Sejarah Terbentuknya Kitab-kitab Perjanjian
Lama
Daftar
Isi
- Sejarah Terbentuknya Kitab-kitab Perjanjian Lama
- Gereja Katolik Mendahului Kitab Perjanjian Baru
- Gereja Katolik Menetapkan Kitab Perjanjian Baru
- Kitab Vulgate - Karya Santo Jerome
- Hilangnya Kitab-kitab Asli
- Alkitab pada Abad Pertengahan
- Martin Luther dan Alkitab Protestan
- Alkitab Gereja Katolik
- Tanya - Jawab
- Catatan
1. Sejarah Terbentuknya
Kitab-kitab Perjanjian Lama
Alkitab Gereja Katolik
terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan
Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab.
Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang ?
Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang ?
Pertama, kita akan mengupas
kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama :
- Hukum-hukum Taurat,
- Kitab nabi-nabi, dan
- Naskah-naskah.
Lima buku pertama : Kitab
Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat dan Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan
adalah intisari dan cikal-bakal seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada suatu
ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang dikenal oleh orang-orang Yahudi
dan disebut Kitab Taurat atau Pentateuch.
Selama lebih dari 2000
tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu
kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi
kepada "Hukum Nabi Musa". Tidak ada seorangpun yang dapat memastikan
siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa
memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang
terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa
Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia
pengarangnya tidaklah penting.
Nabi Musa menaruh satu set
kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300
tahun yang lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan
kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya
isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap,
tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100
tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada seperti
umat Katolik mengenalnya sekarang.
Kitab-kitab Perjanjian Lama
pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat
pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina
dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan
mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu
merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk
menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa
Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang
berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM)
proyek penterjemahan dari seluruh Kitab
Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab
Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku
bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan
disebut Septuagint, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX),
sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai
Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi yang terusir, yang tinggal di
Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan
orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak
mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang diguna-kan oleh Yesus,
para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan
dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah
berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru
ditulis dalam bahasa Yunani.
Setelah Yesus disalibkan
dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin
kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di
Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap Gereja Katolik.
Dalam konsili Jamnia ini
mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon Kitab Suci mereka:
- Ditulis dalam bahasa Ibrani;
- Sesuai dengan Kitab Taurat;
- lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM);
- dan ditulis di Palestina.
Atas kriteria-kriteria
diatas mereka mengeluarkan kanon baru untuk menolak tujuh buku dari kanon
Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit,
Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut
tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia
dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan semata-mata
atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab
yang ditolak diatas.
Gereja Katolik tidak
mengakui konsili rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus menggunakan Septuagint.
Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili Kartago tahun 397 Masehi,
Gereja Katolik secara resmi mene-tapkan 46 kitab hasil dari kanon Alexandria
sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama enam belas abad, kanon
Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masing-masing dari tujuh kitab
yang ditolak oleh konsili Jamnia, dikutip oleh para Patriarch Gereja (Church
Fathers) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitab-kitab lainnya dalam
Perjanjian Lama. Church Fathers, beberapa diantaranya disebutkan disini:
St. Polycarpus, St. Irenaeus, Paus St. Clement, dan St. Cyprianus adalah para
Patriarch Gereja yang hidup pada abad-abad pertama dan tulisan-tulisan
mereka - meskipun tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru - menjadi bagian dari Deposit
Iman. Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut dikenal
oleh Gereja Katolik sebagai Deuterokanonika (=second-listed) yang
artinya kira-kira: "disertakan setelah banyak diperdebatkan".
2. Gereja Katolik Mendahului Kitab
Perjanjian Baru
Seperti
Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab-kitab Perjanjian Baru juga tidak ditulis
oleh satu orang, tetapi adalah hasil karya setidaknya delapan orang. Kitab
Perjanjian Baru terdiri dari 4 kitab Injil, 14 surat Rasul Paulus, 2 surat
Rasul Petrus, 1 surat Rasul Yakobus, 1 surat Rasul Yudas, 3 surat Rasul Yohanes
dan Wahyu Rasul Yohanes dan Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Santo Lukas,
yang juga menulis Kitab Injil yang ketiga. Sejak kitab Injil yang pertama yang
ditulis oleh Santo Matius(1*) sampai kitab Wahyu Yohanes, ada kira-kira
memakan waktu 50 tahun. Tuhan Yesus sendiri, sejauh yang kita ketahui, tidak
pernah menu-liskan satu barispun dari kitab Perjanjian Baru. Dia tidak pernah
memerintahkan para Rasul untuk menulis-kan apapun yang diajarkan oleh-Nya. Dia
berkata: "Maka pergilah dan ajarlah segala bangsa" (Matius 28: 19-20),
"Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku" (Lukas 10:16).
Apa
yang Yesus perintahkan kepada mereka persis sama seperti apa yang Yesus sendiri
lakukan: menyampaikan Firman Allah kepada orang-orang melalui kata-kata,
meyakinkan, mengajar, dan mentobat-kan mereka dengan bertemu muka. Jadi bukan
melalui sebuah buku yang mungkin bisa rusak dan hilang, dan disalah tafsirkan
dan diubah-ubah isinya, melainkan melalui cara yang lebih aman dan alami dalam
menyampaikan firman yaitu dari mulut ke mulut. Demikianlah para Rasul mengajar
generasi seterusnya untuk melakukan hal yang serupa setelah mereka meninggal.
Oleh karena itu melalui Tradisi seperti inilah Firman Allah disampaikan
kepada semua generasi umat Kristen sebagaimana pertama kali diterima oleh para
Rasul.
Tidak
satu barispun dari kitab-kitab Perjanjian Baru dituliskan sampai setidaknya 10
tahun setelah wafatnya Kristus. Yesus disalibkan pada tahun 33 dan kitab
Perjanjian Baru yang pertama ditulis yaitu surat 1 Tesalo-nika baru ditulis
sekitar tahun 50 Masehi. Sedangkan kitab terakhir yang ditulis yaitu kitab
Wahyu Yohanes pada sekitar 90-100 Masehi. Jadi anda bisa melihat kesimpulan
penting disini : Gereja Katolik dan
iman Katolik sudah ada sebelum Alkitab dijadikan. Beribu-ribu orang
bertobat menjadi Kristen melalui khotbah para Rasul dan missionaris di berbagai
wilayah, dan mereka percaya kepada kebenaran Ilahi seperti kita percaya
sekarang, dan bahkan menjadi orang-orang kudus tanpa pernah melihat ataupun
membaca satu kalimatpun dari kitab Perjanjian Baru. Ini karena alasan yang
sederhana yaitu bahwa pada waktu itu Alkitab seperti yang kita kenal, belum
ada. Jadi, bagaimanakah mereka menjadi Kristen tanpa pernah melihat Alkitab?
Yaitu dengan cara yang sama orang non-Kristen menjadi Kristen pada masa kini,
yaitu dengan mendengar Firman Allah dari mulut para misionaris.
3. Gereja Katolik Menetapkan Kitab Perjanjian
Baru
Ke-dua puluh tujuh kitab
diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru baik oleh umat Katolik maupun
Protestan.
Pertanyaannya adalah :
- Siapa yang memutuskan kanonisasi Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang berasal dari inspirasi Ilahi ?
- Kita tahu bahwa Alkitab tidak jatuh dari langit, jadi darimana kita tahu bahwa kita bisa percaya kepada setiap kita-kitab tersebut ?
Berbagai uskup membuat
daftar kitab-kitab yang diakui sebagai inspirasi Ilahi, diantaranya :
- Mileto, uskup Sardis pada tahun 175 Masehi;
- Santo Irenaeus, uskup Lyons - Perancis pada tahun 185 Masehi;
- Eusebius, uskup Caesarea pada tahun 325 Masehi.
Pada tahun 382 Masehi,
didahului oleh Konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit yang menulis daftar
kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.
Konsili Hippo di Afrika
Utara pada tahun 393 menetapkan ke 73 kitab-kitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru.
Konsili Kartago di Afrika
Utara pada tahun 397 menetapkan kanon yang sama untuk Alkitab Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Catatan: Ini adalah konsili yang dianggap oleh banyak kaum
Protestan dan Evangelis Protestan sebagai otoritatif bagi kanonisasi
kitab-kitab dalam Perjanjian Baru.
Paus Santo Innocentius I
(401-417) pada tahun 405 Masehi menyetujui kanonisasi ke 73 kitab-kitab dalam
Alkitab danmenutup kanonisasi Alkitab.
Jadi kanonisasi Alkitab
secara resmi diputuskan di abad ke empat oleh konsili-konsili Gereja Katolik
dan para Paus. Sebelum kanon Alkitab ditetapkan, ada banyak perdebatan. Ada
yang beranggapan bahwa beberapa kitab Perjanjian Baru seperti surat Ibrani,
surat Yudas, kitab Wahyu, dan surat 2 Petrus, adalah bukan hasil inspirasi
Ilahi. Sementara pihak lain berpendapat bahwa beberapa kitab yang tidak
dikanonisasi seperti: Gembala Hermas, Injil Petrus dan Thomas, surat-surat Barnabas
dan Clement adalah hasil inspirasi Ilahi. Keputusan resmi Gereja Katolik
menyelesaikan hal diatas sampai 1100 tahun kemudian. Hingga jaman Reformasi
Protestan, tidak ada lagi perdebatan akan kitab-kitab dalam Alkitab.
Melihat sejarah, Gereja
Katolik menggunakan otoritasnya untuk menentukan kitab-kitab yang mana yang
termasuk dalam Alkitab dan memastikan bahwa segala yang tertulis dalam Alkitab
adalah hasil inspirasi Ilahi. Jika bukan karena Gereja Katolik, maka umat
Kristen tidak akan dapat mengetahui yang mana yang benar.
4. Kitab Vulgate - Karya Santo Jerome
Ketika
Kabar Gembira telah tersebar luas dan banyak orang menjadi Kristen, merekapun
dibekali dengan terjemahan Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa asli mereka yaitu
Armenia, Siria, Koptik, Arab dan Ethiopia bagi umat Kristen purba di
wilayah-wilayah ini. Bagi umat Kristen di Afrika dimana bahasa Latin paling
luas digunakan, ada terjemahan kedalam bahasa Latin yang dibuat sekitar tahun
150 Masehi dan juga terjema-han berikutnya bagi umat di Italia.
Akan
tetapi semua ini akhirnya digantikan oleh mahakarya yang dibuat oleh Santo
Jerome dalam bahasa Latin yang disebut "Vulgate" pada abad
ke-empat.
Pada
masa itu ada kebutuhan besar akan Kitab Suci dan ada bahaya karena banyaknya
variasi terjemahan yang ada. Oleh karena itu sang biarawan, yang mungkin pada
waktu itu adalah orang yang paling terpelajar, atas perintah Paus Santo
Damascus pada tahun 382, membuat terjemahan Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa
Latin dan mengkoreksi versi-versi yang ada dalam bahasa Yunani. Lantas di
Bethlehem antara tahun 392-404, dia juga menterjemahkan Kitab-kitab Perjanjian
Lama langsung dari bahasa Ibrani (jadi bukan dari Septuagint) kedalam bahasa
Latin, kecuali kitab Mazmur yang direvisi dari versi Latin yang sudah ada.
Ini
adalah Alkitab lengkap yang diakui resmi oleh Gereja Katolik, yang nilainya tak
terukur menurut para ahli alkitab masa kini, dan terus mempengaruhi versi-versi
lainnya sampai pada jaman Reformasi Protestan. Dari Vulgate inilah dihasilkan
terjemahan dalam bahasa Inggris yang terkenal yaitu Douai-Rheims Bible.
5. Hilangnya Kitab-kitab Asli
Hingga
ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450, semua Alkitab adalah hasil salinan
tangan yang kita sebut manuskrip. Alkitab lengkap tertua yang masih ada hingga
sekarang berasal dari abad ke-empat, dan isinya sama dengan Alkitab yang
dipegang oleh umat Katolik yaitu terdiri dari 73 kitab. Apa yang terjadi dengan
manuskrip-manuskrip asli yang ditulis oleh para penulis kitab Injil? Ada
beberapa alasan akan hilangnya kitab - kitab asli tersebut :
Beberapa
ratus tahun pertama adalah masa-masa penganiayaan terhadap umat Kristen. Para
penguasa yang menindas Gereja Katolik menghancurkan segala hal yang menyangkut
Kristenitas yang bisa mereka temukan. Selanjutnya, kaum pagan (non-Kristen)
juga secara berulang-ulang menyerang kota-kota dan perkampungan Kristen dan
membakar dan menghancurkan gereja dan segala benda-benda religius yang dapat
mereka temukan disana. Lebih jauh lagi, mereka bahkan memaksa umat Kristen
untuk menyerahkan kitab-kitab suci dibawah ancaman nyawa, lantas membakar
kitab-kitab tersebut.
Alasan
lainnya : media yang dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alkitab, disebut papyrus
- sangat mudah hancur dan tidak tahan lama, sedangkan perkamen, yang
terbuat dari kulit binatang dan lebih tahan lama, sulit didapat. Kedua materi
inilah yang dimaksud dalam 2 Yohanes 1:12 dan 2 Timotius 4:13.
Umat Kristen purba, setelah membuat salinan Alkitab, juga tidak terlalu peduli
untuk menjaga kitab aslinya. Mereka tidak beranggapan penting untuk memelihara
tulisan-tulisan asli oleh Santo Paulus atau Santo Matius oleh karena mereka
percaya penuh kepada Gereja Katolik yang mengajarkan lewat Tradisi melalui
mulut para Paus dan para uskup-uskupnya. Umat Katolik tidak melandaskan
ajaran-ajarannya pada Alkitab semata-mata, tetapi juga kepada Tradisi yang
hidup, dari Gereja Katolik yang infallible. ubi Ecclesia, ibi Christus.
6. Alkitab pada Abad Pertengahan
Segenap
umat Kristen berhutang budi kepada para kaum religius, imam, biarawan dan
biarawati yang menyalin, memperbanyak, memelihara dan menyebarluaskan Alkitab
selama berabad-abad. Para biarawan adalah kaum yang paling terpelajar pada
jamannya dan salah satu kegiatan utama mereka adalah menyalin isi Alkitab
sedangkan biara-biara menjadi pusat penyimpanan naskah-naskah Alkitab ini.
Umumnya masing-masing biara-biara di abad pertengahan memiliki perpustakaan
tersendiri. Tidak kurang dari para raja dan kaum bangsawan dan orang-orang terkenal
meminjam dari biara-biara ini. Para raja dan kaum bangsawan itu sendiri,
bersama para Paus, uskup dan kepala-kepala biara, sering menghadiahkan Kitab
Suci yang diberi hiasan yang indah kepada biara-biara dan gereja-gereja di
seluruh Eropa.
Untuk
menyalin satu Alkitab lengkap, diperlukan sekurangnya 10 bulan tenaga kerja dan
sejumlah besar perkamen yang mahal harganya untuk memuat lebih dari 35000
ayat-ayat dalam Alkitab. Hal ini menje-laskan mengapa banyak orang biasa tidak
mampu memiliki setidaknya satu set Alkitab lengkap di rumah-rumah mereka.
Mereka biasanya memiliki salinan dari sejumlah pasal dalam Alkitab yang
populer. Jadi kebiasaan memiliki bagian-bagian dari Alkitab yang terpisah
adalah kebiasaan yang sepenuhnya Katolik dan yang hingga kini masih dilakukan.
Alkitab
pada abad pertengahan umumnya ditulis dalam bahasa Latin. Hal ini dilakukan
sama sekali bukan dimaksudkan untuk menyulitkan umat yang ingin membacanya.
Kebanyakan orang pada masa itu tidak mampu membaca, sedangkan mereka yang mampu
membaca, juga dapat mengerti bahasa Latin. Latin adalah bahasa universal pada
waktu itu. Mereka yang mampu membaca lebih menyukai membaca Vulgate, versi
Latin dari Alkitab. Oleh karena kenyataan tersebut, tidak ada alasan kuat untuk
menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa setempat secara besar-besaran.
Namun meski demikian harap diingat bahwa sepanjang sejarah Gereja Katolik tetap
menyediakan terjemahan Alkitab dalam bahasa-bahasa setempat.
7. Martin Luther dan Alkitab Protestan
Pada
tahun 1529, Martin Luther mengajukan kanon Palestina yang menetapkan 39 kitab
dalam bahasa Ibrani sebagai kanon Perjanjian Lama. Luther mencari pembenaran
dari keputusan konsili Jamnia (yang adalah konsili imam Yahudi, jadi bukan
sebuah konsili Gereja Kristen!) bahwa tujuh kitab yang dikeluarkan dari
Perjanjian Lama tidak memiliki kitab-kitab aslinya dalam bahasa Ibrani. Luther
melakukan hal tersebut sebenarnya karena sejumlah ayat-ayat yang terdapat pada
kitab-kitab tersebut justru mengokohkan doktrin-doktrin Gereja Katolik dan
bertentangan dengan doktrin-doktrin baru yang dikembangkan oleh Martin Luther
sendiri.
Oleh
karena alasan yang serupa, Martin Luther juga nyaris membuang beberapa
kitab-kitab lainnya: surat Yakobus, surat Ibrani, kitab Ester dan kitab Wahyu.
Hanya karena bujukan kuat oleh para pendukung kaum reformasi Protestan yang
lebih konservatif maka kitab-kitab diatas tetap dipertahankan dalam Alkitab
kaum Protestan. Namun demikian, tidak kurang Martin Luther menghujat bahwa
surat Yakobus tidak pantas dima-sukkan dalam Alkitab.
Untuk
mendukung salah satu doktrinnya yang terkenal yaitu Sola Fide (bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman
saja), dalam Alkitab terjemahan bahasa Jerman, Martin Luther menambahkan kata
'saja' pada surat Roma 3:28. Sehingga ayat
tersebut berbunyi: "Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena
iman saja, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat". Tidak heran kalau
Martin Luther menghujat surat Rasul Yakobus dan berusaha untuk membuangnya dari
Perjanjian Baru, karena justru dalam surat Yakobus ada banyak ayat yang
menjatuhkan doktrin Sola Fide yang diciptakan oleh Martin Luther
tersebut. Antara lain, dalam Yakobus 2:14-15 tertulis:
"Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia
mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu
menyelamatkan dia?" dan Yakobus 2:17 "Demikian
juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu
pada hakekatnya adalah mati" dan Yakobus 2:24 "Jadi
kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan
hanya karena iman."
Pertanyaannya
sekarang adalah: Kitab Perjanjian Lama manakah yang lebih baik anda baca? Kitab
Perjan-jian Lama yang digunakan oleh Yesus, para penulis kitab-kitab Perjanjian
Baru dan Gereja purba? Atau Kitab Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh
imam-imam Yahudi yang menolak Yesus Kristus dan menindas umat Kristen purba ?
8. Alkitab Gereja Katolik
Bahkan
sebelum pecahnya Reformasi Protestan, ada banyak versi-versi Alkitab yang
beredar pada masa itu. Banyak diantaranya mengandung kesalahan-kesalahan yang
disengaja - seperti dalam kasus-kasus kaum heretic, pembangkang gereja yang
berusaha mendukung doktrin-doktrin yang mereka ciptakan sendiri, dengan
menuliskan Alkitab yang sudah diganti-ganti isinya. Ada juga
kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh karena factor human error,
mengingat pekerjaan menyalin Alkitab dilakukan dengan tulisan tangan, ayat demi
ayat, yang sangat memakan waktu dan tenaga.
Oleh
karena itu pada Konsili di Florence pada abad ke lima belas, Gereja Katolik
menguatkan keputusan yang dibuat pada konsili-konsili sebelumnya mengenai
kitab-kitab yang ada dalam Alkitab.
Setelah
meletusnya Reformasi Protestan, pada Konsili Trente oleh Gereja Katolik pada
tahun 1546 dikeluar-kanlah dekrit yang mensahkan Vulgate, versi Latin dari
Alkitab sebagai satu-satunya versi yang diakui dan sah yang diperbolehkan kepada
umat Katolik. Alkitab ini direvisi oleh Paus Sixtus V pada tahun 1590 dan juga
oleh Paus Clement VIII pada tahun 1593.
Selanjutnya
pada konsili Vatikan I, kembali Gereja Katolik menegaskan keputusan
konsili-konsili sebelum-nya tentang Alkitab.
Oleh
karena itu di akhir tulisan ini, kita dapat membuat kesimpulan-kesimpulan
penting:
Berdasarkan
sejarah, Alkitab adalah sebuah kitab Katolik. Perjanjian Baru ditulis, disalin
dan dikoleksi oleh umat Kristen Katolik. Kanon resmi dari kitab-kitab yang
membentuk Alkitab - Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru - ditentukan secara
penuh kuasa oleh Gereja Katolik pada abad ke empat. Oleh karena itu, dari
Gereja Katolik-lah kaum Protestan bisa memiliki Alkitab.
Menuruti
akal sehat dan logika, Gereja Katolik yang memiliki kekuasaan untuk menentukan
Firman Allah yang infallible - bebas dari kesalahan -, pasti juga
memiliki otoritas yang infallible -
bebas dari kesalahan - dan juga bimbingan dari Roh Kudus. Seperti telah anda
lihat, terlepas dari deklarasi oleh Gereja Katolik, kita sama sekali tidak
memiliki jaminan bahwa apa yang tertulis dalam Alkitab adalah Firman Allah yang
asli. Jika anda percaya kepada isi Alkitab maka anda juga harus percaya kepada
otoritas Gereja Katolik yang menjamin keaslian Alkitab. Sangat kontradiktif
bagi kaum Protestan untuk menerima Alkitab tetapi menolak otoritas Gereja
Katolik. Logikanya, kaum Protestan mestinya tidak mengutip isi Alkitab sama
sekali, karena mereka tidak memiliki pegangan untuk menentukan kitab-kitab mana
saja yang asli, kecuali tentunya kalau mereka menerima kuasa pengajaran dari
Gereja Katolik.
9. Tanya - Jawab
a)
Pertanyaan
|
:
|
Mengapa
Alkitab umat Katolik terdiri dari 73 kitab sedangkan Alkitab umat Protestan
terdiri dari 66 kitab ?
|
Jawaban
|
:
|
Gereja
Katolik melandaskan Perjanjian Lama pada Kanon Alexandria - lebih dari satu
abad sebelum kelahiran Yesus Kristus - yang menetapkan 43 kitab yang disebut
Septuagint sebagai kitab-kitab Perjanjian Lama. Kaum Protestan melandaskan
Perjanjian Lama pada Kanon Palestina yang diadakan oleh imam-imam Yahudi
untuk memerangi umat Kristen, sekitar tahun 100 Masehi. Perlu ditegaskan
disini bahwa baik Yesus maupun para murid-muridNya menggunakan Septuagint
yaitu berdasarkan Kanon Alexandria. Pertanyaannya sekarang adalah: Tidakkah
anda sebagai umat Kristen, mestinya memakai Kitab Perjanjian Lama yang
dipergunakan oleh Yesus dan para murid-muridNya, dan bukan malahan
menggunakan versi Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh para imam Yahudi yang
justru menindas umat Kristen ?
|
b)
Pertanyaan
|
:
|
Benarkah
bahwa Gereja Katolik pernah melarang umat Kristen untuk membaca Alkitab dan
apakah benar bahwa atas berkat jasa Martin Luther maka umat Katolik sekarang
boleh membaca Alkitab ?
|
Jawaban
|
:
|
Satu-satunya
kejadian yang menyangkut larangan kaum awam membaca/memiliki Alkitab
dikeluarkan hanya oleh beberapa uskup di Perancis pada abad ke 13 untuk
memerangi kaum pembangkang Albigensian di Perancis. Larangan itu dihapuskan
40 tahun kemu-dian setelah pembangkangan selesai. Jadi Gereja Katolik tidak
pernah mengeluarkan larangan umatnya membaca Alkitab sepanjang sejarah.
Apalagi anggapan bahwa Martin Luther memiliki jasa apapun atas Gereja
Katolik. Ada dongeng yang beredar dikalangan umat Protestan yang mengisahkan
bahwa Martin Luther-lah yang "menemukan" Alkitab. Tapi kalau anda
membaca buku-buku sejarah gereja yang berbobot, maka anda akan menemukan
bahwa justru Martin Luther-lah yang bertanggung jawab menghapuskan
kitab-kitab Deuterokanonika dari Perjanjian Lama, dan bahkan nyaris
menghapuskan lebih banyak lagi kitab-kitab dari dalam Alkitab. Dia melakukan
semua itu demi untuk mendukung doktrin-doktrin yang diciptakannya sendiri
yang hingga kini masih menjadi doktrin-doktrin Protestan.
|
c)
Pertanyaan
|
:
|
Benarkah
bahwa Gereja Katolik mempersulit umat Kristen untuk membaca Alkitab dengan
hanya menyediakan terjemahan dalam bahasa Latin ?
|
Jawaban
|
:
|
Pada
waktu itu, orang yang mampu membaca, juga mampu membaca Latin. Karena Latin
adalah bahasa internasional pada jaman itu. Lebih jauh lagi, Vulgate, versi
Latin dari Alkitab hasil karya Santo Jerome amat digemari oleh umat Kristen.
Jadi tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan Alkitab dalam
berbagai bahasa. Namun demikian ada juga versi-versi terjemahan dalam
bahasa-bahasa setempat.
|
d)
Pertanyaan
|
:
|
Benarkah
bahwa Gereja Katolik pernah membakar Alkitab ?
|
Jawaban
|
:
|
Selama
berabad-abad Gereja dilanda oleh berbagai pembangkangan (heresy). Para
pembangkang ini menggunakan Alkitab yang sudah diselewengkan isinya untuk
mendu-kung doktrin-doktrin mereka sendiri. Gereja Katolik sebagai penjaga
keaslian Alkitab juga memiliki hak dan kuasa untuk memastikan
bahwa umat Kristen memiliki Alkitab yang isinya tidak dikorupsi demi
kepentingan sekelompok orang. Oleh karena itu otoritas Gereja Katolik
memusnahkan alkitab-alkitab yang isinya penuh kesalahan ini dan menggantinya
dengan Alkitab yang murni isinya. Martin Luther bukan satu-satunya orang
yang pernah mengkorupsi isi Alkitab.
|
e)
Pertanyaan
|
:
|
Jika
penggunaan Alkitab meluas pada abad-abad pertengahan, mengapa hanya sedikit
kitab-kitab kuno ini yang tertinggal ?
|
Jawaban
|
:
|
Ada
beberapa alasan. Pertama, ada banyak terjadi peperangan sehingga banyak
manuskrip-manuskrip kuno ini ikut musnah. Kedua, media yang dipergunakan
mudah rusak dan tidak tahan lama. Ketiga, pengrusakan besar-besaran yang
dilakukan dengan sengaja seperti pada masa reformasi Protestan. Kaum
pendukung reformasi Protestan menghancurkan segala hal yang berbau Katolik.
Gereja-gereja, biara-biara, tempat-tempat ziarah beserta penghuni dan semua
isinya yang bernilai tinggi menjadi korban pergolakan yang dicetuskan oleh
kaum pendukung reformasi.
|
f)
Pertanyaan
|
:
|
Mengapa
kitab-kitab yang ditolak dari Perjanjian Lama oleh imam-imam Yahudi itu
disebut sebagai Deuterokanonika ?
|
Jawaban
|
:
|
Deuterokanonika
artinya kira-kira: "disertakan setelah diperdebatkan". Santo Jerome
sendiri pernah mengutarakan kekhawatirannya akan keaslian kitab-kitab
tersebut. Akan tetapi keputusan konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus
menghentikan perdebatan dan menghapus kekhawatiran para ahli teologi pada
masa itu. Tidak kurang dari Santo Agustinus sendiri - salah satu doktor Gereja
- yang mengatakan begini: "Aku tidak akan meletakkan imanku pada kitab
Injil, jika bukan karena otoritas Gereja Katolik yang meng-arahkan aku untuk
berbuat demikian." Bahwa keputusan Gereja Katolik untuk tetap mem-pertahankan
kitab-kitab Deuterokanonika dan mengabaikan Kanon Palestina, menunjuk-kan
bimbingan Roh Kudus yang membawa kepada segala kebenaran (Yohanes 16:13).
Ketika Gulungan-gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls) ditemukan di Qumran,
tepi barat sungai Yordan pada abad ke-20 ini, diantaranya terdapat sebagian
salinan-salinan asli dalam bahasa Ibrani atas kitab-kitab Deuterokanonika
yang pada abad-abad pertama diperdebatkan tersebut.
|
g)
Pertanyaan
|
:
|
Mengapa
disebutkan bahwa Deuterokanonika terdiri dari tujuh kitab sedangkan dalam
Alkitab bahasa Indonesia yang saya miliki ada sepuluh bagian dalam
Deuterokanonika ?
|
Jawaban
|
:
|
Tujuh
kitab-kitab tersebut adalah Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin
Sirakh, Barukh, 1 Makabe dan 2 Makabe. Tambahan-tambahan pada kitab Ester dan
Daniel tentunya dimasukkan kedalam kitab-kitab yang bersangkutan sedangkan
Surat Nabi Yeremia dimasukkan sebagai pasal 6 dari kitab Barukh. Dalam
Alkitab bahasa Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, kitab-kitab
Deuterokanonika diletakkan pada posisi yang aneh dan tidak sesuai urutan, ini
untuk memudahkan penerbit yang sama menerbit-kan Alkitab versi Protestan,
yaitu tanpa Deuterokanonika. Jika anda membeli Alkitab dalam bahasa Inggris
seperti di Amerika contohnya, kitab-kitab Deuterokanonika dima-sukkan dalam
urutannya yang alami. Perlu juga disebutkan disini bahwa versi-versi Alkitab
kaum Protestan pada awalnya - seperti versi asli King James Bible - masih
memiliki Deuterokanonika di dalamnya.
|
h)
Pertanyaan
|
:
|
Ada
berapakah versi Alkitab dalam bahasa Inggris ?
|
Jawaban
|
:
|
Dalam
bahasa Inggris, ada beberapa versi Alkitab baik bagi umat Katolik maupun
Protestan. Bagi umat Katolik ada versi RSVCE (Revised Standard Version
Catholic Edition) yang direkomendasikan oleh Vatikan. Ada NAB (New American
Bible) yaitu yang merupakan Alkitab resmi bagi umat Katolik di Amerika
Serikat. Ada juga NJB (New Jerusalem Bible) yaitu Alkitab yang diterjemahkan
dari bahasa Ibrani dan dipakai oleh sebagian kalangan Gereja Katolik dari
ritus-ritus Timur. RSVCE adalah versi yang paling serupa dengan bahasa asli
kitab suci karena merupakan terjemahan kata demi kata. Sedangkan NAB dan NJB
serta beberapa versi lainnya merupakan terjemahan yang sudah disesuaikan
dengan pemakaian bahasa Inggris pada masa kini, jadi penekanan pada segi arti
dari kata-kata/kalimat yang dipakai pada bahasa asli kitab suci. Umat Katolik
sebaiknya menghindari berbagai versi Alkitab Protestan, diantaranya: RSV
(Revised Standard Version), KJV (King James Version), NIV (New International
Version), Tyndale Bible dan Zonderfan Bible. Untuk mengenalinya mudah saja,
tidak satupun diantaranya mempunyai kitab-kitab Deuterokanonika. Sebetulnya
ada juga diantaranya yang menyertakan kitab-kitab Deuterokanonika, yaitu yang
diterbitkan oleh penerbit-penerbit sekuler seperti Oxford dan lain-lain.
Namun mereka menyebut Deuterokanonika dengan sebutan Apocripha. Jadi anda
tahu membedakan yang mana Alkitab Katolik dan yang mana Alkitab Protestan.
Alkitab-alkitab Katolik juga memiliki Imprimatur dan Nihil-Obstat
yang dapat anda temukan pada bagian muka dari Alkitab tersebut. Ini
praktisnya adalah tanda bahwa buku yang bersangkutan telah diperiksa oleh
hirarki Gereja Katolik, apakah itu imam ataupun uskup. Penulis
merekomendasikan anda untuk mendapatkan Alkitab NAB terbitan Oxford yang
merupakan study-bible, lengkap dengan penjelasan-penjelasan akan sejarah PL
dan PB, berikut penjelasan akan ayat-ayat, kata-kata dan
perumpamaan-perumpamaan yang ada dalam Alkitab. Penulis juga merekomendasikan
Alkitab RSVCE yang dikenal dengan sebutan Ignatius Bible sebagai back-up.
Harga Alkitab NAB terbitan Oxford US untuk soft-cover sedangkan RSVCE
Ignatius Bible harganya US untuk soft-cover.
|
i)
Pertanyaan
|
:
|
Ada
sementara kalangan Islam yang percaya bahwa di dalam Alkitab umat Kristiani
telah terjadi salah terjemahan yang sangat fatal: yaitu kata "Lord"
dalam bahasa Inggris diterje-mahkan sebagai "Tuhan" dalam bahasa
Indonesia, padahal kamus Inggris-Indonesia menyebutkan bahwa kata
"lord" mestinya diterjemahkan sebagai "tuan", bukan
"Tuhan". Dengan demikian hal ini mendukung teori agama mereka yang
mengatakan bahwa Yesus jelas bukan Tuhan dan sekedar manusia biasa.
|
Jawaban
|
:
|
Pertama-tama
perlu ditegaskan disini, bahwa Alkitab bahasa Indonesia tidaklah diterje-mahkan
dari Alkitab bahasa Inggris. Lihatlah pada bagian awal Alkitab dimana
tertulis bahwa "Teks Perjanjian Lama diterjemahkan dari Bahasa Ibrani.
Teks Perjanjian Baru diterjemahkan dari Bahasa Yunani. Teks Deuterokanonika
diterjemahkan dari Bahasa Yunani". Kedua, perlu diketahui bagi orang
Indonesia yang jelas bukan native English speaker - bahwa kata
"Lord" dalam Alkitab berarti "God" atau "Tuhan".
Kata "Lord" bukan hanya digunakan pada Yesus, tetapi juga pada
Allah Bapa dalam ayat-ayat Perjanjian Lam
|
10. Catatan
(1*)
|
Injil
Matius dipercaya selama ini sebagai Injil yang pertama ditulis dan ditulis
oleh Santo Matius, salah satu dari ke-12 rasul. Akan tetapi hasil
penelitian ahli alkitab menunjukkan persamaan nara-sumber antara Injil Matius
dan Injil Markus.
Pertanyaannya
adalah, mengapa Rasul St. Matius harus mengutip dari sumber Injil Markus
mengingat dia adalah orang yang mengenal Yesus secara pribadi. Sementara
banyak persamaan dengan Injil Matius, Injil Markus - yang terpendek diantara
keempat Injil - menceritakan kisah-kisah Yesus dengan kata-kata yang lebih
mendetail. Oleh karena itu dipercaya bahwa Injil Markus adalah yang pertama
ditulis dan bahwa Santo Matius penulis Injil bukanlah Rasul Matius, melainkan
umat Kristen generasi kedua, sama seperti Santo Markus sendiri yang namanya
sering muncul dalam surat-surat Santo Paulus maupun Santo Petrus, dikenal
juga sebagai Yohanes Markus.
|
Penulis
: Jeffry Komala
Nara
sumber :
- Where We Got The Bible: Our Debt to the Catholic Church, 22nd edition, by The Right Rev. Henry G. Graham, published by Tan Books & Publishers, Inc.;
- Beginning Apologetics 1: How to Explain and Defend The Catholic Faith, by Father Frank Chacon and Jim Burnham, published by San Juan Catholic Seminars;
- The Catholic Bible (NAB): Personal Study Edition, published by Oxford University Press;
- Berbagai situs web Katolik di Internet.
Rekomendasi
bacaan : A History of Christendom (3 volumes), by Warren H. Carroll.
Sumber
inspirasi
|
:
|
The
Catholic Answer lay apostolate
|
Website
|
:
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar