sebabnya
Alkitab begitu penting. Alkitab memberi tahu kita bagaimana kita dapat
menemukan damai dengan Allah Pencipta dan bagaimana kita dapat hidup dengan
cara yang berkenan kepada-Nya.
PERNYATAAN ALLAH: Melalui Kristus
Sekalipun kita telah mengenal Allah
melalui alam semesta, sadar bahwa Dia ada karena kita memiliki pengetahuan
tentang Dia dalam hati kita dan telah membaca tentang Dia dalam Alkitab tetapi
faktor-faktor itu saja tidak akan memberikan pernyataan yang lengkap tentang Allah.
Untuk mengetahui Allah selengkap mungkin, kita perlu melihat-Nya saat Dia
berinteraksi dengan umat manusia. Kita perlu melihat bahwa Dia dapat menggenapi
nubuatan-nubuatan para nabi Perjanjian Lama. Hal ini dapat terjadi hanya bila
kita melihat Allah ketika Dia menyatakan diri melalui Kristus.
Walaupun kita sering berpikir demikian,
sebenarnya pernyataan Allah melalui Kristus tidak dimulai di palungan Betlehem.
Dalam Alkitab, Yesus diidentifikasi sebagai Pencipta segala sesuatu (Yohanes
1:1-3). Dia lebih dari bayi penting Yahudi yang terbaring dalam sebuah kandang
di Yehuda. Dia merupakan sumber dari semua bukti tentang Allah yang dapat
ditemukan dalam penciptaan, akal budi, dan komunikasi.
Selain itu,
selama 33 tahun hidup di dunia, Yesus menunjukkan kepribadian dan sifat Allah
kepada manusia. Yesus mengatakan bahwa melihat-Nya berarti melihat Bapa
(Yohanes 14:9). Di samping itu, Rasul Yohanes menyatakan: "Tidak seorang
pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan
Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya" (Yohanes 1:18).
Sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa
Allah secara khusus menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui Kristus, dapat
ditemukan pada permulaan surat Ibrani:
Setelah pada
zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek
moyang kita dengan perantara nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah
berbicara kepada kita dengan perantara Anak-Nya (Ibrani 1:1,2).
Dengan demikian, cara keempat Allah
menyatakan diri-Nya kepada manusia adalah melalui kedatangan Kristus ke dunia.
Yesus merupakan bukti darah-dan-daging bahwa Allah ada. Bahkan kedatangan Yesus
ke dunia sebagai manusia merupakan pernyataan Allah yang terhebat, karena Yesus
Kristus adalah Allah.
Dalam Roma 9:5 Rasul Paulus
mengatakan, "Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai
selama-lamanya." Yohanes dalam suratnya yang pertama menyatakan,
"Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah
mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita
ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang
benar dan hidup yang kekal" (1Yohanes 5:20). Dan dalam Ibrani 1:8, Bapa
berkata kepada Anak, "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan
selamanya."
Ya, Dia yang melewati jalan-jalan
berdebu di Galilea sambil menyembuhkan orang yang sakit, membangkitkan yang
mati dan mengajarkan kebenaran kerajaan Allah, adalah Allah yang berinkarnasi.
Bila Dia berbicara, Allah yang berbicara; bila Dia bertindak, Allah yang
bertindak. Alkitab mengidentifikasikan diri sebagai Firman yang tertulis, dan
Kristus dinamakan Firman Allah yang hidup (Yohanes 1:1-14). Renungkanlah apa
artinya bahwa Kristus adalah pernyataan Allah yang terhebat. Jika Anda ingin
mengetahui jawaban Allah terhadap mereka yang berada dalam kebutuhan fisik yang
terdalam, lihatlah pada Yesus ketika ia menjawab kebutuhan orang banyak dengan
penuh belas kasihan. Jika Anda ingin mengetahui sikap Allah tentang legalisme
dan pembenaran diri, lihatlah hubungan Kristus dengan kaum Farisi. Jika Anda
ingin mengetahui perasaan Allah terhadap mereka yang bertobat, lihatlah kepada
Anak Allah ketika Dia mengampuni mereka yang sungguh-sungguh berubah hatinya.
Jika Anda ingin mengetahui hubungan Allah dengan mereka yang percaya
kepada-Nya, lihatlah kepada Yesus dalam pimpinan-Nya yang lemah lembut terhadap
murid-murid-Nya.
[Mengenal Yesus berarti mengenal
Allah (Yohanes 8:19; 14:7). Melihat Dia berarti melihat Allah (Yohanes 12:45;
14:9). Percaya kepada-Nya berarti percaya kepada Allah (Yohanes 12:44; 14:1).
Menerima Dia berarti menerima Allah (Mr 9:37). — John Stott]
Oleh karena itu, bila Anda ingin
mengenal Allah, pandanglah Yesus Kristus. Hanya melalui kedatangan Yesus
sebagai manusia, terbuka jalan bagi kita yang hidup sesudah masa Perjanjian
Lama untuk mengenal Allah.
Melintasi
Jembatan
Kita semua punya pilihan. Kita dapat
melihat bukti-bukti tentang keberadaan Allah dan percaya bahwa Dia ada, atau
mengesampingkan bukti-bukti itu dan memutuskan bahwa tak ada Allah.
Bagaimanapun juga, kita harus melintasi jembatan iman, karena kedua jawaban itu
tak dapat memberikan pembuktian secara laboratorium. Pertanyaan kuncinya
adalah: dalam suatu hal yang begitu mendasar bagi kesejahteraan kita, posisi
mana yang (secara jujur) kita pilih? Mari kita lihat sekali lagi pilihan-pilihan
yang dapat membimbing kita saat melintasi jembatan tersebut.
PILIHAN 1:
Allah ada
Alam semesta mencerminkan adanya seorang
perancang dan pencipta, sama seperti sebuah jam atau kamus.
Adanya akal budi manusia sebagai suara
hati yang memungkinkan seseorang yang percaya kepada Allah mengikuti
pertimbangannya yang terbaik dan nalurinya yang tertinggi.
Tulisan-tulisan dalam Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru menyatakan bahwa mereka berbicara atas nama Allah dengan
cara yang konsisten dengan bukti-bukti tentang Allah dalam penciptaan dan akal
budi.
Kristus adalah bukti terkuat tentang
Allah karena Dia dinyatakan sebagai Pencipta (Yohanes 1:3); sumber akal budi
(Yohanes 1:9), dan fokus dari Alkitab (Yohanes 5:39).
PILIHAN 2: Allah tidak ada
Dunia kita
dengan segala sumber daya, kerumitan, dan keteraturannya tanpa ada pendorong,
sebab atau sumber dari siapa pun. Segalanya "terjadi" begitu saja.
Hukum-hukum
yang mengatur alam semesta telah berkembang tanpa ada bimbingan dan pengarahan.
Lompatan-lompatan
besar terjadi karena evolusi, sehingga memungkinkan yang bukan-tumbuhan
melintasi jurang dan menjadi tumbuhan, dan yang bukan-binatang menjadi
binatang. Tanpa bimbingan, makhluk-makhluk ini mengembangkan otak meski dahulu
tidak ada otak, dan alat-alat perasa meski dahulu tidak ada alat-alat seperti
itu.
Keacakan
menjadi dasar komposisi yang serba halus dan unik dari planet ini yang
menempatkan kita dalam oase kehidupan di tengah gurun alam semesta yang
bersikap bermusuhan.
Manusia tidak
memiliki roh. Keberadaannya berakhir pada saat kematian, sama seperti anjing
dan kucing.
Moralitas yang
dimiliki manusia dibuatnya sendiri dan berasal dari masyarakat. Karena itu tak
seorang pun dapat melakukan penilaian terhadap orang lain.
Alkitab, sebuah
Buku yang ditulis oleh 40 orang yang berbeda dan hidup dalam tenggang waktu
1.500 tahun yang membuat berbagai catatan secara terpisah dan mencatat berbagai
peristiwa secara mandiri, mengisahkan sebuah cerita tunggal yang terpadu secara
luar biasa, merupakan kebetulan yang menak-jubkan.
Tak ada rencana
induk buat manusia. Keberadaan kita adalah suatu kebetulan, kerja kita di dunia
tidak ada buahnya dan hubungan-hubungan kita dengan orang lain pada akhirnya
tidak bermakna sama sekali. Seperti segerombolan binatang buas, kita tidak
memiliki tujuan di dunia ini kecuali untuk mempertahankan hidup.
Kristus tidak
mengatakan kebenaran ketika berkata bahwa Dia adalah Anak Allah yang datang ke
dunia untuk menyelamatkan kita dari kematian kekal dan membawa kita kepada
Allah.
Pada pilihan yang mana Anda akan
mempertaruhkan masa depan kekal Anda? Jembatan mana yang akan Anda lintasi?
Mengapa
Sebagian Orang Tidak Percaya?
Alkitab tidak lagi bersikap diplomatis
ketika berbicara tentang mengapa sebagian orang tidak percaya akan keberadaan
Allah. Mazmur 14:1 tidak menutupi sesuatu pun ketika mengatakan, "Orang
bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’"
Ucapan ini tidaklah sekeras
kedengarannya. Ayat ini tidak menunjuk pada keterbatasan intelektual mereka
yang tidak percaya. Kata Ibrani yang diterjemahkan "bebal" di sini
menunjuk pada orang yang jahat, licik, dan cacat secara moral. Definisi ini
didukung oleh konteksnya, karena ayat 1 memberi penjelasan tentang orang bebal:
"Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik."
Dengan kata lain, ada orang-orang yang menolak keberadaan Allah karena gaya
hidup mereka yang jahat.
Dalam Mazmur 10:13 sebuah pertanyaan
muncul, "Mengapa orang fasik menista Allah?" Jawabnya "Sambil
berkata dalam hatinya: ‘Engkau tidak menuntut?’" Karena ia tidak mau
menghadapi penghakiman atas dosa-dosanya, ia menolak Allah. Rasul Yohanes
mengatakan demikian:
…
manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan
mereka jahat. Sebab barang siapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak
datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak
tampak (Yohanes 3:19,20).
Orang yang memutuskan untuk hidup
tanpa menurut kehendak Allah akan cenderung melihat alam semesta tanpa Allah.
Kata kunci di sini bukanlah keraguan, tetapi penolakan. Kita dapat melihat sebuah ilustrasi
tentang hal ini dengan meneliti sebuah kejadian dalam kehidupan Yesus. Dalam
Yohanes 5 kita membaca bahwa Yesus menyembuhkan seseorang pada hari Sabat.
Ketika orang-orang Farisi mendengar hal ini, mereka marah dan "berusaha
menganiaya Yesus" (ayat 16). Situasi menjadi semakin gawat ketika Yesus
memanggil Allah sebagai "Bapa-Ku," yang dianggap oleh orang-orang
Farisi sebagai suatu pernyataan kesetaraan dengan Allah. Menghadapi para
pejabat (rohani) yang marah itu, Yesus memberikan beberapa alasan mengapa
mereka seharusnya percaya bahwa Dia adalah Allah.
Namun mereka tidak mau percaya. Dalam
penolakan mereka untuk percaya, kita melihat suatu pola yang selalu terulang
pada setiap orang yang menolak untuk percaya bahwa Allah ada. Inilah yang
dikatakan Yesus tentang ketidaksediaan mereka untuk percaya walaupun
bukti-bukti telah jelas:
"Kamu tidak mau datang
kepada-Ku … (ayat 40). "Kamu tidak menerima Aku"
(ayat 43). "Kamu tidak percaya … " (ayat 47).
Inti dari ketidakpercayaan, demikian
kata Yesus, adalah penolakan. Ini bukan masalah pengetahuan atau bukti
— kaum Farisi memiliki pengetahuan dan bukti yang sangat banyak.
Ini masalah kemauan. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar
dengan telinga sendiri perbuatan-perbuatan ajaib Yesus. Mereka mengetahui
nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama tentang Mesias, namun mereka mengeraskan
hati untuk menyangkal keilahian Yesus.
Demikian juga halnya dengan banyak orang
yang menolak untuk percaya kepada Allah. Dengan kesadaran dan kemauan sendiri
mereka menolak bukti-bukti yang meyakinkan. Mereka memberontak terhadap apa
yang mereka ketahui dan lihat sendiri.
Perhatikan perkataan Rasul Yohanes
tentang mereka yang tidak mau percaya:
Siapakah
pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu
adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak (1Yohanes
2:22).
Kata-kata itu cukup keras, tetapi
menggambarkan dengan jelas masalah dari orang-orang yang secara sadar
menyatakan bahwa keempat pernyataan Allah tentang diri-Nya belum cukup untuk
meyakinkan mereka akan keberadaan-Nya.
Empat Argumen
Klasik
Para pakar telah lama mencari argumen
yang tak terbantahkan tentang keberadaan Allah! Namun, dengan argumen saja
tidak dapat meyakinkan semua orang, karena selalu akan ada orang-orang skeptis
yang menuntut bukti-bukti empiris — bukti-bukti yang tidak
tersedia.
Namun dari abad
ke abad, banyak usaha telah dilakukan untuk menyusun argumen-argumen guna
membuktikan bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemelihara dunia ini. Di bawah ini
tercantum empat hasil upaya para pemikir untuk membuktikan keberadaan Allah.
Argumen Keberadaan Nama klasik:
Argumen ontologis. Diungkapkan oleh: Anselm of Canterbury. Pandangan
utama: Setiap orang yang mau mempertimbangkan bahwa Allah ada sebenarnya
telah mengakui bahwa Allah ada. Inilah logika pernyataan tersebut. Secara
definisi, Allah adalah makhluk teragung yang mungkin ada. Bila Dia tidak ada,
Dia tidak dapat menjadi makhluk teragung. Oleh karena itu, makhluk seperti itu
ada. Dengan kata lain, fakta yang ada di dalam diri kita bahwa ada ide tentang
Allah, disebabkan oleh Allah sendiri.
Argumen Penyebab Pertama Nama klasik:
Argumen kosmologis. Diungkapkan oleh: Plato dan Aristoteles. Pandangan
utama: Dunia kita yang kompleks, terbatas, senantiasa berubah, dan dapat
dimengerti dengan akal, harus memiliki satu penyebab pertama yang meyakinkan.
Para ilmuwan pada umumnya setuju bahwa dunia kita memiliki awal. Dan awal
tersebut harus bertautan dengan sesuatu yang tidak bertautan dengan sesuatu pun
untuk keberadaannya. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak bertautan
kepada sesuatu pun ini haruslah tak terbatas, kekal, tak ada habisnya, dan
mandiri. Dan itu pastilah Allah.
Argumen Perencanaan Nama klasik:
Argumen teleologis. Diungkapkan oleh: Berbagai pemikir. Pandangan
utama: Tujuan dan perencanaan dunia menunjuk pada keberadaan Allah. Ahli
ilmu alam kagum akan kompleksitas dari segala sesuatu yang mereka pelajari.
Walaupun demikian, semua sistem bekerja dengan baik. Perhatikan keseimbangan
antara panas dan dingin, percampuran yang tepat antara oksigen dan gas-gas
lainnya, tirai tipis yang melindungi kita dari sinar ultraviolet, hubungan yang
kompleks antarbagian sistem ekologi. Semua itu menunjuk pada perencanaan yang
canggih.
Argumen Manusia Nama klasik:
Argumen antropologis. Pandangan utama: Dasar pemikiran ini berlandaskan
pada sifat dasar kepribadian manusia. Bila kita beribadah, kita mampu berpikir
secara abstrak dan memproyeksikan diri secara mental ke dunia yang lain. Kita
mampu mengambil keputusan-keputusan moral yang berat yang membuat kita bersedia
berkorban dengan gagah berani, yang tidak mungkin muncul dari naluri. Kita
mengagumi karya seni, musik, dan arsitektur. Sifat-sifat manusia yang luar
biasa ini pasti merupakan hasil karya Sang Pencipta yang berdaya pikir,
bermoral, dan berpribadi.
Percaya Atau
Tidak — Enam Pandangan
Saat manusia bergumul untuk menata
pandangan-pandangannya tentang Allah, ia sampai pada enam sudut pandang utama.
Inilah skema dari berbagai kepercayaan
itu.
KEPERCAYAAN
|
PANDANGAN DASAR
|
PENDUKUNG
|
KATA MEREKA
|
Agnostisisme
|
Tidak
mungkin mengetahui kebera-daan Allah. Kita tidak dapat menge-tahui bagaimana
awal dunia ini
|
Thomas
Huxley William Spencer
|
"Saya
tidak tahu apakah Allah ada atau tidak."
|
Ateisme
|
Tidak
perlu ada Allah. Dewa-dewa Yunani dan Allah dalam Alkitab sama saja
|
Madalyn
O’Hair, Bertrand Russell
|
Allah
tidak ada
|
Deisme
|
Allah
mulai meng-gerakkan alam semesta dan meningkatkannya untuk mencapai hasilnya
sendiri. Allah tidak lagi menaruh perhatian pada manusia
|
Benyamin
Franklin, Bertrand Russell
|
Dunia
sepert jam yang diputar sekali oleh Allah dan sekarang sedang berputar terus
sampai habis
|
Panteisme
|
Kita
semua adalah bagian dari Allah. Segala sesuatu yang ada, memiliki Allah
didalamnya
|
Spinoza,
Goethe
|
Seorang
pante-isme akan melihat sebuah pohon dan ber-kata “Pohon itu adalah Allah”
|
Panenteisme
|
Allah
meresapi seluruh alam semesta. Segala sesuatu ada didalam dia
|
Paul
Tillich, New Age Movement
|
Seorang
panente-isme akan melihat sebuah pohon dan ber-kata “Allah ada didalam pohon
itu”
|
Teisme
|
Hanya
ada satu Allah. Dia mencip-takan alam, dan kita dapat mengenal-Nya
|
Orang
Kristiani dan Yahudi
|
Allah
ada dan Dia tidak tinggal diam.
(F.
Schaeffer)
|
Sekarang Saya
Percaya Kepada Allah
Craig James Woods adalah seorang ahli
meteorologi yang bekerja pada sebuah stasiun televisi, yang profesionalisme dan
ketepatan prakiraan cuacanya membuat ia sangat disegani. Di sini ia
menceritakan tentang perjalanannya dari ateisme sampai akhirnya menjadi orang
yang beriman.
Lima belas tahun yang lalu saya adalah
seorang ateis. Saya telah memutuskan bahwa tidak ada Allah. Bagi saya,
satu-satunya kekuatan yang bekerja di dunia ini adalah gaya gravitasi, tidak
ada sesuatu yang lebih berpribadi dan peduli dibandingkan hal itu.
Saya selalu diberi tahu bahwa manusia
diciptakan menurut gambar Allah. Namun dari apa yang saya lihat pada diri
orang-orang dan bagaimana mereka saling memperlakukan, saya mendapati sebuah
gambaran yang tidak saya sukai. Di samping itu, penderitaan meluas yang
ditanggung umat manusia karena banjir, gempa bumi, penyakit, kebakaran, dan
bencana-bencana lainnya, menyebabkan saya menyimpulkan bahwa bila ada Allah,
Dia pasti tidak memedulikan manusia lebih baik dari saya. Jauh lebih masuk akal
untuk percaya bahwa tidak ada Allah daripada ada "Seorang" Allah yang
kejam dan semaunya sendiri.
Dengan keyakinan-keyakinan dan semua
argumen yang mendukungnya, saya tiba di Grand Rapids pada tahun 1972. Saya siap
bekerja keras untuk mencapai semua tujuan yang telah saya tetapkan bagi diri
saya. Saya menginginkan keluarga yang bahagia, rumah yang bagus, pekerjaan yang
menyenangkan, dan penghasilan yang layak. Pada usia 25 tahun, kelihatannya saya
hampir mencapai semua tujuan itu. Namun sesungguhnya saya merasakan kekecewaan
yang mendalam karena saya tidak merasakan kepuasan. Bahkan sebaliknya, saya
mulai merasakan ketidakpuasan dan ketidaktenangan yang sangat menekan. Saya
mulai merasakan kebosanan dalam hidup.
Pada masa itu
saya mulai bertemu (atau untuk pertama kalinya memerhatikan) orang-orang yang
berbeda kehidupannya. Mereka memiliki damai di dalam diri yang tidak saya
miliki karena kemauan saya sendiri. Hal ini membuat saya sangat marah. Dan
ketika orang-orang ini mengatakan bahwa damai mereka datang dari Allah yang
hidup di dalam diri mereka, saya menjadi lebih marah lagi.
[Mereka
memiliki damai di dalam diri yang tidak saya miliki karena kemauan saya
sendiri.]
Biasanya saya
dapat mengabaikan percakapan tentang Allah yang hidup sebagai suatu omong
kosong. Namun, kenyataan akan adanya sesuatu yang berbeda dalam kehidupan orang-orang
ini terlalu kuat untuk dibantah. Kemudian saya melihat suatu perubahan pada
istri saya, Marcie, yang lebih tak mungkin lagi untuk dibantah. Dalam sekejap,
banyak kepedihan, kekhawatiran, dan kebencian dalam dirinya diganti dengan roh
kedamaian dan kemantapan, sama seperti yang dialami oleh teman-teman saya.
Tiga minggu
kemudian, Marcie memberanikan diri untuk menceritakan kepada saya bahwa ia
telah menyerahkan hidupnya kepada Yesus Kristus. Saya tidak dapat melawan-Nya
lebih lama lagi. Saya pun menyerahkan hidup saya kepada Allah yang hidup ini,
yang telah memperkenalkan diri-Nya kepada saya melalui istri dan teman-teman
saya yang diubah-Nya.
Sekarang saya
tahu bahwa Allah ada. Dia telah menyatakan diri melalui Alkitab, yang dulu
tidak pernah saya percayai. Dia menyatakan diri-Nya melalui rancangan alam
semesta yang sekarang saya lihat dari sudut pandang yang berbeda. Dan Dia telah
menyatakan diri-Nya melalui hidup orang-orang yang menjadi kunci yang membuka
hati saya.
Dia siap dan
mau menyatakan diri-Nya kepada Anda juga, bila Anda meminta-Nya untuk
memperkenal-kan diri-Nya kepada Anda.
Bagaimana Saya
Dapat Mengenal Allah yang Ada?
Apakah Allah ada atau tidak, merupakan
pertanyaan yang penting. Namun sebenarnya, mengenal Allah adalah jauh lebih
penting. J. I. Packer menulis: "Untuk apa kita diciptakan? Untuk mengenal
Allah. Apa yang seharusnya menjadi tujuan hidup kita? Untuk mengenal Allah.
Apakah hidup kekal yang diberikan Yesus? Untuk mengenal Allah. Apakah yang
terbaik dalam hidup? Mengenal Allah. Apakah yang ada dalam diri manusia yang
paling menyenangkan Allah? Pengetahuan akan diri-Nya."
Namun siapakah
yang dapat memperkenalkan kita kepada Allah? Mari kita lihat apa kata Yesus
kepada murid-murid-Nya:
"Janganlah
gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah
Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya
kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila
Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang
kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada,
kamu pun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." Kata Tomas
kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana
kami tahu jalan ke situ?" Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang dating kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku.
Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia" (Yohanes
14:1-7).
Kami
mengundang Anda untuk mengakui dosa-dosa dan kebutuhan Anda akan Juruselamat.
Sadarilah bahwa Kristus telah mati untuk Anda. Dan percayalah kata-kata
Yohanes: "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya
menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya"
(Yohanes 1:12).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar