Tugas 1
“Bagaimana
caranya Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) menempatkan diri di
tengah-tengah Guru Agama lain dan Guru Pendidikan Umum yang bukan orang
Kristen, ketika mereka berada di Sekolah?”
Tanggapan:
Memahami
pertanyaan di atas, Jika saya sebagai seorang Guru pendidikan Agama
Kristen, maka hal yang saya lakukan sebagai cara untuk menempatkan diri,
1. Ketika berhadapan dengan Guru Agama lain, adalah:
Bersikap
Ekstrovert. Ekstrovert yang saya maksud di sini adalah memiliki sikap
(pribadi) terbuka terhadap hal-hal lain tanpa memandang perbedaan. Dalam
hal ini seorang guru berusaha membuka diri terhadap orang lain meskipun
orang lain atau guru tersebut tidak memiliki paham (iman) yang sama
dengan diri saya. Namun hal ini perlu saya lakukan mengingat bahwa
Sekolah adalah sebuah institusi/lembaga yang terdiri dari berbagai
elemen di dalamnya, mulai dari tenaga pendidik, dan peserta didik.
Sedangkan sebagai seorang pendidik, diperlukan adanya kerja sama. Hal
ini dimaksudkan untuk membantu proses pendidikan yang sedang berlangsung
di sekolah. Dalam hal ini jika berhadapan dengan Guru Agama lain, sikap
terbuka ini membantu saya untuk lebih memahami perbedaan yang ada dan
mampu bekerja sama sebagai Guru Agama, antara agama Kristen dengan agama
di luar Kristen. Sehingga sebagai seorang Guru saya memiliki kesempatan
untuk duduk, dan bertukar pikiran bersama sehubungan dengan tugas dan
profesi yang saya emban demi kebutuhan pendidikan yang bersentuhan
langsung dengan siswa. Salah satu kelemahan Guru Agama Kristen (Pendidik
Kristen) dewasa ini menurut saya adalah terlalu bersikap ‘introvert’
(lebih mementingkan urusan ke "dalam" atau menutup diri) sehingga
hubungan dengan sesama guru agama telah terkotak-kotak, saling kurang
terbuka karena perbedaan agama. Situasi tersebut mempermudah terjadinya
ketegangan dan mengundang perasaan saling curiga termasuk primordialisme
agama dengan cara mengajarkan kepada siswa (meski tidak secara formal)
bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar. Akibat ekstrim ialah
tumbuhnya fanatisme sempit yang dilatar belakangi oleh perbedaan agama
antar sesama Guru Agama. Jikalau hal ini yang terjadi dalam diri kita
sebagai tenaga pendidik, maka tidak mungkin kita akan mengkotak-kotakkan
siswa dalam hal memberikan sikap. Seperti contoh, jika siswa yang lain
(di luar agama Kristen) sedang mengalami masalah, kita enggan untuk
membantunya, atau memberikan nasehat supaya siswa tersebut berubah baik
dalam hal belajar maupun bertindak dalam hidup sehari-hari di lingkungan
sekolah.
2. Ketika berhadapan dengan Guru Pendidikan Umum
Memiliki
sikap Toleransi. Meski profesi yang sedang saya emban adalah Guru Agama
Kristen, tetapi saya menyadari bahwa semua orang diciptakan sebagai
gambar Allah (Kej. 1 dan 2), tak pandang beragama apa pun. Kesegambaran
manusia dengan penciptanya itu berarti panggilan supaya manusia
mencerminkan sifat-sifat Allah, yaitu kasih. Artinya, kita harus
mengasihi Allah dan se¬mua orang.
Keterbukaan
satu sama lain berarti toleransi. Istilah itu berasal dari kata
"tolerare" (Latin), artinya bertahan atau memikul. Bersikap toleran
ber¬arti bersedia saling memikul beban, memberi tempat kepada pihak
lain, kesabaran/ketabahan. Semua pihak yang berbeda wawasan (berbeda
ilmu pengetahuan yang diajarkan), tetapi berse¬dia memikul beban
bersama. Kita harus toleran. Artinya, menyadari dan menerima kenyataan
bahwa di samping kita ada umat beragama lain yang harus kita hormati,
menerima sebagai saudara dalam hubungan yang dialogis antar sesama
makhluk sosial yang saling bergantung satu dengan yang lainnya. Aspek
penting dalam toleransi ialah tenggang rasa satu sama lain. Hal ini
menjadi kewajiban semua warga negara.
Memandang
bahwa perbedaan itu adalah hal yang positif. Sekolah terdiri dari
tenaga pendidik yang memiliki bidang ilmu yang berbeda. Karena perbedaan
itu maka keberadaan para Guru di Sekolah juga berfungsi untuk saling
melengkapi. Contoh, jikalau guru Pendidikan Umum menanamkan hal-hal yang
bertujuan untuk membangun ranah kognitif dan psikomotorik siswa, maka
sebagai guru Agama saya berperan untuk membangun ranah afektif siswa.
Sehingga dengan demikian, sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum
dalam tuntutan Kurikulum, setiap guru harus bertindak profesional,
termasuk dalam hubungannya dengan guru-guru yang lain. Profesional
disini yang saya maksudkan adalah bagaimana menjalankan tugas kita
dengan baik dan menjalin kerja sama dan bersosialisasi dengan guru-guru
lain untuk membantu kebutuhan pendidikan siswa. Meski berbeda
kompetensi (bidang ilmu), namun tidak berarti bahwa kita harus merasa
guru yang paling hebat dari yang lainnya, sehingga kita merasa bahwa
tidak perlu berkomunikasi dengan yang lainnya. Sebaliknya, tidak berarti
juga karena kita adalah Guru Agama Kristen, kita merasa minder dan
memiliki prasangka negatif bahwa guru-guru lain lebih hebat dari saya,
sehingga berusaha menjauhkan diri dari kebiasaan sosial yang terjadi di
antara para guru-guru, serta berusaha untuk tidak melibatkan guru lain
dalam acara yang berhubungan dengan bidang ilmu yang kita ajarkan.
Persepsi yang demikian akan menimbulkan kesenjangan antara sesame
pendidik. Dan perlu saya tambahkan bahwa prasangka buruk sering muncul
dalam diri orang adalah karena hadirnya perasaan takut, seperti takut
tersaingi, takut tidak dihormati, dan takut dianggap tidak berwibawa
karena Pendidikan Agama Kristen bukan merupakan mata pelajaran pavorit
di sekolah, atau karena jam pelajarannya lebih sedikit dibanding dengan
pelajaran lainnya.
Sekali lagi,
sebagai kesimpulan dari sikap saya terhadap guru Pendidikan Umum ketika
saya sedang berada di Sekolah adalah memiliki sikap sosial yang sehat
dalam relasi dengan orang lain, termasuk rekan sekerja yang berbeda
kompetensi (bidang ilmu). Saya harus mampu menerima orang lain
sebagaimana adanya, sadar bahwa yang lain pun memiliki kelebihan dan
kekurangan (Roma 14:1; 15:1-3).
Tugas 2
“Bagaimana cara Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) mengarahkan anak didik untuk menghadapi Globalisasi”?
Tanggapan:
Sejalan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, khususnya dalam
bidang informasi dan komunikasi, telah menjadikan dunia ini terasa
semakin menjadi sempit dan transparan. Antara satu belahan dunia dengan
belahan dunia lainnya dengan mudah dapat dijangkau dan dilihat dalam
waktu yang relatif singkat.
Itulah
globalisasi, yang di dalamnya membawa berbagai implikasi yang luas dan
kompleks bagi kehidupan manusia. Implikasi nyata dari adanya globalisasi
adalah terjadinya perpacuan manusia yang mengglobal. Seorang individu
dalam berkarya tidak hanya dituntut untuk mampu berkiprah dan
berkompetisi sebatas tingkat lokal dan nasional semata, namun lebih jauh
harus dapat menjangkau sampai pada tingkat kompetisi global, yang
memang di dalamnya berisi sejumlah tantangan dan peluang yang begitu
ketat.
Dari sini timbul
pertanyaan, bagaimanakah agar kita sebagai seorang guru, khususnya guru
Pendidikan Agama Kristen benar-benar dapat survive dan eksis guna
menghadapi kedua tantangan zaman tersebut khususnya bagi peserta didik.
Tak lain jawabannya, kualitas sumber daya manusia yang harus dimiliki
oleh guru . Faktor kualitas sumber daya manusia menjadi amat penting
karena hanya dengan sentuhan manusia-manusia yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi, keterampilan yang handal dan sikap moral yang
tinggi, maka berbagai persoalan yang muncul sebagai konsekwensi logis
dari adanya era globalisasi diyakini akan bisa terjawab. Oleh karena
itu, bagi guru PAK, gerakan usaha meningkatkan kualitas sumber daya
manusia hendaknya menjadi komitmen. Melalui usaha meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan penanaman moral diharapkan dapat mengarahkan
siswa untuk menghadapi tantangan teknologi dan pengaruh globalisasi ini.
Sekaligus pula, dapat diandalkan untuk mampu berkiprah dalam percaturan
global.
Dengan demikian,
usaha-usaha yang berhubungan dengan peningkatan sumber daya manusia dan
moral yang harus ditekankan guru PAK kepada siswa dalam menghadapi era
globalisasi adalah sebagai berikut:
1.
Memberi pemahaman kepada siswa agar berusaha meningkatkan Sumber Daya
Manusia siswa, dengan cara meningkatkan kualitas belajar baik di rumah
maupun di sekolah.
2. Menanamkan
kepada siswa untuk bersikap kritis terhadap perkembangan IPTEK sesuai
dengan Konsep Iman Kristen. Hal itu dapat dimaknai bahwa IPTEK juga
memberi Kontribusi terhadap Kehidupan Manusia.
3.
Menanamkan kualitas moral dengan cara megarahkan siswa agar semakin
rutin mengikuti pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan iman
Kristiani. Hal itu dimaksudkan agar siswa dapat membentengi diri dari
pengaruh negatif perkembangan IPTEK
4. Memberikan seminar yang membahas perkembangan arus Globalisasi.
5.
Meningkatkan kualitas pengajaran agar siswa semakin tertarik terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen. Sehingga
memiliki ruang untuk membicarakan tentang hal-hal yang berhubungan
dengan Konsep iman Kristen. Dengan demikian siswa merasa terbantu untuk
menanggapi pengaruh globalisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar