Daftar Isi
1
— Cinta dan Pernikahan
2
— Memilih Pasangan
3
— Kemurnian Pernikahan Kristen
4
— Peran Suami dan Istri Dalam Pernikahan Kristen
5
— Rumah Tangga Kristen
6
— Keluarga Kristen dan Masyarakat Luas
1
- Cinta dan Pernikahan
A. APAKAH
KASIH/CINTA ITU?
Ayat Hafalan : "Sekalipun aku dapat berkata-kata
dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak
mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang
bergemerincing." 1Kor 13:1*.
Manakah di antara pernyataan-pernyataan
berikut ini yang paling sesuai dengan pendapat Anda mengenai arti cinta?
1. Rasa tertarik yang kuat akan seseorang.
2. Sikap
menyayangi dan penuh kelembutan.
3.
Kerinduan untuk bersama dengan seseorang.
4.
Sanjungan dan pemujaan terhadap seseorang.
5. Nafsu
birahi terhadap seseorang.
6. Usaha
untuk meraih sesuatu yang terbaik untuk seseorang.
7.
Perasaan senang jika Anda bersama seseorang, atau berpikir tentang orang itu.
Apakah definisi cinta di dalam kamus Anda?
Sebagian besar orang tidak memunyai pengertian yang cukup untuk mengerti arti
kata "cinta" yang sesungguhnya. Seringkali cinta hanya dianggap
sebagai rasa tertarik terhadap lawan jenis. Pendapat-pendapat tentang cinta di
atas banyak dipengaruhi oleh film, televisi, iklan, majalah, buku-buku, atau
komentar-komentar orang di sekitar kita. Sangat penting untuk kita ketahui
bahwa Allah adalah KASIH dan Ia menyampaikan kebenaran-Nya tentang kasih melalui firman-Nya, yaitu
Alkitab. Bacalah 1Yoh 4:7-10,16*.
1. KITA
BISA MEMPELAJARI TENTANG KASIH DARI ALKITAB
Mungkin Anda tidak pernah berpikir seperti
ini, namun sesungguhnya seluruh Alkitab adalah sebuah kisah tentang kasih.
Alkitab adalah kisah tentang kasih Allah yang tidak pernah mengecewakan
terhadap umat manusia yang sulit dikasihi. Kasih Allah adalah kasih yang nyata.
Melalui seluruh halaman di Alkitab, kita mendapati bagaimana Allah dekat,
menjaga, merawat dan mengerjakan yang terbaik bagi mereka yang dikasihi-Nya.
Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: "Aku mengasihi engkau dengan
kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu." (Yer
31:3*). Dalam Perjanjian Baru, kita melihat gambaran kasih Allah yang luar biasa
terhadap msnusia. Ini adalah kasih yang tak terbatas. Kita melihat Allah di
dalam Yesus Kristus, Anak-Nya yang rela menjalani kematian untuk melakukan yang
terbaik bagi mereka yang dikasihi-Nya.
Jika kita mau menyimpulkan semuanya, kita
bisa mempelajari tentang kasih dengan melihat hubungan Allah dengan manusia,
bahwa kasih berarti selalu memberikan yang terbaik kepada orang yang kita
kasihi. Bacalah Yoh 3:16* dan Rom 5:8*.
2.
GAMBARAN TENTANG KASIH
Kasih di dalam Alkitab bukanlah untuk
mendapatkan sebanyak mungkin dari orang lain, melainkan memberikan semua yang
Anda bisa berikan kepada orang lain. Kasih ini juga bukan untuk mendapatkan
pamrih dari pasangan Anda. Pernyataan yang paling lengkap tentang kasih dalam
Alkitab terdapat di 1Kor 13:4-8*. Bacalah ayat-ayat tersebut, renungkanlah tiap
tindakan kasih tersebut, dan mulailah berpikir tentang penerapannya dalam
pernikahan.
1. Kasih itu sabar. Kasih itu tidak mudah
marah, tidak mudah menyerang, tidak mudah sakit hati. Kasih itu memampukan kita
untuk bersabar terhadap yang kita kasihi jika kita merasa disalahi, dikritik,
atau
diabaikan.
Kasih akan menunggu untuk melihat efek
yang baik dari kesabaran tersebut.
2. Kasih itu murah hati. Kemurahan
menunjukkan suatu penghargaan. Kemurahan
berarti ingin menolong, suatu suara yang merdu, suatu keinginan hati yang ingin selalu memberi.
3. Kasih itu tidak cemburu. Kasih bukanlah
suatu persaingan dengan orang yang kita kasihi, juga tidak berarti kita iri
kalau dia mendapatkan lebih. Kasih
bukanlah iri dengan talenta yang dimiliki
orang yang kita kasihi, kecakapan memimpinnya, kemampuannya untuk bergaul dengan orang lain atau kemampuannya
dalam mengerti firman Tuhan.
4. Kasih itu tidak memegahkan diri. Kasih
tidak berusaha untuk menonjolkan dan menyombongkan diri sendiri. Tidak juga
menganggap diri lebih tinggi dari pasangan kita. Kasih tidak menyombongkan
kekuatan sendiri dan juga tidak membesar-besarkan kelemahan-kelemahan dari
orang yang kita kasihi.
5. Kasih itu tidak sombong. Kasih tidak
memunyai sifat menonjolkan diri dalam
hati. Kasih tidak berarti mencari perhatian dari kerja keras yang sudah dilakukannya. Kasih itu
tidak bersifat menekan, atau sok memerintah.
6. Kasih tidak melakukan yang tidak sopan.
Kasih tidak berbuat yang tidak sesuai etika, melainkan berbuat dengan
kelembutan dan keramahan. Kasih itu menunjukkan rasa pengertian. Kasih itu
tidak kasar atau menghina orang lain.
7. Kasih itu tidak mencari keuntungan diri
sendiri. Kasih itu tidak mengharapkan
segala sesuatu dilaksanakan untuk menyenangannya. Kasih tidak mementingkan segala selalu yang
menjadi haknya. Kasih selalu mencari apa
yang disenangi orang yang kita kasihi.
8. Kasih itu tidak pemarah. Kasih itu tidak
mudah tersinggung atau mudah mencari kesalahan. Kasih itu tidak mudah menjadi
jengkel jika ada sesuatu yang salah. Kasih itu tidak mudah dikecewakan oleh
perbuatan dari orang yang kita kasihi.
9. Kasih itu tidak menyimpan kesalahan orang
lain. Kasih itu tidak mudah berubah menjadi kepahitan. Tidak mudah mendendam.
Kasih tidak menyimpan perasaan yang
tidak enak karena perbuatan dari orang yang
kita kasihi.
10. Kasih tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Kasih tidak merasa senang dengan kamalangan yang menimpa orang yang kita kasihi. Kasih berarti
tidak bersukacita jika bisa mengatakan,
"Lihat, kamu juga tidak sempurna." Kasih memunyai sukacita batin di dalam kebenaran.
11. Kasih menutupi segala sesuatu. Kasih
menutupi kesalahan dari orang yang kita
kasihi. Kasih tidak mencemooh seseorang yang
kita kasihi dengan mengatakan kelemahan atau kegagalannya di muka umum.
12. Kasih percaya segala sesuatu. Kasih
mengatasi segala kecurigaan, kebimbangan
atau ketidakpercayaan. Kasih memilih untuk percaya pada sesuatu yang terbaik dari orang yang kita
kasihi dan menerima bahwa maksud dan
motivasinya adalah murni.
13. Kasih mengharapkan segala sesuatu. Kasih
tidak membesar-besarkan masalah. Kasih
tidak pernah menyerah, tidak pernah putus asa.
Kasih selalu mengharapkan yang terbaik dari yang dikasihi.
14. Kasih sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih berarti suatu komitmen. Kasih
tetap tegar dalam menghadapi masalah. Kasih mampu bertahan dalam badai penderitaan dan
kesukaran. Kasih tetap menjaga hati
yang sukacita di dalam pencobaan dan masalah.
15. Kasih tidak pernah berkesudahan. Kasih
tidak pernah jatuh, tidak pernah
berhenti, tidak pernah memilih perceraian sebagai penyelesaian masalah. Kasih selalu menjaga
pernikahan supaya pernikahan tetap erat.
3. KASIH
MERUPAKAN SUATU PROSES
Meskipun kadang-kadang orang berkata,
"Kami sedang jatuh cinta," tetapi mereka sesungguhnya sudah bertumbuh
di dalamnya. Kasih yang dewasa bertumbuh dari bagaimana cara mendapatkannya
sampai usaha untuk menjaganya dengan sukacita. Satu-satunya cara agar kita bisa
mengalami kasih yang dalam, setia dan bertumbuh dalam pernikahan adalah dengan
mengalami kasih Allah dalam hidup kita sendiri. Kasih Allah bagi kita turun
menjadi kasih di hati kita masing-masing. Renungkan hal ini, ALLAH MENGASIHI
ANDA!
Renungkanlah kasih-Nya, nikmati kasih-Nya,
minumlah sepuas-puasnya dari kasih-Nya, bersyukurlah kepada-Nya karena
kasih-Nya. Maka segera sesudah Anda melakukannya, Anda akan menyerahkan seluruh
hidup Anda kepada-Nya, membiarkan Dia memenuhi dan mengendalikan hidup Anda
melalui Roh Kudus-Nya, membiarkan Dia hidup dalam hidup Anda. Kasih yang sejati
akan mengalir melalui hidup Anda dan pasangan Anda. Hasilnya adalah pribadi
Anda yang baru, yang mengerti bagaimana mengasihi dengan kepekaan yang paling
tinggi dan mulia sesuai dengan firman Tuhan. Kasih menghasilkan kasih. Allah
ingin memakai kasih semacam ini untuk mengubah pernikahan menjadi suatu
hubungan yang indah sesuai dengan rencana-Nya.
B.
PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan : "Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging." (Kej 2:24*)
Pernikahan adalah hubungan seumur hidup
antara seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan ini memuaskan beberapa
kebutuhan. Menurut Anda manakah kebutuhan yang benar dalam pernikahan?
(1) kebutuhan akan mengasihi dan dikasihi,
(2)
kebutuhan akan persahabatan yang dalam, untuk saling berbagi sebagai teman, dan
untuk kebutuhan seks,
(3)
kebutuhan untuk menghasilkan anak cucu,
(4)
kebutuhan untuk lepas dari kesendirian. Pernikahan seharusnya menjadi cerminan
dari kasih yang juga mencerminkan kasih Allah.
1. CITRA
ALLAH
Untuk mengerti rencana Allah dalam
pernikahan, kita harus memulai dengan maksud Allah yang sesungguhnya terhadap
umat manusia seperti yang terdapat dalam Kej 1* dan Kej 2*.
Allah menciptakan kita sesuai dengan
citra-Nya, berupa pria dan wanita. Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." (Kej 1:26-27*).
Manusia adalah mahluk pribadi yang tidak
seperti ciptaan yang lain. Kita memunyai kemampuan yang unik untuk berhubungan
— hubungan dengan Allah dan hubungan antara satu dengan yang lain.
Allah menghembuskan nafas kehidupan ke dalam manusia dan kita menjadi makhluk
hidup. "Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia dari debu tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup." (Kej 2:7*). Sebagai manusia kita memunyai kemampuan
untuk mencerminkan citra Allah yang memiliki sifat-sifat: berbelas kasihan,
baik, sabar, mengasihi, berintelektual, kreatif dan mengampuni.
Hubungan pernikahan adalah jenis hubungan
yang paling intim diantara semua jenis hubungan antar manusia. Pernikahan
mencakup suatu penyatuan yang misterius dari dua pribadi yang terpisah dengan
suatu cara yang khusus sehingga mereka menjadi satu. Seorang suami dan istri
berhubungan satu dengan yang lain melalui pengalaman-pengalaman yang lebih luas
dan bermacam-macam jika dibandingkan dengan orang lain. Hubungan ini menjadi
istimewa karena terjadi dalam suatu batasan yang terbentuk dari suatu ikatan
janji seumur hidup antara satu dengan yang lain. Pernikahan meliputi jangka
waktu dari awal tahun kedewasaan, usia menengah, usia tua dan kematian. Tidak
ada hubungan lain yang berkembang seperti ini yaitu hubungan yang penuh dengan
kenangan. Hubungan dengan teman dan rekan sekerja penting, namun tidak ada
hubungan yang melebihi hubungan pernikahan dalam hal keintiman.
2.
DICIPTAKAN UNTUK TUJUAN YANG BAIK
Apakah pemikiran Allah untuk dunia yang Dia
ciptakan? "Allah melihat bahwa semuanya [yang telah diciptakan] itu
baik." (Kej 1:10*). Juga bacalah Kej 1:12,18,21,25* dan Kej 1:31*, segala
sesuatu yang diciptakan Tuhan adalah baik! Namun kemudian kita membaca,
"Tuhan Allah berfirman, tidak baik … " Apa yang tidak
baik? "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja" Kej 2:18*.
Bahkan dengan seluruh dunia binatang di sekitarnya, manusia masih tetap
sendiri.
Kesendirian adalah keadaan dimana seseorang
tidak mendapat kesempatan untuk berbagi, mengerti, mencintai, mempercayai
dengan seseorang kepada siapa dia bisa menikmatinya. Seperti itulah keadaan
manusia ketika Allah menciptakannya pertama kali. Meskipun Adam terutama
memerlukan Allah, namun Allah mengatakan bahwa dia juga memerlukan seorang
teman lain. Bacalah Kej 2:18-24* untuk mempelajari jawaban Tuhan atas
kesendirian manusia.
Kata "penolong" berarti seorang
pendukung, rekan sekerja, atau pasangan. Kata ini tidak sama dengan pembantu
atau seorang yang lebih rendah, tapi berbicara tentang hubungan antar teman
yang setara. Kata "sepadan dengan dia" berarti "sama dengan
dia." Ini adalah semacam hubungan dengan teman yang intim yang dikatakan
Allah tidak baik bagi seseorang jika tidak memilikinya. Dalam pernikahan, si
pria bisa mempunyai hubungan yang intim dengan pasangannya yang penuh citra
dari Allah Sang Pencipta seperti dia sendiri. Si pasangan ini akan mempunyai
daya kreasi, kepribadian dan pemikiran-pemikiran yang setara dengan si pria
tersebut.
3. MEREKA
AKAN MENJADI SATU
"Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu,
tetapi mereka tidak merasa malu." (Kej 2:24-25*). Ayat-ayat ini menekankan
adanya ciri-ciri yang lengkap dari dua pribadi dalam suatu pernikahan.
Meninggalkan dan keterpisahan dengan ikatan yang lama adalah penting dalam
pernikahan. Dalam istilah meninggalkan, ada aspek sosial dan hukum dari suatu
pernikahan. Tapi, yang lebih penting, ada tindakan meninggalkan secara emosi
dan secara mental. Ikatan yang lama dengan orang tua, saudara, dan teman tidak
diabaikan, namun setelah pernikahan, janji dan posisi kejiwaan dari seseorang
berubah dan ditujukan kepada ikatannya yang baru.
Terjemahan yang tepat dari bahasa Ibrani
untuk "memisahkan" (dalam bahasa Inggris = cleave) adalah menempel
pada yang lain, atau terikat pada seorang yang lain. Pernikahan tidak boleh
diartikan hanya sekedar selembar kertas yang ditandatangani oleh pendeta atau
petugas yang berwenang. Ini lebih dari sekedar dua orang yang hidup di bawah
satu atap atau tidur di atas tempat tidur yang sama. Pernikahan harus berarti
suatu perpaduan dari dua kepribadian yang menjadi satu. Dan juga harus terikat
dalam sebuah janji antara satu dengan yang lain, suatu pengungkapan perasaan
yang saling menguntungkan dari dua emosi yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Tujuannya adalah kesatuan, keintiman, dan adanya saling berbagi isi hati,
perasaan, dan rahasia pribadi antara satu dengan yang lain tanpa adanya
halangan.
Persatuan dari dua jenis kelamin yang berbeda
dan menjadi satu daging semakin memperkuat cinta kasih dan membuatnya
bertumbuh. Persatuan itu juga mendorong cinta menjadi suatu kesetiaan dan
membuatnya bertahan lama. Tindakan dari mengasihi adalah bukan hanya menerima,
tapi juga memberikan rasa aman dalam pernikahan. Hubungan pria dan wanita yang
sudah menjadi "satu daging" adalah merupakan suatu kesatuan manusia
yang seimbang. Segala bentuk persatuan poligami, pernikahan dengan lebih dari
satu pasangan, atau homoseksual tidak bisa menjadi satu daging seperti yang
diciptakan Tuhan. "Tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap
laki-laki memunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan memunyai suaminya
sendiri." (1Kor 7:2*)
4. APA
YANG SALAH?
Dengan kembali pada Kej 1* dan Kej 2* dan
melihat kembali tujuan Tuhan dalam suatu pernikahan, kita pasti bertanya,
"Apa yang salah?" Dalam rancangan-Nya untuk umat manusia, Allah
memberikan kebebasan yang luas kepada manusia. Allah tidak ingin manusia
menjadi robot yang buta dan tanpa pikiran. Allah menghendaki mereka untuk
kreatif dan menggunakan pikiran mereka, membuat keputusan sebagai hak mereka,
namun tetap ada didalam batasan umum dari rancangan-Nya. Bacalah Kej 1:28-31.
Kitab Kejadian menjelaskan hal ini dengan
menunjukkan bahwa Allah menawarkan semua pohon yang ada di taman, kecuali satu,
sebagai pilihan manusia. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia:
"Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi
pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan
buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati" (Kej
2:16-17*). Berbagai macam kegiatan terbuka bagi umat manusia selama mereka
tetap tinggal dalam maksud Allah yang mencerminkan sifat sejati dari Allah.
Maksud-maksud ini adalah untuk kebaikan dan keuntungan umat manusia. Namun
mereka memilih jalan mereka sendiri, dengan menolak pimpinan dan persahabatan
Allah. Inilah awal dari dosa. Citra Allah dalam hidup mereka menjadi rusak,
menimbulkan akibat yang sangat terasa dalam semua hubungan.
Akibat-akibat ini dimulai dalam pernikahan.
Setelah jatuh dalam dosa pria dan wanita berhenti bersikap terbuka satu dengan
yang lain dan dengan Tuhan. "Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka
tahu, bahwa mereka telanjang … , bersembunyilah manusia dan
isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman."
(Kej 3:7-8*). Mereka juga mendapati keirihatian di antara anak-anak mereka.
"Tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati
Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (Kej 4:5*).
5.
PENEBUSAN
Dosa manusia memerlukan penebusan untuk
memulihkan ciptaan dan hubungan yang sudah rusak. "Dia yang tidak mengenal
dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah." (2Kor 5:21*). Bacalah Rom 5:6-15; 1Kor 15:45-50*.
Kristus datang untuk memulihkan keberadaan manusia yang telah rusak ketika
terpisah dari Allah. Hanya dengan mengijinkan Kristus memulihkan kehidupan
kita, maka citra Allah bisa terlihat kembali dalam kehidupan manusia. Pemulihan
citra akan menjadi sempurna ketika Kristus datang kembali, namun dalam
Perjanjian Baru dikatakan bahwa kita harus memulainya dari sekarang, khususnya
untuk suatu hubungan dalam pernikahan. Orang-orang percaya mengharapkan
pertolongan Allah yang penuh dengan anugerah untuk memulihkan "kesatuan
kasih" dalam kehidupan pernikahan mereka.
DOA
"Bapa,
terima kasih untuk kasih yang Kau anugerahkan bagi kami. Melalui kasih-Mu itu biarlah kami boleh
memulai suatu hubungan yang baru dalam
pernikahan kami sehingga kami bisa mencintai
pasangan kami sebagaimana Engkau kehendaki. Amin"
PERTANYAAN
A:
1. Allah
adalah kasih. Dari mana kita tahu dan belajar tentang kebenaran kasih Allah
ini?
2. Apa
kesimpulan arti "kasih" yang Anda dapatkan dari Yoh 3:16*, dan Rom
5:8*?
3.
Tulislah kembali 1Kor 13:1* dan ubahlah kata "aku" menjadi nama Anda
sendiri.
4.
Berdasar 1Kor 13*, bagaimana Anda menerapkan pengertian "kasih itu tidak
cemburu" dalam hidup pernikahan Anda?
5. Apakah
definisi pernikahan secara umum?
6.
Mengapa hubungan pernikahan disebut sebagai jenis hubungan yang paling intim
diantara semua jenis hubungan antar manusia?
7.
Mengapa Allah berkata "tidak baik" ketika melihat keadaan Adam
sesudah diciptakan?
8. Apakah
artinya ketika Tuhan berkata bahwa Ia akan menyediakan "penolong"
bagi Adam? Apakah artinya "penolong"?
9.
Mengapa Allah berkata bahwa suami akan "meninggalkan" ayahnya dan
ibunya dan "bersatu" dengan isterinya? Apa arti
"meninggalkan"?
10.
Apakah akibat pertama dari kejatuhan manusia dalam dosa dalam konteks pernikahan?
PERTANYAAN
B:
1. Dalam
kasus pasangan yang dijodohkan orang tuanya, apakah mungkin pasangan tersebut
nantinya akan dapat saling mencintai dengan tulus?
2. Menurut Anda, apakah benar anggapan yang mengatakan bahwa kadar
cinta dapat berkurang seiring bertambahnya usia pernikahan? Mengapa?
Referensi
a diambil dari:
Judul
Buku : Pola Hidup Kristen
Judul
Artikel : Ciri-ciri Khusus dari Kasih yang Dewasa
Penulis : Josh McDowell
Penerbit
: Gandum Mas, Malang; Yayasan Kalam Hidup, Bandung; YAKIN, Surabaya, 2002
Halaman : 358 — 360
CIRI-CIRI
KHUSUS DARI KASIH YANG DEWASA
Pertanyaan nomor satu yang diajukan
orang-orang kepada saya, dari negara atau kebudayaan mana pun mereka, adalah
ini: Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa saya jatuh cinta?
Kita selalu dalam keadaan jatuh cinta.
Kasmaran berarti kasih - tetapi tingkatannya berbeda, intensitasnya berbeda.
Cinta monyet juga merupakan kasih yang sungguh-sungguh, tetapi kalau Saudara
terus hidup dengan cinta monyet maka kehidupan Saudara akan sangat menyedihkan.
Pertanyaan yang sebenarnya bukan, Apakah aku
jatuh cinta? melainkan, Apakah cintaku ini dewasa? Apakah kasihku cukup dewasa
untuk dapat menghasilkan suatu hubungan perkawinan yang berlangsung seumur
hidup dan memuaskan? Inilah beberapa ciri khusus dari kasih yang dewasa.
1. Kasih yang dewasa ditujukan pada oknum
secara utuh, bukan hanya pada satu aspek tertentu. Kasih yang belum dewasa
hanya memusatkan perhatian pada sebagian dari oknum itu - daya tarik seks,
sifat humor, pengabdian keagamaan.
Banyak orang mendasarkan kasih mereka pada
aspek fisik. Hal yang mengherankan adalah, sesuai dengan studi yang dilakukan
di Universitas Arizona, satu pasangan yang sudah menikah menghabiskan hanya
sepersepuluh dari satu persen waktu mereka untuk secara langsung terlibat dalam
hubungan fisik. Dan orang-orang berusaha mendasarkan keseluruhan hubungan pada
daya tarik seks. Mereka perlu mengetahui bahwa seks itu bukan lem yang dapat
merekatkan dengan kuat.
Orang lain mendapatkan kasih mereka pada
aspek sosial. "Kami begitu banyak mengalami kesenangan
bersama," kata mereka, "tentu
inilah yang disebut cinta kasih itu." Saudara bisa mengalami saat yang
riang gembira dengan seekor kera, tetapi bukan berarti Saudara harus
mengawininya.
Kasih yang dewasa bahkan bukan semata-mata didasarkan
pada aspek rohani. Seseorang berkata, "Dia mengasihi Yesus, aku mengasihi
Yesus, kami senang pergi ke gereja dan berdoa bersama-sama - ini pastilah cinta
itu." Lihat, Billy Graham mencintai Yesus, dan saya pun mencintai Yesus -
tetapi hal itu tidak berarti kami harus kawin. Jadi, kasih yang dewasa bukan
didasarkan pada satu aspek dari individu atau hubungan. Kasih yang dewasa
melihat oknum secara utuh.
2. Kasih yang dewasa ditunjukkan oleh sikap
saling menghormati dan saling menghargai. Kasih yang dewasa memelihara secara
hati-hati integritas orang lain itu. Kasih ini tidak menggunakan kalimat
seperti, "Jika engkau mencintaiku, engkau harus … "
Kasih yang dewasa kalau dieja adalah
M-E-M-B-E-R-I. Alkitab mengatakan agar Saudara mengasihi sesama manusia Saudara
seperti diri Saudara sendiri (Im 19:18; Luk 10:27*). Alkitab juga mengatakan
bahwa "Suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri"
(Ef 5:28*). Kebiasaan kita adalah mementingkan kebahagiaan, keamanan dan
kemajuan kita sendiri. Jika kebahagiaan, keamanan, dan kemajuan orang lain itu
menjadi sama pentingnya bagi Saudara seperti kebahagiaan Saudara sendiri maka
kasih Saudara kemungkinan sudah dewasa.
3. Kasih yang dewasa dinyatakan oleh adanya
keterikatan dan tanggung-jawab. Masing-masing orang terikat pada hubungan itu
dan bertanggung-jawab atas hubungan tersebut. Kasih yang dewasa bukan
"selesaikan urusanmu sendiri"; melainkan menyelesaikan urusan kita,
bersama. Keterikatan ini perlu muncul sebelum pernikahan terjadi. Jikalau
Saudara tidak merasakannya sebelumnya, Saudara tidak akan menemukannya setelah
itu.
4. Dalam kasih yang dewasa, ada sukacita
dengan kehadiran orang yang kita cintai. Jikalau kalian berdua harus berpisah,
maka kalian rindu untuk bersama kembali. Perpisahan membuat hati semakin
mencintai, tetapi bila Saudara berada bersama orang itu, sukacita semakin besar
lagi.
5. Dalam kasih yang dewasa ada pertumbuhan
dan kreativitas yang dinamis. Tidak mungkin tetap saja. Atau kasih itu
bertumbuh, atau justru mulai menghilang. Sewaktu kasih Saudara menjadi dewasa,
Saudara mencari cara untuk menyatakannya kepada orang yang lain itu. Walaupun
Saudara tidak kreatif sebelumnya, Saudara akan menjadi kreatif waktu Saudara
menyatakan kasih Saudara itu. Istri saya misalnya, membuat tanda kasih yang
luar biasa.
6. Kasih yang dewasa itu realistis. Kasih
yang belum dewasa itu buta; menganggap kekasihnya itu sempurna. Tidak ada
seorang pun yang sempurna, dan kasih yang dewasa mengetahui hal itu. Bilamana
Saudara mengasihi dengan cara yang dewasa, Saudara mengetahui kekurangan orang
yang lain itu, dan Saudara menerima dia secara total kendati pun kekurangan itu
ada.
7. Kekasih yang dewasa bisa
bersifat penuh kepercayaan, terbuka dan terus terang dalam hubungan mereka.
Mereka bisa saling memercayakan rahasia mereka yang terdalam. Kasih yang dewasa
perlu waktu untuk bertumbuh. Janganlah ada pasangan yang menikah sebelum mereka
memberikan cukup waktu bagi kasih mereka untuk menjadi dewasa.
Referensi
b diambil dari:
Judul
Buku : Keluarga Bahagia
Judul
Artikel : Alasan Pernikahan Kristen
Penulis : Stephen Tong
Penerbit
: Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1995
Halaman : 25 — 36
ALASAN
PERNIKAHAN KRISTEN
"TUHAN Allah berfirman: "Tidak
baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan dia." Kej 2:18*
Adam membutuhkan penolong, maka ia dibuat
tidur nyenyak, dan Tuhan meng"operasi" dia lagi. Inilah pengaliran
darah yang pertama di dalam Alkitab. Pengaliran darah untuk penebusan dosa,
adalah setelah Adam dan Hawa berdosa, dan seekor binatang disembelih untuk
pakaian mereka. Tetapi pengaliran darah pertama di dalam diri manusia,
dilakukan oleh Allah sendiri, ketika Allah memecahkan daging sehingga darah
keluar dari Adam. Di sini kita melihat ajaran yang penting sekali, suatu simbol
yang ketat, yaitu tanpa pengorbanan tidak ada orang bisa menjadi pemimpin.
Kalau Adam tidak mau dilukai, ia tidak mungkin bisa menjadi kepala keluarga. Ia
harus ditidurkan dan menerima operasi dari Allah. Di sini kita melihat lambang
yang sedemikian hebat. Sewaktu Kristus mengalirkan darah, baru gereja muncul.
Gereja adalah mempelai wanita Kristus. Kristus mencintai gereja-Nya karena Ia
telah mencurahkan darah untuk gereja-Nya. Ini dilambangkan pada waktu Kristus
mati untuk memungkinkan gereja bisa berdiri. Dan ini dilambangkan oleh Adam
yang harus tidur, dilukai dan berdarah, tulang rusuk diambil, untuk menciptakan
Hawa menjadi penolong baginya.
PEREMPUAN
DARI RUSUK LAKI-LAKI
Orang Barat mempunyai pepatah yang indah:
"Perempuan diciptakan oleh Tuhan dengan tulang rusuk, bukan tulang kepala
supaya jangan keduanya jadi kepala, bukan tulang kaki supaya perempuan tidak
diinjak-injak lelaki." Pertama, jika perempuan dan laki-laki sama-sama
berebut mau menjadi kepala, akhirnya anak-anak menonton terus siapa jadi juara
di rumah. Allah menciptakan wanita tidak dari tulang kepala atau tulang kaki,
ini merupakan keajaiban penciptaan. Kedua, tulang rusuk adalah tempat jantung
dan hati, untuk dicintai oleh suaminya, karena memang dulu engkau di
jantung-hatiku. Di tempat yang dekat dengan jantung, dimana suami bisa
mencintai dia seperti mencintai jantungnya sendiri. Mencintai dia sebagai
mencintai diri sendiri, yang paling dekat dengan hatinya. Bukankah istilah ini
berulang kali muncul dalam surat-surat cinta, "jantung-hatiku".
Ketiga, tulang rusuk adalah untuk melindungi, membimbing, dan menjaga dia.
Salah satu gambaran yang paling indah di dalam dunia ialah ketika seorang pria
melindungi dan membimbing seorang wanita. Di dalam dunia ada dua macam lukisan
yang sungguh-sungguh menggambarkan keindahan, yaitu: (1) seorang laki-laki yang
sungguh-sungguh melindungi keluarga yang dilambangkan dengan dia memberikan
lengannya kepada istrinya, dan (2) seorang ibu yang menggendong mata bayinya,
dimana mata ibu kontak dengan mata bayi sehingga yang dari atas menyatakan
cinta dan yang bawah menyatakan pengharapan yang penuh. Ini lukisan yang
terindah yang bisa saya bayangkan di dalam dunia. Sebagaimana bapa mencintai
ibu, orang tua mencintai anak, hanya menjadi indah karena gambar bagaimana
Kristus mencintai gereja dan Allah mencintai umat manusia. Demikianlah kita
melihat rencana Allah supaya kita membentuk keluarga yang indah dan bahagia,
yang boleh menjadi cermin di dalam dunia ini bagaimana kuasa dan cinta Allah
kepada manusia. Orang itu tidak baik hidup tanpa seorang penolong. Di sini kita
melihat wanita diciptakan untuk menolong suaminya, bukan untuk menguasai,
mememimpin, dan mempengaruhi secara negatif suaminya, tetapi menjadi penolongnya.
Tetapi suami juga harus jelas jalan di dalam kehendak Tuhan, sehingga ia berhak
memimpin seluruh keluarga di dalam menjalankan kehendak Tuhan.
Mengapa
orang hidup sendiri itu tidak baik?
1. Manusia diciptakan di dalam sifat relatif.
Manusia harus hidup di dalam satu hubungan
antar manusia secara relatif. Tetapi manusia satu-satunya makhluk yang diberi
konsep kemutlakan di dalam kerelatifan. Itu sebab manusia betul-betul tidak
boleh menjadi Allah. Manusia tidak seharusnya memutlakkan diri. Tetapi manusia
yang hidup terus-menerus seorang diri, masuk ke dalam bahaya hidup memutlakkan
diri. Itu sebabnya Allah mengatakan tidak baik manusia hidup seorang diri.
Jangan pikir dulu bahwa pria tidak baik hidup sendiri karena nanti akan cari
pelacur. Itu pikiran tidak beres. Hidup seorang diri tidak baik, karena mungkin
membuat orang tersebut memutlakkan diri. Orang makin tua makin kaku, sehingga
mengubah orang makin tua makin sulit. Kalau orang tidak mau diubah lagi,
berarti ia mulai tua. Kalau tuanya beres bagus, tetapi kalau tidak beres, itu
mirip Allah. Kalau orang sudah sedemikian kaku dan ia akan merasa seperti
Allah, maka Allah mengatakan hanya ada satu Allah, maka matilah ia. Karena
manusia mempunyai kemungkinan bahaya memutlakkan diri, maka Allah mengatakan
bahwa tidak baik hidup sendiri.
2. Manusia diciptakan sebagai bagian dari
keseluruhan.
Manusia bukan dicipta sebagai keseluruhan,
sehingga tidak ada seseorang yang bisa melakukan segala sesuatu dengan kekuatan
sendiri. Dia hanya sebagian dari masyarakat, dia hanya sebagian dari keluarga.
Saya termasuk orang mempunyai bakat cukup menyeluruh, dalam hal ini saya tidak
berani bangga karena saya takut akan dihakimi dan dihukum lebih banyak daripada
orang lain. Orang yang banyak bakatnya, tetap harus ingat bahwa ia hanya
sebagian saja. Saya masih memerlukan bagian lain untuk memperlengkapi saya. Di
dalam hal ini keseluruhan tidak dapat secara mutlak diwakili oleh bagian.
Ketotalan tidak bisa diambil alih oleh sebagian. Itu sebab pada saat orang
menganggap ia bisa semua dan tidak membutuhkan orang lain, orang itu mulai
mengalami suatu bahaya. Tuhan kadang-kadang memberikan talenta yang sedemikian
limpah kepada satu orang, tetapi tetap ia membutuhkan orang lain. Pada jaman
High-Renaissance, kita melihat Leonardo DaVinci, Michaelangelo, Bonoargi,
Raphaello, mereka semua adalah arsitek, pelukis, ahli ilmiah, pemahat, dan
mempunyai banyak aspek yang lain-lain. Terkadang Tuhan menciptakan orang yang
mempunyai begitu banyak talenta, tetapi jangan lupa, Tuhan tetap mengatakan
kalimat ini: "Hidup tersendiri itu tidak baik," supaya tidak
mengganggu keseluruhan dan supaya menghargai yang lain.
3. Manusia diciptakan untuk menolong dan
ditolong.
Ini adalah dalam arti relativitas sifat
ko-operasi. Sifat ko-operasi merupakan sifat yang begitu penting di dalam hidup
masyarakat manusia. Itu sebab manusia sangat perlu saling membantu. Kalau
tangan kanan bisa menolong mencuci semua bagian, termasuk tangan yang satunya,
ia sendiri tidak bisa mencuci dirinya sendiri. Bagaimana hebat "tangan
menolong yang lain, ia tidak bisa menolong diri sendiri." Singgungan yang
terbesar bagi mata ialah ia bisa melihat segala sesuatu tetapi tidak bisa
melihat sendiri. Ini kalimat dari Ralph Emerson, seorang pujangga besar dari
Amerika. Mata harus disinggung karena mata melihat segala sesuatu, tetapi tidak
bisa melihat sendiri. Bukan saja mata tidak bisa melihat sendiri, mata kanan
juga tidak bisa melihat mata kiri dan sebaliknya, karena terhalang oleh hidung.
Itu sebab saya perlu memberitahu kepada istri saya, dan istri saya memberitahu
kepada saya. Kita memerlukan saling memberitahu. Kata "saling" tidak
dimengerti oleh orang yang memutlakkan diri. Kita kadang-kadang bisa berselisih
pendapat, dan itu merupakan bahagia dari Tuhan. Perhatikan kata ini: cekcok
kecil bahagia, cekcok besar bahaya. Orang itu hidup seorang diri tidak baik,
maka perlu seseorang untuk menolong dia.
I. ALASAN
PERNIKAHAN SECARA NEGATIF
Mengapa kita menikah? Untuk ini kita akan
melihat dari dua aspek, yaitu secara negatif, dan secara positif. Dari aspek
negatif, kita akan menolak beberapa sebab, antara lain:
1. Menikah bukan karena usianya sudah sampai.
Berapa banyak orang tua berkata: "Kamu
sudah umur 30 masih makan nasi di sini, apa tidak malu? Cepatlah
"menikah." Ini membuat orang sulit makan nasi. Tidak! Kita menikah
bukan karena umurnya sudah sampai. Kapan usia itu sampai? Ini sangat relatif.
Orang Mongolia pada usia 15 tahun bisa sudah menjadi nenek, ada yang umur 8
tahun sudah matang, dan bisa melahirkan anak. Itu di Mongolia. Jika kita
menikah hanya karena usia sudah sampai, itu berarti melayani sejarah dan tidak
mungkin mengubah sejarah. Manusia tidak seharusnya melayani sejarah.
"Waktu mendesak saya untuk menikah, lalu saya cepat-cepat menikah,"
itu sifat binatang bukan manusia.
2. Menikah bukan karena papa dan mama perlu
cucu.
"Cepatlah menikah, saya sudah tidak
tahan ingin gendong cucu." Baru berapa hari yang lalu seorang berkata
kepada saya, bahwa ia ingin sekali anak-anaknya cepat menikah tetapi belum ada
yang nikah, ia ingin sekali. Ia merasa tidak enak lihat anak orang lain sudah
menikah dan anak sendiri belum menikah. Sabar! Daripada salah nikah, lebih baik
menunda nikah. Bukan demi untuk melayani orang tua yang sedemikian ingin
menggendong cucu, maka cepat-cepat menikah. Setiap orang yang mau menikah harus
mempunyai pengertian makna nikah yang dikaitkan dengan rencana Allah, sehingga
dapat menguasai emosi dan nafsunya sendiri, kalau tidak Saudara tidak berhak
menikah.
3. Menikah bukan karena sudah terlanjur.
Menikah bukan karena sudah terlanjur,
sehingga diperintah oleh bayi di perut. Orang Tionghoa kalau menikah selalu
menulis di dalam iklan atau pengumuman di surat kabar: "Demi perintah
orang tua, kami akan menikah pada tanggal … Tetapi itu zaman dulu.
Dulu orang menikah atas perintah orang
tua, tetapi orang zaman sekarang menikah atas perintah anak-anak kecil. Sudah
terlanjur, akhirnya hamil. Maka sekarang anak bayi itu memerintah untuk
cepat-cepat menikah, supaya tidak malu. Sudah hamil baru menikah, itu berarti
demi anakku yang di perut. Berapa banyak orang yang menikah karena sudah
terlanjur. Pernikahan tidak seharusnya didasarkan pada keadaan seperti itu.
4. Menikah bukan karena memerlukan seks.
Karena saya sudah matang, bukan sekedar umur,
tetapi seks memaksa saya untuk menikah. Tidak. Itu merupakan pernikahan yang
rendah, yang tidak bertanggung jawab, dan yang bahaya sekali. Orang Yunani
mengatakan: "Mengapa otak di atas hati, dan hati di atas pinggang?"
Bagi Plato, otak, hati, dan pinggang, merupakan tiga tempat yang urutannya
mempunyai arti yang sangat besar sekali. Pinggang adalah tempat seks, hati
adalah tempat emosi, dan otak adalah tempat rasio. Allah sudah mengatur
sedemikian rupa biar pinggang dikuasai oleh hati, dan hati dikuasai otak.
Maksudnya, orang yang paling rendah adalah orang yang pinggangnya mengatur
hidupnya, orang yang paling rendah, paling hina dan tidak mengerti tentang
keluarga. Kelompok kedua yang lebih tinggi ialah apabila cinta menguasai seks.
Karena ia mempunyai cinta yang sejati baru ia mengendalikan akan nafsunya.
Orang yang sedemikian adalah orang yang lebih berbahagia. Tetapi Plato berkata
bahwa itu masih kurang. Orang yang lebih berbahagia lagi adalah orang yang
otaknya menguasai hati, baru otak dan hati menguasai pinggang. Berarti dengan
rasio kita mengerti kebenaran, lalu kebenaran itu menguasai emosi, sehingga
emosi itu tidak meluap, baru emosi itu menguasai seks. Seks dikuasai oleh
cinta, dan cinta itu dikuasai oleh kebenaran. Bukankah ini merupakan suatu
kebahagiaan? Tetapi saya berkata kepada Saudara, bahwa ini masih merupakan
pikiran dunia, tetapi pikiran Kristen lebih tinggi lagi. Kalau kita tanya
Plato, pinggang dikuasai oleh hati dan hati dikuasai oleh otak, maka otak,
dikuasai siapa? Mereka berhenti dan tidak ada jawaban. Tetapi bagi orang
Kristen, otak dikuasai oleh Firman. Firman, Rasio, Emosi, dan Hidup Seks. Di
sinilah letak dasar mendirikan dan membentuk keluarga yang sukses.
II.
ALASAN PERNIKAHAN SECARA POSITIF
Dalam rencana-Nya yang kekal, Allah
menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, menurut peta dan teladan
Allah sendiri. Inilah dasar dari kesamaan status dari laki-laki dan perempuan.
Maka kita
melihat bahwa alasan pernikahan secara positif:
MERUPAKAN
RENCANA DARI PENCIPTAAN ALLAH.
Dari keindahan struktur masyarakat Tuhan
telah menciptakan manusia dengan sifat mutual yang ada pada setiap pribadi.
Sifat mutual berarti potensi manusia untuk mengasihi dan dikasihi. Mutual ini
bila mencapai suatu keseimbangan, mencapai kesempurnaan hidup manusia. Manusia
bisa mencintai dan bisa dicintai. Manusia butuh penyaluran cinta dari dirinya,
sebagai inisiator emosi. Tetapi manusia juga memerlukan suatu penerimaan cinta
untuk dirinya, sebagai receiver (=penerima). Ia menerima kedua hal ini.
Keseimbangannya membentuk gejala jiwa yang normal. Salah satu kendala yang
merusak kenormalan psikologi yaitu ketidak seimbangan antara kasih yang
diterima dan diberikan. Jikalau kita menerima cinta kasih yang banyak tetapi
tidak dapat menyalurkan cinta dengan inisiatif sendiri, tidak mungkin jiwa kita
menjadi normal. Sebaliknya jika kita terus memberikan cinta kasih kepada orang
lain tetapi belum pernah kita dicintai, itu juga mengakibatkan ketidaknormalan
bagi kita. Akibatnya sangat buruk, bukan saja merusak diri tetapi juga menghambat
keharmonisan dari keseluruhan masyarakat. Karena Allah adalah kasih adanya,
maka manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah juga diberikan
suatu potensi seperti diri Allah, yang adalah Sumber Kasih dan sekaligus Ia mau
manusia memberikan cinta kasih berdasarkan kasih yang diberikan-Nya. Ia adalah
Inisiator yang mutlak. Dan manusia yang mempunyai sifat mutual ini, perlu
baik-baik mengerti kasih dan kebenaran.
BAGI YANG TIDAK MENIKAH
Bagaimana dengan mereka yang tidak menikah
atau tidak mempunyai kesempatan tidak menikah, bagaimana mungkin mencapai hidup
sempurna? Saudara yang tidak menikah karena pilihan sendiri ataupun karena
pengaturan Tuhan atau belum ada kesempatan untuk menikah karena waktu Tuhan
belum sampai, jangan sekali-kali kau menjadi minder, karena kasih bisa
disalurkan dengan lebih agung tanpa melalui pernikahan. Karena kasih bisa
disalurkan kepada bidang-bidang lain yang lebih luas. Sekali lagi saya
menegaskan jangan kita menganggap yang tidak menikah ketinggalan dan sebagainya.
Banyak dari orang yang tidak menikah telah memberikan sumbangsih besar dalam
sejarah umat manusia dan bisa mencapai kesempurnaan hidup dengan keseimbangan
hidup yang dijalan melalui pengertian kasih yang dibagikan lebih luas kepada
orang lain di luar pernikahan. Tetapi ini harus dibatasi, jangan mencampur
adukkan kasih dan seks menjadi satu. Karena Allah menciptakan manusia dengan
sifat mutual, mengasihi dan dikasihi. Keseimbangannya menjadikan manusia
mencapai satu kepuasan, kesempurnaan dari oknum yang bersifat kasih.
PENTINGNYA RELASI KASIH
Dalam
berbagai relasi tidak ada yang lebih erat dan riskan kecuali hubungan yang
mengakibatkan kelahiran atau menghasilkan hidup yang baru melalui pernikahan.
Ini merupakan satu persatuan yang paling intim dan paling riskan, dan menuntut
tanggung jawab paling berat sepanjang sejarah hidup manusia. Itu sebabnya
Alkitab berkata dengan jelas bahwa setiap orang harus menghormati pernikahan.
Berarti pernikahan tidak boleh dijadikan permainan. Pernikahan bukan pemenuhan
kebutuhan seks, dimana kita bisa memuaskan nafsu lalu selesai. Pernikahan harus
dimengerti melalui kesadaran sesungguhnya terhadap kebenaran yang terkandung
dalam pernikahan. Persatuan melalui pernikahan menurut Alkitab melambangkan
persatuan antara gereja dengan Yesus Kristus. Adam ditidurkan oleh Allah sampai
nyenyak lalu ia dioperasi sehingga rusuknya dikeluarkan satu dan berdarah.
Melalui keadaan rela berkorban baru ada yang dicintai menikmati cinta
sesungguhnya. Demikian Kristus mati dan bangkit bagi gereja. Gereja menjadi
mempelai perempuan dari Yesus Kristus. Persatuan ini menjadi mungkin dan cinta
mencapai makna yang penuh karena Inisiator Kristus menjadi contoh bagaimana
mengorbankan diri demi menyatakan kasih kepada gereja. Karena Kristus mengasihi
gereja maka pengorbanan diri menyatakan diri boleh menjadi sasaran kasih. Maka
persatuan melalui pernikahan merupakan suatu kewajiban yang berat, persatuan
yang bermakna begitu dalam. Sehingga relasi yang paling, yaitu hubungan antara
Kristus dengan tebusan-Nya, dilambangkan dengan pernikahan.
2 - Memilih
Pasangan
A. PEMILIHAN
Ayat Hafalan : "Janganlah kamu merupakan pasangan
yang tidak seimbang dengan orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah
terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat
bersatu dengan gelap?" 2Kor 6:14*
Bagaimana saya menemukan pasangan yang sesuai
untuk saya?
Bagaimana
saya tahu jika saya sudah menemukan pasangan yang sesuai?
Mencari kehendak Tuhan dalam mencari pasangan
adalah langkah pertama untuk membentuk suatu pernikahan yang berhasil. Pelajari
dan ikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan Alkitab. Petunjuk yang paling
penting terdapat dalam 1Kor 10:31*. Aku menjawab: "Jika engkau makan atau
jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah
semuanya itu untuk kemuliaan Allah". Paulus mengharapkan kita untuk
melakukan segala sesuatu dalam hidup ini demi kemuliaan Tuhan. Tentu saja
pernikahan juga seharusnya membawa kemuliaan bagi Tuhan. Kita diberikan janji
dalam Ams 3:5-6*, "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala
lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Kita harus mempercayai Allah,
mengenal Dia, memandang kepada-Nya dan bukan kepada diri kita sendiri dalam
mencari hikmat dan pengertian. Maka Ia berjanji akan membuat jalan kita lurus
dan menunjukkan kepada kita jalan kebenaran.
Apakah bagian kita dalam memilih pasangan
yang Allah inginkan bagi kita? Kita perlu memerhatikan prinsip-prinsip yang
akan menolong kita memilih dengan bijaksana. Akankah Allah ingin kita memilih
pasangan yang tidak mengenal dan menghormati Dia? Perintah dalam Perjanjian
Baru adalah "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan
orang-orang yang tak percaya." (2Kor 6:14*). Sebagai seorang Kristen, kita
harus mengetahui tanpa ragu-ragu bahwa yang sesuai dengan Allah haruslah
seorang Kristen juga. Kej 24* menceritakan suatu cerita dalam memilih pasangan
hidup. Kita bisa melihat cerita tersebut.
1. BAGAIMANA
ISHAK MENDAPATKAN SEORANG ISTRI
Abraham sudah tua. Dia mengatakan kepada
pembantu dan kepala pelayannya, Eleazar, yang bertugas mengurusi semua
miliknya, untuk pergi ke negerinya dan memilih istri yang sesuai untuk Ishak.
Dia harus memilih wanita di antara bangsanya sendiri, yang adalah penyembah
Allah. Abraham berdoa supaya Eleazar mendapatkan petunjuk Tuhan.
Ketika Eleazar tiba di kota Nahor di
Mesopotamia dia segera berdoa kepada Allah seperti ini, "Tuhan, Allah
tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah
kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham. Di sini aku berdiri di dekat mata air,
dan anak-anak perempuan penduduk kota ini datang keluar untuk menimba air.
Kiranya terjadilah begini: anak gadis kepada siapa aku berkata: Tolong
miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang menjawab: Minumlah, dan
unta-untamu juga akan kuberi minum - dialah kiranya yang Kautentukan bagi
hamba-Mu, Ishak." (Kej 24:12-14*).
Sebelum dia selesai berdoa, Ribka datang
dengan buyung di atas bahunya. Eleazar berkata kepadanya, "Tolong beri aku
minum air sedikit." "Minumlah." Kata Ribka, "Dan aku akan
memberi minum unta-untamu juga."
Ketika Ribka sudah selesai, Eleazar
memberikan kepadanya sebuah cincin emas, "Siapa ayahmu?" tanya
Eleazar. Kakeknya adalah saudara Abraham! Eleazar sangat takjub dan bersyukur
kepada Tuhan. Dia berlutut saat itu juga dan menyembah Allah. Allah sudah
melakukan itu, persis seperti yang diinginkan Abraham, sama seperti yang
didoakan oleh hamba tersebut. Allah sudah mengijinkan Eleazar menemukan istri
yang sempurna bagi Ishak.
"Ini adalah dari Tuhan. Jadilah seperti
yang dikehendaki-Nya. Ribka, maukah engkau pergi beserta orang ini dan menikah
dengan Ishak?" Tanya ibu dan saudaranya. "Mau" jawabnya.
Eleazar, Ribka dan orang-orang yang beserta dengan dia berjalan pulang. Ketika
mereka sudah dekat, Ribka melihat seorang pria berjalan di padang dan bertanya,
"Siapakah orang itu?" Ya, pria tersebut adalah Ishak. Cerita tersebut
diakhiri dengan menceritakan bahwa Ishak mengambil Ribka sebagai istrinya dan
dia mengasihi istrinya tersebut.
Apakah Allah menghargai kepercayaan Abraham
dan Eleazar kepada-Nya?
2.
MENGHADAPI KESULITAN-KESULITAN
Memilih pasangan hidup dapat membawa kita ke
dalam keadaan yang sulit. Renungkanlah kejadian-
kejadian
berikut ini dan tulislah menurut Anda bagaimana seorang Kristen yang sedang
mencari kehendak Allah harus berbuat:
1. Seseorang mencoba untuk memaksa Anda
menikah sehubungan dengan penglihatan atau mimpi yang dia katakan berasal dari
Tuhan.
2.
Seseorang mengatur sebuah pernikahan bagi Anda. Mungkin karena ketidakcocokan,
waktu, atau situasi mengharuskan kita menikah dengan seseorang yang tidak
sesuai dengan pilihan kita.
Ingatlah, bahwa orang Kristen harus lebih
mentaati Allah daripada manusia. Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab,
katanya: "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada
manusia." (Kis 5:29*). Ceritakan kepada orang-orang yang bersangkutan
mengenai perasaan Anda. Lakukan itu dengan seramah dan selembut mungkin. Mintalah
keberanian dan kekuatan dari Allah untuk menghadapi ketidaknyamanan sekarang,
daripada menyebabkan banyak orang tidak bahagia karena terpaksa menerima suami
atau istri yang tidak kita pilih.
3.
MENIKMATI BERKAT-BERKAT ALLAH
"Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah
yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena
TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah
hidupmu - kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan ia akan bertindak."
(Mazm 37:3-5*). Daud sang pemazmur, memberikan tiga tindakan yang akan kita
lakukan dalam berhubungan dengan Allah. Pelajarilah hal-hal tersebut dan
tulislah dibawah ini.
Salah satu hasil dari ketaatan ini adalah,
"dan Dia akan memberikan kepadamu kehendak hatimu." Rencana Allah
untuk pernikahan Anda adalah bagian dari rencana-Nya untuk hidup Anda.
Berusahalah untuk mengikuti kehendak-Nya setiap hari. Dia akan menunjukkan
kepada Anda kehendak-Nya untuk pernikahan Anda.
4.
PERTANYAAN-PERTANYAAN
Marilah kita melihat beberapa pertanyaan yang
sering ditanyakan orang tentang memilih pasangan hidup.
1. Di mana saya akan bertemu dengan calon
pasangan hidup saya? Anda mungkin bertemu dengannya di sekolah, di gereja, di
pertemuan keluarga, atau di tempat yang lain. Tapi ingat, jangan mencari di
tempat yang salah. Para pembimbing dan orang Kristen yang sudah dewasa dapat
membantu dengan mengatur kegiatan-kegiatan dimana anak-anak muda bisa berkumpul
bersama.
DIA MAMPU UNTUK MEMIMPIN ORANG-ORANG YANG
BERKENAN KEPADA-NYA UNTUK BISA BERTEMU DI TEMPAT DAN WAKTU YANG TEPAT.
2. Apa yang akan saya rasakan jika saya
bertemu dengan pribadi yang khusus ini? Kita akan tertarik pada seluruh
keberadaannya, penampilannya, kerohaniannya, sifat dan ketulusannya, kepandaiannya, dan banyak pengalaman atau
karunia yang sudah Tuhan berikan, bahkan kelemahannya. Janganlah memilih
pasangan hidup karena simpati, atau karena mengharapkan keuntungan atau materi,
juga janganlah karena alasan atau motivasi yang salah. Dasar daripada
pernikahan adalah komitmen, bukan hanya hidup bersama; meskipun demikian, jauh lebih mudah jika
misalnya mempunyai kesenangan yang
sama dan secara alamiah dapat saling mendapatkan kebahagiaan dari pasangannya.
Pemilihan pasangan hidup menempati urutan
kedua setelah keputusan untuk menerima atau menolak Yesus. Tuhan akan memimpin
pengambilan keputusan yang berat ini jika kita mengikuti prinsip-prinsip yang
sudah diberikan-Nya kepada kita:
1. Memilih seseorang yang juga seorang
Kristen.
2.
Mengikuti pimpinan Tuhan daripada menerima pilihan orang lain.
Rencana
Allah untuk memilih pasangan hidup merupakan bagian rancangan-Nya bagi hidup
kita secara keseluruhan.
B.
PASANGAN
Ayat Hafalan : "Namun demikian, dalam Tuhan tidak
ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab
sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki
dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah." 1Kor
11:11-12*
Allah memilih untuk menciptakan dua jenis
kelamin. Setiap pribadi menjadi sempurna di dalam Kristus.
"Dan
kamu telah dipenuhi di dalam Dia. Dialah kepala semua pemerintah dan
penguasa." (Kol 2:10*). Allah menghendaki supaya pria dan wanita saling
melengkapi dalam pernikahan. Mereka dipersatukan bersama untuk membentuk suatu
kesatuan pernikahan. Setiap pribadi yang disatukan dalam pasangan akan membawa
masing-masing suatu nilai tambah, tindakan untuk memperkaya dan memperbaiki.
1. DALAM PERJANJIAN
Pengajaran Alkitab mengenai pernikahan
menyebutkan bahwa pernikahan adalah berarti pasangan, suatu ikatan janji antara
dua orang. Ini adalah suatu persetujuan yang secara bebas dibuat ketika
seseorang memberikan dirinya kepada pasangannya. "Kekasihku kepunyaanku
dan aku kepunyaan dia." (Kid 2:16*). Tema yang dikidungkan di seluruh Kidung
Agung adalah suatu perasaan saling menyukai yang besar antara suami istri.
Sukacita, semangat dan kesukaan yang saling dibagikan muncul dalam setiap
paragraf. Dalam pernikahan, terjadi persatuan jiwa dengan jiwa, tubuh dengan
tubuh. Tidak ada pasangan yang bebas terhadap yang lain. Mereka saling
memerlukan. Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan
tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari
laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala
sesuatu berasal dari Allah. 1Kor 11:11-12*. Tiap jenis kelamin mempunyai
penghargaan yang sama dan mempunyai nilai yang unik di hadapan Allah.
"Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba
atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua
adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Gal 3:28*).
2. AKIBAT DOSA
Dosa mengakibatkan rusaknya rencana Allah.
Laki-laki dan perempuan melupakan bahwa hubungan antara pasangan adalah setara.
Suami mulai menjadi pasangan yang berkuasa, dan penghormatan sang istri tidak
lagi ditunjukkan.
3. KEDATANGAN YESUS
Tuhan Yesus membawa rencana yang baru. Ini
betul-betul mengembalikan rencana Allah yang sebenarnya. Paulus menyatakan.
"Tidak ada lagi Yahudi atau Yunani, budak atau orang merdeka, pria atau
wanita, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus." (Gal 3:28*).
Petrus memerintahkan sang suami untuk menghormati istrinya sebagai kawan ahli
waris dari Kerajaan Allah (1Pet 3:7*). Dalam kekristenan, penghargaan wanita
yang terlupakan diterangi kembali dan nilai-nilai mereka dinyatakan. Kristus
mengembalikan kepada laki-laki suatu karunia yang berharga yaitu memimpin sang
istri sebagai pasangan yang penuh. Istri bukan hanya penolong bagi suaminya
dalam kehidupan sekarang ini, namun juga merupakan kawan ahli waris bersamanya
dari hidup yang kekal.
4. TANGGUNG JAWAB TIMBAL BALIK
Dalam kekristenan sang suami dan istri
masing-masing mempunyai hak untuk mendapatkan kesetiaan yang penuh dari
pasangannya. "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan
janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah
akan dihakimi Allah." (Ibr 13:4*). Beberapa kelompok masyarakat hanya
mengharapkan kesetiaan pihak istri, namun standar Tuhan adalah kesetiaan oleh
kedua pihak. Suami dan istri dipanggil untuk saling mengasihi. "Hai suami,
kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri-Nya baginya." (Ef 5:25*). "Dan dengan demikian
mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya
… " (Tit 2:4*). " … Dan rendahkanlah dirimu
seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus." Ef 5:21* menyatakan
tanggung jawab dari sikap saling taat. Yaitu tiap pihak secara sukarela dan
mengasihi mau taat terhadap yang lain. Ketaatan yang bersifat timbal balik ini
memberikan kepada suatu keluarga dasar yang kuat.
5. SEBUAH TIM
Sebuah pernikahan dimana tiap pihak mengenal
nilai dan penghargaan dari pasangannya akan menghasilkan hubungan yang paling
indah. Tiap pihak dapat menggunakan sumber, hikmat, atau pertolongan dari
pasangannya. Pasangan yang bisa saling menikmati satu dengan yang lain sebagai
teman dapat menemukan kesukaan yang besar dalam kebersamaan mereka. Waktu untuk
berdoa, berbicara dan membaca bersama akan memperkaya hidup mereka. Pergi ke
berbagai tempat bersama dan saling berbagi pengalaman akan memberikan kepada
mereka suatu ikatan yang kuat. Hal-hal yang sederhana dalam hidup akan membawa
arti yang dalam ketika dibagikan kepada yang lain. Rencana Allah untuk Adam dan
Hawa bersama-sama untuk "Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah
bumi dan taklukkanlah itu" dan bersama-sama memerintah atasnya (Kej
1:28*).
"Salam kepadamu dari Jemaat-jemaat di
Asia Kecil. Akwila, Priska dan Jemaat di rumah mereka menyampaikan
berlimpah-limpah salam kepadamu." (1Kor 16:19*). Juga bacalah Kis 18:1-4*
dan Rom 16:3-5*. Ayat-ayat ini memberikan contoh-contoh yang baik tentang
hubungan pernikahan. Priskila dan Akwila disatukan dalam kasih dan dalam
pelayanan mereka terhadap Tuhan. Mereka juga bekerja bahu membahu sebagai
pembuat tenda. Mereka juga pasangan dalam mengajar Firman Tuhan.
6. PEMBERIAN TOTAL
Paulus melihat adanya kesetaraan antara
hubungan suami istri. Bacalah 1Kor 7:3-5*. Apakah suami istri diharapkan mempunyai
keinginan seks? Apakah tubuh masing-masing merupakan milik pasangannya? Saat
Anda membaca ayat-ayat tersebut, apakah Anda memerhatikan bahwa Paulus
menekankan akan adanya saling memberi antara suami istri? Bacalah Ef 5* untuk
mempelajari cara yang baru bagaimana seharusnya sepasang suami dan istri
berhubungan. Ketakutan ataupun tugas-tugas yang menjengkelkan janganlah menjadi
motivasi untuk istri. Melainkan, dia memberikan dirinya sendiri "seperti
kepada Tuhan." Hal itu berarti memberi tanggapan dengan kasih, sukacita,
dan kesenangan hati. Dapatkah sang suami menyayangi istrinya? Dalam hubungan
yang baik, tiap pihak terus menerus memberi dan menerima kasih seperti kasih
Kristus. Ini merupakan pengalaman bertumbuh bersama. Kasih Kristus adalah kasih
yang tanpa syarat; kasih tersebut menerima, memerhatikan, mengampuni dan
mengasihi, bahkan ketika orang lain sepertinya sudah tidak mungkin dikasihi.
7. KEPRIBADIAN YANG BARU
Pernikahan atau hubungan suami istri
menciptakan pribadi ketiga yang muncul dari persatuan tersebut. Jika dahulu
mereka berpikir "aku" dan "milikku," pasangan suami istri
sekarang berpikir "kami" dan "milik kami." Mereka mulai
mengembangkan suatu kosa kata dan rencana yang bersifat kerjasama. Jika yang
satu merasa pedih, maka keduanya merasa terluka, jika yang seorang bersukacita,
maka keduanya akan bahagia. Tidak ada hubungan antara manusia yang lain yang
demikian rumit namun saling menguntungkan.
DOA
"Bapa, kami mengucap syukur karena
Engkau menuntun kami untuk bertemu dengan pasangan kami. Biarlah bersama
pasangan kami itu rencama-Mu bagi hidup kami menjadi terwujud. Terpujilah
Tuhan. Amin"
PERTANYAAN A:
1.
Sebagai seorang Kristen, apa langkah pertama yang harus kita ambil untuk
membentuk suatu pernikahan yang berhasil?
2. Perintah
dalam Perjanjian Baru manakah yang menolong kita mengetahui bahwa Tuhan
menghendaki kita menikah dengan orang yang seiman?
3. Kemana
Abraham mengirim hambanya Eliezer untuk mencari seorang istri bagi anaknya,
Ishak?
4.
Sebutkan tempat-tempat yang betul dalam mencari pasangan menurut Anda?
5.
Hal-hal apakah yang seharusnya memotivasi kita untuk tertarik kepada seseorang
untuk menjadikan dia pasangan hidup kita?
6.
Menurut Gal 3:28; 1Pet 3:7*, bagaimana Tuhan mengembalikan rencana perkawinan
kepada rencana semula setelah manusia jatuh dalam dosa?
7.
Mengapa kesetiaan timbal balik dari suami dan istri penting dalam perkawinan
Kristen?
8.
Bagaimana suami istri dalam perkawinan dapat menjadi sebuah tim yang baik?
9.
Bagaimana hubungan seks dalam pernikahan dapat menjadi pengalaman bertumbuh
bersama?
10.
Apakah yang dimaksud dengan munculnya pribadi yang ketiga dalam hubungan
pernikahan yang menciptakan kesatuan?
PERTANYAAN B:
1. Apakah
benar ungkapan bahwa jodoh ada di tangan Tuhan? Berikan penjelasannya.
2. Apakah dibenarkan memilih pasangan yang tidak seiman dengan
harapan nantinya akan kita bawa untuk mengenal dan menerima Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamatnya? Mengapa?
Referensi
2 diambil dari:
Judul
Buletin : TELAGA
Judul
Artikel : Diakah Pasangan Hidupku?
Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph. D.
Penerbit
: Literatur SAAT, Malang, 2004
Halaman : 5 — 28
DIAKAH
PASANGAN HIDUPKU?
Semua orang menyadari betapa pentingnya
menemukan seorang pendamping atau pasangan hidup
yang
tepat, dan tentunya yang diperkenankan Tuhan. Tetapi masalah yang sering
dihadapi adalah bagaimana kita menemukan pasangan itu. Setiap pemuda-pemudi
perlu menyadari hal-hal yang harus mereka perhatikan dalam memilih pasangan
hidup.
Definisi pernikahan secara praktis sebenarnya
adalah hidup bersama. Karena saling mencintai, kita hidup bersama dan ingin
membagi hidup dan sukacita dengan seseorang. Apakah tujuan berpacaran?
Berpacaran adalah proses menjajaki apakah kita dapat hidup bersama atau tidak,
itulah inti berpacaran. Jangan sampai saat berpacaran kita kehilangan arah atau
tujuan hakiki ini. Pacaran bukanlah untuk saling menikmati, pacaran bukanlah
untuk menikmati malam yang indah, pacaran bukanlah agar ada orang yang kita
kunjungi setiap hari Sabtu atau Minggu malam. Pacaran bukanlah untuk membagi
sukacita dengan seseorang, pacaran bukanlah agar kita dicintai orang lain.
Tetapi masa pacaran adalah masa kita menjajaki, belajar dan melihat dengan baik
apakah kita dapat hidup bersamanya untuk selamanya atau tidak.
Beberapa pertanyaan yang patut dijadikan
tolok ukur atau pedoman dalam menemukan pasangan hidup.
1. Apakah dengan berpacaran justru makin
dekat Tuhan?
Apakah kedua-belah pihak saling menolong
untuk bertumbuh dan hidup makin dekat Tuhan? Sebab prinsipnya adalah segala hal
yang kita lakukan haruslah memuliakan Tuhan. Jika dalam berpacaran justru tidak
memuliakan-Nya, terbukti dari makin menjauhnya kita dari Tuhan, dapat
dipastikan bahwa hubungan itu tidak diperkenan-Nya.
Berpacaran, memang hanya pertemuan rutin.
Seminggu sekali datang ke gereja, pacaran pun seminggu sekali. Rutinitas ini
tidak apa-apa, lebih baiknya adalah saling menguatkan, saling mendorong dan
saling membangun, sehingga makin hari hubungan ini bertumbuh kepada Tuhan dan
makin bergantung kepada-Nya. Contoh: saling menguatkan, saling memberikan
teguran rohani, memberi dorongan rohani untuk terus percaya Tuhan, untuk
melihat suatu masalah dari sudut Tuhan, untuk melihat apakah hal yang dilakukan
itu memuliakan Tuhan atau tidak. Jika semua itu telah ada dalam suatu hubungan
berpacaran, tentu akan memperkokoh kerohanian individu tersebut.
Tetapi jika salah satunya bukan anak Tuhan,
dapat dipastikan hubungan itu tidak akan memuliakan Tuhan dan mereka tidak akan
bertemu dalam Tuhan. Sebab yang satu secara otomatis tidak akan bisa memberikan
dorongan rohani kepada pasangannya. Misalkan, jika pada hari Minggu orang yang
percaya seharusnya ke gereja, namun pacarnya yang tidak percaya mengajaknya
jalan-jalan, rekreasi, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itu dapat menjauhkan
orang percaya itu dari Tuhan. Apalagi dalam pembicaraan mereka berdua, otomatis
hal-hal yang bersifat rohani tidak bisa lagi mereka bahas. Maka dalam
Perjanjian Lama, Tuhan dengan jelas memerintahkan kepada bangsa Israel untuk
tidak menikah dengan bangsa-bangsa yang tidak seiman, karena hati mereka dapat
dibawa pergi menjauh dari Tuhan.
Biasanya kalau pada masa pacaran, yang satu
menuruti saja kemauan pasangannya, setelah menikah keadaan akan berbeda. James
Thompson, seorang psikolog dari AS pernah mengatakan, "sebaiknya hubungan
pacaran itu dilandasi oleh dua cinta yang sama, jangan sampai yang satu sangat
mencintai dan sangat bergantung pada pasangannya dibanding yang satunya."
Dengan kata lain, pasangan seperti itu ialah pasangan yang tidak seimbang.
Sebab kalau yang satu mencintai pasangannya secara berlebihan maka secara
otomatis terjadi kebergantungan yang sangat kuat dari salah satu pihak.
Sehingga yang satu cenderung mengikuti kehendak pasangannya guna menyelamatkan
hubungan mereka. Ia berusaha agar tidak kehilangan pacarnya. Kondisi hubungan
seperti ini tidak sehat dan sangat berbahaya, sebab suatu hubungan nikah
haruslah didasari oleh kesetaraan. Di mana jika keduanya ditanya hal yang sama,
mereka harus berani mengemukakan pendapat.
2. Perbedaan-perbedaan apa yang mempersulit
komunikasi.
Komunikasi adalah aspek yang sangat penting,
karena saling berbicara akan menunjukkan banyak hal. Semisal: Kesamaan minat,
kalau keduanya tidak memiliki ini maka akan kesulitan berbicara panjang lebar.
Kesamaan berpikir, pola pikir yang sama juga memberikan kecenderungan bagi
pasangan untuk dapat berbicara panjang lebar. Berikutnya ialah kemampuan
memahami apa yang dibicarakan oleh pasangannya. Hal ini juga ditunjukkan dari
seberapa mampu mereka berbicara. Sehingga hal-hal tersebut akan menambah
keakraban mereka. Kenyataannya, ada pasangan yang sangat sulit berbicara dan
jika ditanya kenapa, alasannya karena tidak ada yang perlu dibicarakan.
Kesenjangan pendidikan yang terlalu jauh juga akan berpengaruh pada pola pembicaraan
pasangan. Faktor pendidikan dan faktor IQ jangan berbeda terlalu jauh, karena
jika demikian, di antara mereka tidak ada kesamaan dan sulit menemukan titik
temu. Semakin banyak perbedaan, semakin sulit mencapai titik temu
berkomunikasi.
3. Seberapa mampukah untuk bekerjasama?
Salah satu wujud kerjasama dapat terlihat
dari kemampuan pasangan mengambil keputusan bersama
ketika
menghadapi masalah. Jika ada perbedaan pendapat, itu berarti mereka harus mampu
mengambil keputusan bersama. Dengan demikian mereka "lulus" dalam
faktor kebersamaan, karena masalah itu mengundang atau bahkan mengharuskan kita
untuk mengambil keputusan. Ketika masalah timbul, keputusan apa pun yang
diambil, harus diputuskan berdua.
Banyak orang dapat mengambil keputusan
sendiri tetapi sulit untuk mengambil keputusan berdua, itu hal yang sangat
sulit, sehingga akhirnya banyak pasangan yang tidak melalui tahapan sehat ini.
Mereka mengambil jalan pintas yaitu: yang satu memaksakan kehendaknya dan yang
satu hanya menerima kehendak saja. Seolah-olah dari luar tampak baik-baik,
tenteram, dan harmonis namun sebetulnya ada unsur keterpaksaan. Meskipun banyak
masalah tapi tidak ribut dan memang hanya dapat menyelesaikan sedikit dari
permasalahan itu, tetapi dalam keadaan itu ada yang menderita dan tertekan.
Lebih sehatnya, mereka harus menyelaraskan diri agar dapat belajar bekerja
sama. Tetapi hal ini sulit dilakukan, jauh lebih mudah yang satu memaksakan dan
yang satu hanya menurut. Pasangan tidak seiman pasti akan berdampak dalam kerja
sama mereka. Dalam memutuskan suatu masalah diperlukan kesamaan nilai-nilai
hidup, jika nilai hidupnya berbeda maka hal ini akan mengganggu. Misalnya dalam
persepuluhan, yang satu rela memberikan persepuluhan kepada Tuhan, yang satu
lagi sangat mungkin keberatan. Yang satu ingin melayani Tuhan lebih aktif, yang
satu enggan melepas pasangannya ke gereja. Yang satu mungkin menghalalkan
segala cara, yang satunya takut akan Tuhan.
4. Apakah kita bersedia berekresi atau
menikmati waktu luang bersama?
Jangan sampai kita dan pasangan menjadi
sangat berbeda, sehingga benar-benar tidak ada titik temu untuk menikmati hidup
bersama. Semisal pihak yang satu senang nonton bola, pihak yang lain suka
mendengarkan lagu-lagu rock and roll; pihak yang satu senang keramaian dan
kumpul-kumpul, pihak yang lain lebih suka berdiam di rumah, akhirnya yang
terjadi adalah tidak pernah menikmati hidup bersama. Yang penting adalah bukan
memulai kesamaan, tetapi bagaimana mencocokkan diri dalam perbedaan itu dan
saling menghargai perbedaan yang ada.
Ketika baru menikah, kami mempunyai perbedaan
yang cukup besar dalam hal menikmati waktu luang atau rekreasi. Istri saya
sangat senang dengan pantai dan laut, saya lebih suka ke gunung. Sangat
berbeda, sebab tidak banyak tempat yang sekaligus ada keduanya. Tetapi setelah
menikah belasan tahun, sekarang saya dapat menikmati pantai, saya tahu dia suka
ke pantai sehingga juga meluangkan waktu untuk pergi ke pantai. Karena usaha
ini memberikan saya kesempatan untuk sering ke pantai, lama-kelamaan saya
sangat menikmati pantai dan dia pun akhirnya sangat menikmati pegunungan. Jadi,
sekali lagi intinya adalah bukan mencari seseorang yang persis dengan kita,
tapi mencari seseorang yang dapat memahami dan menyesuaikan hidupnya dengan
kita.
5. Apakah teman-teman kita bisa diterima oleh
pasangan kita, begitu juga sebaliknya?
Salah seorang dari pasangan pada suatu saat
harus mengajak calonnya untuk diperkenalkan kepada teman-temannya.
Masing-masing harus melihat dengan jelas siapakah teman-temannya, karena secara
tidak langsung mencerminkan siapa dia sebenarnya. Mereka yang telah menikah
menyadari bahwa kita hidup di tengah masyarakat dan tidak lepas dari orang
lain, yaitu teman-teman kita sendiri. Oleh karena itu, adalah penting bertanya,
dapatkah pasangan saya masuk ke dalam lingkungan teman-teman saya dan diterima,
begitu juga sebaliknya.
Sudah pasti keduanya memiliki latar belakang
yang berbeda, dan teman-temannya pun tentu berbeda. Hal yang penting bukan lagi
kesamaan teman, tapi dapatkah menerima dan menyesuaikan dengannya atau tidak?
Sebab masing-masing pasti akan bertemu dengan sekelompok teman baru. Semisal
ada perbedaan iman, yang satu biasa bermain dan bergaul dengan teman-teman di
gereja dan yang satu mungkin tidak merasa cocok dengan teman gerejanya. Karena
perbincangan mereka berbeda, maka tidak akan ada titik temu dan bagi yang satu
akan merasa seperti di tengah-tengah orang asing. Sebaliknya, orang yang
percaya juga mungkin merasa tidak nyaman kalau teman-teman pasangannya
mengajaknya ke diskotik atau "night club," sebab bukanlah jiwanya.
Menurut saya, teman sesungguhnya mencerminkan
siapa kita, siapa yang kita pilih menjadi sahabat sedikit banyak mencerminkan
siapa diri kita. Kalau temannya adalah orang yang tidak benar, brengsek, dan
sebagainya, tapi mengaku hidupnya benar maka ada kemungkinan hidupnya benar.
Tetapi kalau dia tetap bersahabat dengan mereka maka sedikit banyak
mencerminkan siapa dia sebenarnya. Ada kemungkinan dia masih menyenangi
kehidupan seperti itu. Pasangannya harus melihat dan berpikir, apakah dia akan
merasa cocok jika teman-temannya adalah orang yang suka ke "night
club" atau karaoke setelah pulang kerja dan sebagainya. Harus
mempertimbangkan apakah dia mau hidup dalam lingkungan seperti itu, karena pada
akhirnya dia tidak bisa memisahkan pasangannya dari lingkup teman-temannya.
Kalau keadaan seperti itu sampai mempengaruhi mereka dan keduanya benar-benar
tidak bisa masuk ke dalam lingkup sosial masing-masing, maka salah satu harus
berani memutuskan hubungan. Karena itu menandakan tidak adanya kecocokan di
antara keduanya, meskipun di permukaan mereka tampak cocok.
Saya mengenal seseorang yang kuat dalam Tuhan
tapi akhirnya menyukai seorang teman pria yang bukan dalam Tuhan. Akhirnya dia
bersedia menguji apakah dia cocok dengan pasangannya ini. Sebenarnya saya
kurang setuju dengan langkah yang diambilnya, namun dia melakukan hal yang
bijaksana. Kebetulan pasangannya yang tidak seiman itu tinggal di kota lain,
lalu dia memutuskan pergi ke kota itu. Ia tidak tinggal dengan pria itu tetapi
di tempat temannya dan mengunjungi pria itu selama seminggu atau dua minggu. Di
situ baru dia melihat gaya hidup pacarnya itu, yaitu pulang kerja tidak
langsung ke rumah tapi mampir dulu ke "night club" sampai jam 11 atau
12 malam baru pulang. Melihat gaya hidup pacarnya seperti itu, dia balik lagi
ke kota asalnya dengan suatu keputusan yang sangat jelas, dia harus putus
hubungan dengan pacarnya.
Contoh lainnya: Ada seorang pemuda yang juga
mengalami masalah seperti itu, sebetulnya sadar bahwa dia tidak cocok dengan
kekasihnya, dia malu untuk memperkenalkannya, karena merasa tidak diterima oleh
teman-teman dan keluarganya. Tapi karena cintanya terlalu kuat maka sulit untuk
memutuskan hubungan. Ini adalah hubungan yang tidak sehat, tapi sangat sulit
untuk bisa lepas satu sama lain. Penyebabnya adalah karena pemuda itu tidak
bisa mempresentasikan pasangannya di hadapan orang-orang. Mereka menjadi sangat
saling bergantung satu sama lain, seolah-olah kebutuhan mereka tidak bisa
dipenuhi oleh orang lain. Hanya pasangannya yang bisa memenuhi kebutuhan itu,
sehingga mereka benar-benar bergelendot, bersandar penuh kepada pasangan dan
tidak dapat membuka diri terhadap masukan orang lain. Hal ini amat berbahaya,
karena mereka menjadi sangat eksklusif, tidak realistis, sangat membebankan dan
tidak memberikan ruang gerak bagi pasangannya. Setelah menikah baru menyadari
bahwa pasangan kita tidak bisa memenuhi setiap kebutuhan kita.
Terkadang ada pasangan atau calon suami-istri
yang beralasan: "Yang penting kan kita berdua, orang lain bisa diatur
nanti." Alasan ini tidak dapat diterima untuk melandasi suatu pernikahan,
sebab kita harus sadar bahwa kita hidup dengan orang lain dan harus berelasi
dengan mereka. Saat ini banyak terjadi persoalan di mana suami seolah-olah
merasa cocok dengan istrinya, tetapi istrinya tidak bisa cocok dengan satu
manusia pun di luar sana, atau sebaliknya si suami tidak bisa cocok dengan satu
manusia pun. Setiap kali berkumpul dengan orang selalu ribut, selalu tidak
cocok dan lain sebagainya. Dalam keadaan seperti ini yang menderita adalah
pasangan itu sendiri. Setelah menikah baru menyesal, semua sudah terlambat!
Prinsipnya adalah berpasangan dengan orang yang bisa kita presentasikan ke
hadapan orang lain. Kita tidak bisa berpasangan dengan seseorang yang ingin
kita sembunyikan dari khalayak ramai karena merasa malu. Kita harus memiliki
kebanggaan ketika bersanding dengannya, berjalan dengannya, dan
mempresentasikan dia di lingkungan kita, entah di tengah-tengah teman,
keluarga, maupun kolega kita. Jika belum menikah saja sudah merasa malu
berjalan dengan dia dan menyembunyikan dia, ini adalah bukti hubungan yang
tidak sehat dan tidak seimbang. Kalau kita hanya berani berduaan di luar
khalayak ramai, hubungan ini akan menjadi terlalu eksklusif. Yang lebih serius
lagi adalah tidak berani mempresentasikan dirinya, karena sebetulnya menyadari
banyak hal dalam dirinya yang tidak dapat diterima orang lain dan sebenarnya
kita pun tidak bisa menerimanya.
Pilihlah orang yang bisa kita terima dan tidak
malu untuk menerimanya. Temukanlah sesuatu yang dapat membuat kita merasa
bangga terhadapnya, misalnya: kualitas hidupnya, status sosialnya, atau
keterampilannya. Tidak harus orang yang paling tampan atau paling cantik, tapi
yang penting adalah tidak malu berjalan dengannya. Suatu hari kelak kita tidak
malu dikenal sebagai suami atau istrinya.
6. Apakah memiliki nilai moral yang sama?
Nilai moral sesungguhnya adalah poros
sedangkan keputusan hidup kita adalah jari-jarinya, sehingga kalau poros itu
tidak ada atau tidak lagi berimbang, sudah tentu jari-jarinya akan berputar
tidak beraturan atau kacau. Seperti poros, nilai moral sangatlah penting sebab
akan menentukan saat misalnya kita akan membeli rumah yang besar atau yang
kecil, atau jika orang tua kita yang membutuhkan rumah juga, jikalau kita
berkata, "Wah … orang tua saya juga perlu uang ini, bagaimana
kalau kita beli rumah yang sedang dulu, jangan yang terlalu besar, nanti kalau
ada uang yang lebih banyak baru membeli yang lebih besar." Tentu pasangan
kita akan bertanya, "Untuk apa uang itu … ?" Kita berkata,
"Ya, saya mau bagikan kepada orang tuaku karena ini penting buat
mereka." Kalau pasangan kita tidak mempunyai nilai hidup yang sama tentu
ia akan menolak dan marah. Nilai moral atau nilai kehidupan sangat luas
jangkauannya. Ada sebagian muda-mudi yang menerapkan gaya hidup
"kumpul-kebo". Mereka mempunyai standar/nilai moral yang
mengujicobakan hidup bersama sebelum keduanya sah menjadi suami-istri. Hasil
dari nilai dan gaya hidup seperti ini tidak pernah efektif. Hasil studi di AS
menunjukkan justru tingkat perceraian di kalangan pasangan kumpul-kebo lebih
tinggi daripada pasangan yang tidak pernah melakukannya. Sangat menarik sekali
mengapa mereka yang kumpul-kebo, hidup bersama, akhirnya lebih rawan terhadap
perceraian, dibandingkan mereka yang tidak pernah hidup bersama. Satu jawaban
yang hakiki adalah pernikahan. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, yang
suci, dan jika yang suci itu dicemarkan, diremehkan, dibuang seperti sampah
maka akhirnya kedua belah pihak melihat masing-masing seperti sampah juga
sehingga perasaan saling menghargai akan sangat kurang. Sudah pasti bahwa hidup
bersama di luar ikatan pernikahan tidak dikehendaki dan tidak diberkati Tuhan,
sebab melanggar firman Tuhan yang jelas mengatakan "Jangan berzinah!"
Mereka yang tidak takut kumpul-kebo sudah
pasti tidak takut bercerai. Ada kalanya memang yang satu sangat tidak
berkeberatan untuk melakukannya. Dahulu kita beranggapan, bahwa sudah pasti
yang akan berinisiatif untuk kumpulkebo atau berhubungan seksual sebelum
menikah adalah si pria. Tetapi kenyataan itu sekarang mulai berbeda, cukup
banyak wanita yang sangat berani meminta hubungan seksual sebelum menikah. Ini
adalah hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang karena mereka tidak akan
berkesempatan melihat problem-problem lain dengan objektif. Seks akan membawa
kenikmatan, sehingga kalau seks sudah menjadi pusat hubungan mereka maka akan
menutupi masalah-masalah yang sebetulnya ada dalam hubungan mereka. Kalau
mereka berhubungan seks sebelum menikah, itu terjadi karena yang satu kurang
dapat menguasai diri, selalu tidak dapat menguasai diri. Keadaan ini akan
membuat pasangan-nya bertanya-tanya, seandainya telah menikah dan dia bersama
orang lain dan kebetulan harus berdua, apakah dia mampu menguasai diri. Dengan
kata Iain, ketidakmampuan pasangannya menguasai diri dapat mengurangi rasa
percaya, dan juga akan mengurangi rasa hormat atau respek. Jujurlah kepada diri
sendiri maka kita sesungguhnya menghormati pasangan kita yang justru bersikeras
menjaga kesuciannya. Kita jauh menghormati pasangan yang berani konsekuen
dengan kekudusannya dibanding pasangan yang memperlakukan tubuhnya sembarangan.
Yang seringkali ditanyakan oleh mereka yang
masih berpacaran dalam ceramah dan seminar ialah, sampai sejauh mana boleh
mengungkapkan hasrat seksual? Secara umum, sebaiknya jangan sampai berciuman di
bibir sebab bibir adalah organ tubuh yang sangat erotis dan kalau sudah masuk
pada ciuman bibir biasanya akan mengundang tindakan-tindakan lain yang lebih
serius. Cukup berpegangan tangan atau berpelukan dari samping. Jangan
berpelukan dari depan karena posisi ini juga akan mengundang reaksi birahi.
Nasihat atau larangan ini memang terdengar sangat kolot bagi para pemuda. (Saya
mengatakan begini berdasarkan pengalaman sendiri). Ketika berpacaran, saya pun
harus bergumul dengan hal-hal seperti itu dan ingin agar mereka yang mendengar
atau membaca hal ini akhirnya tidak harus jatuh ke dalam dosa dan merasa telah
melakukan hal yang salah.
Ada yang menganggap jika tidak melakukan apa
yang biasa dilakukan teman-teman sebayanya, seperti berciuman bibir, yang
dikhawatirkan para pemuda ialah, mereka akan dicap pasangannya sebagai orang
kolot/kuno. Atau sebaliknya si wanita khawatir dicap sebagai orang yang dingin,
sehingga terpaksa melakukannya. Hal itu dapat dihindari melalui komunikasi yang
lebih terbuka, yaitu masing-masing mengatakan baiklah menjaga diri dengan
mengambil langkah-langkah seperti ini. Jikalau sudah ada pengertian seperti itu
seharusnya tidak ada lagi tempat untuk kesalahpahaman. Justru mereka akan lebih
bangga dengan hubungan seperti itu karena mereka saling menentukan target dan
dari situlah akan nampak bagaimana mereka bekerja sama untuk saling menjaga
kesucian.
Hal ini patut dijadikan tolok ukur, karena
misalnya si wanita melihat pasangan prianya terlalu bernafsu padanya,
setidaknya dia bertanya-tanya, pacarku ini mencintaiku atau mencintai tubuhku,
ini adalah dua hal yang berbeda.
7. Dapatkah menerima dan menghargai keluarga
masing-masing?
Ini adalah salah satu pertanyaan yang sangat
penting, apalagi dalam konteks ketimuran kita. Mereka yang menikah tidak bisa
berkata, "Saya hanya menikahimu dan tidak peduli dengan keluargamu".
Berdasarkan pengalaman, sekali lagi, hal ini seringkali menjadi duri dalam
hubungan nikah mereka. Berkali-kali saya menyaksikan ini dalam praktik, yaitu
akhirnya hubungan suami-istri sangat terganggu masalah keluarga masing-masing.
Biasanya yang terjadi adalah salah satu pihak tidak menghargai keluarga pasangannya.
Bukan berarti harus dengan buta menghargai keluarga pasangan kita karena
mungkin ada anggota keluarga yang bermasalah. Misalnya, bapak atau ibu mertua
yang bermasalah, tapi kita juga harus menyadari bahwa seberapa pun mereka
bermasalah, tetap saja mereka adalah bagian kehidupan pasangan kita dan ia
sedikit banyak pasti berharap agar kita mau menghargai mereka. Sebab penghinaan
terhadap keluarganya juga berarti penghinaan terhadap dirinya. Sebaiknyalah
menikah dengan seseorang yang keluarganya dapat kita hargai.
Seringkali yang terjadi dalam masa pacaran
adalah telanjur saling senang tapi kemudian salah satu dari orang tua entah
dari pihak pria atau wanita tidak menyetujui atau tidak merestui. Sebagai orang
Kristen yang beriman kepada Tuhan, bagaimana seharusnya mereka bersikap?
Hal ini sering dipertanyakan, namun selalu
ada pertanyaan, apakah orang tuamu jelas melihat pasanganmu? Sebab ada kalanya
orang tua mempunyai frase posisi atau anggapan yang kurang jelas sehingga harus
mengetahui terlebih dulu apakah orang tua telah jelas melihat pasangan kita.
Pertama, kitalah yang bertugas memberikan penjelasan selengkapnya dan
seobjektif mungkin. Kedua, harus selalu menghargai masukan orang tua sebab kita
harus selalu kembali pada fakta motivasi. Ada orang tua yang susah melepas
anaknya untuk menikah, sehingga siapa pun yang menjadi pasangan si anak akan
dicelanya. Tapi pada umumnya orang tua tidak seperti itu dan mereka
menginginkan agar anak-anak bahagia. Jadi, kalau sampai orang tua menentang,
biasanya karena mereka prihatin bahwa orang itu sesungguhnya tidak cocok dengan
anaknya. Mungkin ini yang tidak terlihat oleh si anak. Maka, anak perlu
menghargai masukan orang tua sebab umumnya orang tua tidak beniat jahat, justru
melakukan itu untuk kebaikan si anak. Inilah yang perlu dipelajari oleh si
anak, kenapa orang tuanya menentang, dia harus melihat hal-hal itu dengan
objektif.
Misalnya yang kerap terjadi adalah orang tua
melarang anaknya menikah karena alasan perbedaan etnis. Ada sebagian anak yang
tetap ngotot dan tidak menghormati petunjuk atau permintaan orang tuanya.
Sebagai akibat pergaulan yang sangat terbuka, mereka melihat banyak pasangan
yang berbeda etnis dan di mata mereka pasangan itu toh tetap berbahagia. Ada
sebuah kesaksian dari seorang pendeta kulit putih di AS, suatu hari putrinya
datang kepadanya dan berkata, "Papa, saya akan menikah," si papa
berkata, "Ya baik, bagus, dengan siapa … ?" lalu putrinya
berkata, "Dengan seorang berkulit hitam, seorang Negro". Si papa
kemudian berkata dengan sangat bijaksana, "Silakan, tidak apa-apa, tapi
saya minta kamu melakukan satu hal, tinggallah bersama keluarga dan orang
tuanya selama jangka waktu tertentu (6 bulan atau setahun)." Anak itu
menyetujui dan ia tinggal berbulan-bulan dengan keluarga si pria itu, setelah
berbulan-bulan dia kembali ke rumah papanya dan berkata, "Papa, saya
berubah pikiran, tidak jadi menikahi pasangan saya."
"Kenapa … ?" sebab memang ternyata perbedaan etnis
berdampak pada suatu hubungan, bukan masalah etnis tapi gaya hidup dan cara
hidup, nilai-nilai hidup, kebiasaan hidup, semua itu perlu dipertimbangkan.
Ayah si putri itu memberikan pemecahan yang bijaksana, sehingga bukan dia yang
melarang tapi anaknya sendiri yang memutuskan untuk membatalkan hubungan ke
tahap pernikahan.
Secara Alkitabiah, seorang Kristen tidak
boleh melarang anaknya menikah dengan orang yang berlainan etnis. Karena memang
Tuhan tidak menghendaki hal itu, Tuhan melihat semua orang sama. Tuhan hanya
membedakan seiman atau tidak, Tuhan memintanya dengan jelas. Tuhan tidak
mempersoalkan masalah etnis yang berbeda karena semuanya adalah ciptaan Tuhan.
Namun, selain itu kita harus menyadari bahwa setiap golongan masyarakat
mempunyai pola dan kebiasaan hidup yang unik untuk setiap kelompok. Bahkan
meskipun mereka satu etnis, antara orang yang berstatus ekonomi tinggi dengan
yang berstatus eknnomi rendah akan memiliki gaya hidup yang berbeda. Sebelum
menikah, lihatlah dengan jelas hal-hal yang mungkin dapat menjadi duri dalam
pernikahan mereka. Bagi pasangan yang berbeda etnis, bukan masalah etnisnya
tapi mereka harus menyadari perbedaan-perbedaan gaya hidup dan bagaimana kelak
dapat menyesuaikannya.
8. Apakah memiliki perbedaan faktor ekonomi
yang terlalu jauh?
Perbedaan kemampuan ekonomi yang terlalu jauh
akan mempengaruhi kehidupan pernikahan, apalagi jika si pria lebih rendah,
sebab pria cenderung mengukur harga dirinya dari segi keberhasilan ekonominya.
Sewaktu menikah dengan wanita yang status ekonominya jauh melampaui dirinya,
biasanya dia akan minder. Seorang yang minder dapat mempunyai dua perilaku yang
ekstrim, pertama: dia menjadi sangat penurut, mengikuti semua kehendak si istri
dan keluarganya, kedua: justru kebalikannya, ia melarang si istri dekat dengan
keluarganya, memerintah si istri, dan menjadi bos atas istrinya, atau ada juga
seperti istilah orang Jakarta yang mengatakan, memoroti uang si istri. Suatu
kali ada kejadian dimana setelah si suami menjadi berhasil dan sukses kemudian
membalas dendam, rupanya dia menyimpan dendam dan otomatis akan merasa peka dan
cepat tersinggung. Mungkin keluarga si istri tidak menghina tapi kadang ada
perkataan yang kurang enak dan itu begitu sensitif baginya. Ia menjadi dendam
dan akhirnya menimbulkan permusuhan, sungguh menyedihkan.
9. Apakah problem masa lalu telah diselesaikan
dan dituntaskan?
Sebaiknya ia mengetahui dengan jelas siapa
kita, termasuk masa lalu kita. Kalau masa lalu kita sangat kelam, misalnya
sebelum bertobat kita hidup dalam kehidupan seksual yang sangat bebas, akuilah
dengan jujur karena ini penting untuk diketahui oleh pasangan kita. Jangan
sampai sesudah menikah baru istrinya tahu, "oo … itu pacarmu
dulu, oo … itu juga pacarmu yang dulu, oo … itu bekas
pacarmu lagi" Si istri akan bingung, berapa banyak mantan koleksi suaminya
dahulu. Tidak perlu menjelaskan secara rinci apa saja yang dilakukan saat itu
karena dapat mengganggu memori atau ingatan pasangan kita untuk waktu yang
lama. Cukuplah menjelaskan perbuatan tidak baik yang pernah dilakukan secara
garis besar. Kalau ia bertanya lebih rinci, misalnya hubungan yang tidak
senonoh seperti itu, sebaiknya jangan dijelaskan. Jadi, tidak usah
membangkit-bangkitkan semua yang telah terjadi, hal itu sangat tidak bijaksana
sebab terkadang dapat dijadikan alasan untuk bertengkar.
10. Dapatkah menghadapi dan menyelesaikan
pertengkaran bersama-sama?
Dalam masa pacaran, pertengkaran tidak harus
dihindari sebab ada yang berkonsep bahwa hubungan yang sehat adalah hubungan
yang bebas dari pertengkaran. Hubungan yang sehat bukanlah hubungan yang bebas
dari pertengkaran dan juga bukanlah yang sarat dengan pertengkaran, keduanya
tidak sehat. Indikasi hubungan yang sehat adalah hubungan yang kadang-kadang
ada pertengkaran, tapi yang pasti bisa diselesaikan. Kuncinya justru adalah
bisa diselesaikan bersama-sama, dituntaskan dengan pengampunan dan penerimaan.
Hubungan yang tidak mampu menyelesaikan masalah sebetulnya adalah hubungan yang
sangat lemah. Kadang kala orang menganggap suatu masalah selesai karena
keduanya sudah terlalu lelah bertengkar, "Ya sudah … terserah
kamu!" Dua tiga hari kemudian pertengkaran itu hilang lalu muncul lagi.
Itu tidak sehat, keduanya harus mampu mencari jalan keluar, solusi harus selalu
ada dalam hubungan yang sehat.
11. Dapatkah saling membicarakan dan
merencanakan masa depan bersama?
Masa depan bersama adalah hal yang baik untuk
dibicarakan, jadi keduanya harus membicarakan aspirasi mereka ke depan.
Sangatlah penting saling bertanya dan membahas keinginan mendatang, apa
kerinduan dalam hidup ini, apa yang perlu diraih dalam hidup ini. Misalnya yang
satu merindukan rumah dan ingin tetap tinggal di rumah itu dalam waktu yang
lama, tidak usah berpindah-pindah pekerjaan asal memadai atau cukup, tapi yang
satu berbeda pendapat yaitu ingin mengejar jenjang karir yang lebih tinggi,
kalau perlu pindah rumah atau pindah kota sekalian, tidak apa-apa. Hal seperti
ini harus dibicarakan sebagai salah satu tolok ukur, apakah kelak keduanya
sanggup membangun pernikahan atau kehidupan rumah tangga yang sehat.
Ams 27:1,2* mengatakan: "Janganlah
memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi
hari itu. Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak
kau kenal dan bukan bibirmu sendiri."
Dua hal dalam ayat ini akan dikaitkan dengan
hubungan berpacaran:
Pertama adalah janganlah memuji diri karena
esok hari, jadi jangan terlalu bermegah akan esok hari. Banyak yang berpacaran
tertalu positif akan hari esok, bahwa hubungan mereka pasti cemerlang, pasti
cocok, pasti tidak ada masalah, karena saling mencintai. Tidak, jangan terlalu
memuji diri akan hari esok. Lihatlah hari esok dengan realistik.
Kedua, biarlah orang lain memuji engkau dan
bukan mulutmu. Maksudnya adalah jangan berkata bahwa hubungan kita paling kuat,
paling sehat karena saling mencintai. Biar orang lain yang memuji, artinya
terimalah dan mintalah tanggapan orang lain. Semakin sehat suatu hubungan,
semakin berani mereka menerima masukan orang lain. Suatu hubungan akan semakin
tidak sehat dan rapuh bila mereka takut menerima masukan orang lain. Pasangan yang merintis hubungan ke arah
pernikahan harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan di atas sebagai introspeksi
diri. Semua itu dapat dijadikan pedoman, namun yang terpenting adalah kita
harus berpegang pada firman Tuhan, yang pasti dapat memberikan petunjuk bagi
kita. Dalam Yak 1:5* dituliskan: "Tetapi apabila di antara kamu ada yang
kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada ALLAH, yang memberikan
kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka
hal itu akan diberikan kepadanya. "Saya sering menasihati mereka yang
berpacaran bahwa salah satu doa yang harus mereka panjatkan atau minta kepada
Tuhan adalah hikmat, yaitu hikmat untuk bisa melihat. Menurut saya
pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang baik dan seringkali
terpikirkan oleh banyak pasangan, tapi mereka tidak bisa melihat jawabannya
karena mata mereka terkaburkan seolah-olah terbutakan oleh amuk cinta. Sehingga
mereka harus minta hikmat agar menjernihkan mata mereka dan dapat melihat
dengan jelas.
Sekarang banyak diselenggarakan
program bina pranikah untuk mempersiapkan calon-calon pasangan suami-istri baik
di gereja maupun di tempat lain. Program ini sangat diperlukan, karena dengan
adanya bina pranikah maka jemaat semakin diperlengkapi dengan pengetahuan yang
penting sebab memang tidak ada kuliah pernikahan. Salah satu cara terbaik dan
sangat efisien adalah mendayagunakan anak-anak Tuhan sendiri, seperti majelis,
atau tua-tua gereja yang mamiliki hubungan nikah baik dan sehat. Mereka bisa
diminta untuk memberikan bimbingan, memberikan masukan-masukan dari pengalaman
hidup mereka, itu sangat bermanfaat.
Referensi
2b diambil dari:
Judul
Buletin : PARAKALEO, Vol.V/No.3/Edisi Juli-September 1998
Judul
Artikel : Beda antara Cinta dan Cocok
Penulis : —
Penerbit
: Departemen Konseling STTRI, Jakarta
Halaman : —
BEDA
ANTARA CINTA DAN COCOK
Salah satu alasan paling umum mengapa kita
menikah adalah karena cinta — cinta romantik, bukan cinta agape,
yang biasa kita alami sebagai prelude ke pernikahan. Cintalah yang meyakinkan
kita untuk melangkah bersama masuk ke mahligai pernikahan. Masalahnya adalah,
walaupun cinta merupakan suatu daya yang sangat kuat untuk menarik dua
individu, namun ia tidak cukup kuat untuk merekatkan keduanya. Makin hari makin
bertambah keyakinan saya bahwa yang diperlukan untuk merekatkan kita dengan
pasangan kita adalah kecocokan, bukan cinta. Saya akan jelaskan apa yang saya
maksud.
Biasanya cinta datang kepada kita ibarat
seekor burung yang tiba-tiba hinggap di atas kepala kita. Saya menggunakan
istilah "datang" karena sulit sekali (meskipun mungkin) untuk membuat
atau mengkondisikan diri mencintai seseorang. Setelah cinta menghinggapi kita,
cinta pun mulai mengemudikan kita ke arah orang yang kita cintai itu. Sudah tentu
kehendak rasional turut berperan dalam proses pengemudian ini. Misalnya, kita
bisa menyangkal hasrat cinta karena alasan-alasan tertentu. Tetapi, jika tidak
ada alasan-alasan itu, kita pun akan menuruti dorongan cinta dan berupaya
mendekatkan diri dengan orang tersebut.
Cinta biasanya mengandung satu komponen yang
umum yakni rasa suka. Sebagai contoh, kita berkata bahwa pada awalnya kita
tertarik dengan gadis atau pria itu karena kesabarannya, kebaikannya menolong
kita, perhatiannya yang besar terhadap kita, wajahnya yang cantik atau sikapnya
yang simpatik, dan sejenisnya. Dengan kata lain, setelah menyaksikan kualitas
tersebut di atas timbullah rasa suka terhadapnya sebab memang sebelum kita
bertemu dengannya kita sudah menyukai kualitas tersebut. Misalnya, memang kita
mengagumi pria yang sabar, memang kita menghormati wanita yang lemah lembut,
memang kita mengukai orang yang rela menolong orang lain dan seterusnya. Jadi,
rasa suka muncul karena kita menemukan yang kita sukai pada dirinya.
Saya yakin cinta lebih kompleks dari apa yang
telah saya uraikan. Namun khusus untuk pembahasan kali ini, saya membatasi
lingkup cinta hanya pada unsur suka saja. Cocok dan suka tidak identik namun
sering dianggap demikian. Saya berikan contoh. Saya suka rumah yang besar
dengan taman yang luas, tetapi belum tentu saya cocok tinggal di rumah yang
besar seperti itu. Saya tahu saya tidak cocok tinggal di rumah sebesar itu
sebab saya bukanlah tipe orang yang rajin membersihkan dan memelihara taman
(yang dengan cepat akan bertumbuh kembang menjadi hutan). Itulah salah satu
contoh di mana suka tidak sama dengan cocok. Contoh yang lain. Rumah saya kecil
dan cocok dengan saya yang berjadwal lumayan sibuk dan kurang ada waktu
mengurusnya. Namun saya kurang suka dengan rumah ini karena bagi saya, kurang
besar (tamannya). Pada contoh ini kita bisa melihat bahwa cocok berlainan
dengan suka. Pada intinya, yang saya sukai belum tentu cocok buat saya; yang
cocok dengan saya belum pasti saya sukai. Sekarang kita akan melihat kaitannya
dengan pemilihan pasangan hidup.
Tatkala kita mencintai seseorang, sebenarnya
kita terlebih dahulu menyukainya, dalam pengertian kita suka dengan ciri
tertentu pada dirinya. Rasa suka yang besar (yang akhirnya berpuncak pada
cinta) akan menutupi rasa tidak suka yang lebih kecil dan — ini
yang penting — cenderung menghalau ketidakcocokan yang ada di
antara kita. Di sinilah terletak awal masalah.
Ini yang acap kali terjadi dalam masa
berpacaran. Rasa suka meniup pergi ketidakcocokan di antara kita, bahkan pada
akhirnya kita beranggapan atau berilusi bahwa rasa suka itu identik dengan
kecocokan. Kita kadang berpikir atau berharap, "Saya menyukainya, berarti
saya (akan) cocok dengannya." Salah besar! Suka tidak sama dengan cocok;
cinta tidak identik dengan cocok! Alias, kita mungkin mencintai seseorang yang
sama sekali tidak cocok dengan kita.
Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk
menjadi istri Adam, Ia menetapkan satu kriteria yang khusus dan ini hanya ada
pada penciptaan istri manusia, yakni, "Aku akan menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej 2:18*). Kata "sepadan"
dapat kita ganti dengan kata "cocok." Tuhan tidak hanya menciptakan
seorang wanita buat Adam yang dapat dicintainya, Ia sengaja menciptakan seorang
wanita yang cocok untuk Adam.
Tuhan tahu bahwa untuk dua manusia bisa hidup
bersama mereka harus cocok. Menarik sekali bahwa Tuhan tidak mengagungkan cinta
(romantik) sebagai prasyarat pernikahan. Tuhan sudah memberi kita petunjuk
bahwa yang terpenting bagi suami dan istri adalah kecocokan. Ironisnya adalah,
kita telah menggeser hal esensial yang Tuhan tunjukkan kepada kita dengan cara
mengganti kata "cocok" dengan kata "cinta." Tuhan
menginginkan yang terbaik bagi kita; itulah sebabnya Ia telah menyingkapkan
hikmat-Nya kepada kita. Sudah tentu cinta penting, namun yang terlebih penting
ialah, apakah ia cocok denganku?
Saya
teringat ucapan Norman Wright, seorang pakar keluarga di Amerika Serikat, yang
mengeluhkan bahwa dewasa ini orang lebih banyak mencurahkan waktu untuk
menyiapkan diri memperoleh surat ijin mengemudi dibanding dengan mempersiapkan
diri untuk memilih pasangan hidup. Saya kira kita telah termakan oleh motto,
"Cinta adalah segalanya," dan melupakan fakta di lapangan bahwa cinta
(romantik) bukan segalanya. Jadi, kesimpulannya ialah, cintailah yang cocok
dengan kita!
3 - Kemurnian Pernikahan
Kristen
KEMURNIAN
Ayat Hafalan : "Karena inilah kehendak Allah:
pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan." 1Tes 4:3*
Pertemuan pertama dari para tua-tua gereja
yang diadakan di Yerusalem. Rasul-rasul adalah yang pertama dan mereka bertemu
dengan Paulus dan Barnabas untuk mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang
penting yang membuat jemaat Kristen mula-mula bingung.
Mereka akhirnya memutuskan hanya ada tiga hal
yang perlu dikatakan kepada jemaat Kristen pada masa itu. Bacalah tentang
pertemuan ini dalam Kis 15*. Salah satu hal yang mereka tulis untuk semua orang
Kristen adalah supaya menjauhi percabulan. Sepucuk surat yang juga berisi
perintah-perintah ini ditulis oleh para tua-tua untuk dikirimkan ke semua
gereja.
1. SEBUAH KARUNIA TUHAN
Seks adalah suatu karunia yang indah, tapi
yang sangat sering disalahmengerti dan disalahgunakan. Seks sering hanya
diartikan sebagai sesuatu yang dinikmati. Seks adalah salah satu karunia yang
paling indah yang Tuhan berikan bagi pria dan wanita dalam konteks pernikahan.
Orang Kristen tidak akan kehilangan
pengalaman tersebut. Tuhan tidak pernah menahan sesuatu yang baik bagi para
pengikut-Nya. Mereka mengalami sesuatu yang orang lain tidak mampu untuk
sepenuhnya menghargai. Dengan roh yang suka memberi, pasangan dalam pernikahan
dapat saling memberi dengan cara yang unik. Mereka tidak mencari kepuasan yang
singkat untuk diri sendiri, tetapi bertujuan untuk memberikan kebahagiaan
kepada yang dikasihinya.
2. PENGAJARAN DARI TUHAN YESUS
Tak seorang pun dapat mempelajari
pengajaran-pengajaran dari Yesus dan dalam Perjanjian Baru tanpa memenuhi
syarat-syarat yang dikehendaki-Nya yaitu kemurnian dan kebenaran. Percabulan,
yaitu hubungan seks antara dua orang yang tidak terikat pernikahan, disebutkan
dilarang paling sedikit 18 kali. "Tetapi percabulan dan rupa-rupa
kecemaran atau keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu, sebagaimana
sepatutnya bagi orang-orang kudus." (Ef 5:3*). Apakah perintah yang harus
diterima oleh orang Kristen?
Perzinahan, yaitu hubungan seks dengan
seseorang yang sudah menikah yang bukan istri atau suami sendiri, dilarang
paling sedikit 15 kali dalam Alkitab. "Karena dari hati timbul segala
pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan
hujat" (Mat 15:19*). Ayat-ayat ini menyatakan sumber dari dosa-dosa
tersebut.
Yesus menceritakan seorang wanita yang jatuh
dalam perzinahan. Dia tidak menghukumnya, tetapi mengatakan padanya
"Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi." Yesus tahu pasti bahwa
wanita itu sudah berdosa. Tapi dengan kasih dia diampuni, dan diperintahkan
supaya meninggalkan jalan hidupnya yang berdosa. Bacalah Yoh 8:1-11*. Dalam
beberapa terjemahan Alkitab Anda akan menemukan ayat-ayat ini sebagai bagian
dari suatu perikop; di bagian yang lain mungkin ayat tersebut dicantumkan
sebagai catatan kaki.
3. BAIT ALLAH
Kita adalah Bait Allah. "Atau tidak
tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh
Kudus yang kamu peroleh dari Allah - dan bahwa kamu bukan milik kamu
sendiri?" (1Kor 6:19*). Jika kita melakukan dosa perzinahan atau
percabulan, kita telah melanggar hukum Tuhan. Kebudayaan kita mungkin
mengijinkan perbuatan dosa seks, namun dosa tetap merupakan ketidaktaatan
kepada Allah. Tidak peduli seberapa besar masyarakat memberikan kelonggaran
kepada kita untuk melecehkan karunia seks, dosa seks tetap merupakan dosa.
Bagaimana kita tetap bisa menyebut diri kita sebagai orang Kristen sementara
kita tidak mematuhi pengajaran dari Tuhan Yesus? "Jikalau kamu mengasihi
Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yoh 14:15*). Beberapa orang
secara terbuka mengakui bahwa mereka tidak melaksanakan apa yang dikehendaki
oleh moral Kristen, tapi beberapa orang Kristen justru menipu diri mereka
sendiri dengan mengatakan bahwa mereka menuruti etika moral tersebut. Tuhan
Yesus berkata, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah
yang mengasihi Aku." (Yoh 14:21*).
4. RENCANA ALLAH UNTUK TUBUH KITA
Dalam sejarah Alkitab, seseorang yang
ditemukan hamil di luar nikah pasti akan dirajam batu sampai mati atau dibunuh
dengan cara yang lain. Biasanya dalam masyarakat tradisional, anak-anak
laki-laki berkelompok dengan para laki-laki dan anak-anak perempuan berkelompok
dengan para wanita. Di sini mereka mendapat pengajaran tentang moral
kemasyarakatan. Mereka tahu apa yang masyarakat harapkan dari mereka dan tahu
persis apa akibat dari ketidaktaatan. Tradisi itu jarang dilaksanakan lagi.
"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Rom 12:1-2*). Bagaimana kita
bisa mengetahui rencana Allah bagi tubuh kita? Apakah Allah bisa berubah?
Apakah kita berani untuk melebur Allah kita yang kudus supaya sesuai dengan
masyarakat kita yang bisa menerima dosa apa saja yang kita lakukan?
5. TUBUH KRISTUS
Bacalah dengan seksama 1Kor 6:13-20*. Tahukah
Anda bahwa seorang Kristen adalah anggota dari tubuh Kristus? Apakah Anda ingin
mengambil sebagian dari tubuh Kristus itu dan menyatukan diri dengan seorang
pelacur hanya untuk menyenangkan diri sendiri? Ayat 1Kor 6:18* menekankan
perbedaan antara makan, minum dan dosa percabulan. Apa yang kita makan dan
minum masuk dan keluar tubuh kita, tapi dosa percabulan melibatkan keseluruhan
dari seseorang; pikiran, emosi dan tubuh. Melakukan hubungan seks yang salah
berarti menyiksa nurani dan menghancurkan pribadi diri sendiri.
6. BOLEHKAH SEORANG KRISTEN MEMPUNYAI SEORANG
PACAR?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda harus
bertanya pada diri Anda sendiri dengan sebuah pertanyaan yang lain, yaitu apa
yang Anda maksudkan ketika Anda menyebut tentang seorang pacar? Alkitab dengan
jelas menyatakan bahwa kita tidak diperbolehkan melakukan hubungan seks dengan
siapa pun juga (termasuk pacar atau tunangan) di luar nikah. Kalau mempunyai
seorang pacar berarti melakukan hubungan seks, maka orang Kristen tidak perlu
mempunyai pacar, karena tidak mungkin kita mentaati hukum-hukum Tuhan sekaligus
melanggarnya. Tapi jika mempunyai pacar artinya sedang mencari kehendak Tuhan
untuk hidup pernikahan kita dengan menjaga kesucian, maka orang Kristen boleh
memiliki pacar. Allah menciptakan masing-masing kita secara berbeda dan dengan
karunia yang berbeda. Yang Allah harapkan dari kita adalah kita dapat
menggunakan karunia-karunia itu dengan bijaksana.
Jika kita mencari kehendak Tuhan untuk
menemukan pasangan hidup kita, maka kita akan mengetahui orang macam apa yang
paling cocok sebagai pasangan kita. Satu cara yang baik untuk melakukan hal ini
adalah dengan berbicara, mendengarkan, bekerjasama, dan menikmati persahabatan
dengan orang lain, antara pria dan wanita. Dengan melihat persahabatan semacam
ini, kita bisa belajar hal-hal apa yang sesuai untuk kita. Kita bisa
mempelajari dengan cara bekerjasama dan melihat apakah teman kita bekerja
dengan menikmati pekerjaannya atau tidak mau melakukan bagiannya. Kita bisa
belajar dengan cara pergi ke gereja bersama-sama dan melihat apakah teman kita
tertarik untuk melayani Tuhan atau tidak. Kita bisa belajar dengan mengunjungi
orang tua mereka dan melihat apakah mereka menghormati dan menghargai orang tua
mereka atau tidak. Kita bisa belajar apakah kita dengan teman kita mempunyai
kesenangan yang sama dengan mengambil waktu untuk bercakap-cakap. Kita belajar
untuk berbelas kasihan kepada orang lain dengan cara saling berbagi masalah dan
penderitaan kita. Pernikahan adalah suatu hubungan seumur hidup. Ketika Anda
berpikir untuk menikahi seseorang, Anda perlu bertanya pada diri Anda sendiri
pertanyaan ini, "Dengan kekuatan yang dari Tuhan, bersediakan saya untuk
tetap mencintai orang ini selama 50 tahun mendatang mulai dari sekarang?"
Ini adalah ikat janji yang Anda buat ketika Anda menikah.
7. MURNI DALAM PIKIRAN
Pengajaran Tuhan Yesus sangat tegas! Dia
mengingatkan kepada orang-orang di atas bukit tentang pengajaran menentang
perzinahan. Lalu Dia menjelaskan makna yang lebih lengkap lagi akan pengajaran
ini: "Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah
berzinah dengan dia di dalam hatinya." Mat 5:28*. Titus menyatakan bahwa
"bagi orang najis … baik akal maupun suara hati mereka adalah
najis." (Tit 1:15*). Hati dan pikiran kita harus suci. Petrus mendorong
kita untuk, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa
nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi
kudus" (1Pet 1:13-16*). Dalam Ef 4:23-24* Paulus menegur kita "supaya
kamu diperbaharui dalam roh dan pikiran … Yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah." Dengan memilih apa yang mengisi pikiran kita, berarti
juga memilih apa yang hendak kita lakukan. "Jadi akhirnya,
saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua
yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut
kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Fil Ef 4:8*).
8. ALLAH ITU SETIA
Kristus mengampuni dosa dengan
sungguh-sungguh, tapi Dia juga ingin pertobatan yang sungguh-sungguh. Ketika
ada seseorang yang telah melakukan dosa percabulan datang kepada Dia dan
berkata, "Tuhan ampuni aku atas apa yang telah kulakukan," Tuhan
Yesus siap untuk mengampuni. Kristus dapat membuat "sesuatu yang
indah" dalam hidup Anda, jika Anda memberi-Nya kesempatan. Kasih sayang
Allah sungguh luar biasa! Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah
setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui
kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar,
sehingga kamu dapat menanggungnya. 1Kor 10:13*. Carilah janji Tuhan bagi kita.
Memang pencobaan akan datang kepada kita seperti juga kepada setiap orang atau
"seperti sesuatu yang biasa bagi manusia" tapi Allah akan menyediakan
jalan keluar. Janji yang penting adalah, "Allah adalah setia."
9. AIDS - MASALAH ZAMAN SEKARANG
a. Apakah AIDS Itu?
AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh suatu virus yang menghancurkan kemampuan tubuh untuk menanggulangi
penyakit yang lain. Seseorang yang terkena AIDS mungkin akan terkena diare,
batuk atau demam yang terus berlanjut selama beberapa hari meskipun sudah
dirawat. Beberapa orang menyebut AIDS sebagai "peramping" karena
menyebabkan seseorang kehilangan berat tubuhnya dan menjadi sangat kurus.
Gejala yang lain adalah pembengkakan kelenjar limpa, demam dan berkeringat pada
malam hari, radang mulut dan kulit yang kasar atau membengkak. Setelah
mengalami sakit selama beberapa bulan atau tahun, pasien tersebut pasti
meninggal. Meskipun pengobatan sudah dilakukan dengan berbagai macam obat,
belum ada pengobatan yang ditemukan untuk AIDS. AIDS dapat diketahui melalui
tes darah khusus untuk AIDS.
b. Bagaimana Bisa Terkena AIDS?
Penularan AIDS terutama disebabkan oleh
hubungan seks. Mirip dengan sipilis atau gonorhea. Namun, seseorang yang
terkena AIDS mungkin tidak menampakkan gejala penyakit dan akan terus menular
kepada orang lain melalui hubungan seks. Seseorang dapat membawa virus AIDS
dalam tubuh selama lima sampai sepuluh tahun, menyebarkannya kepada pasangan
hubungan seksnya meskipun ia terlihat sangat sehat. AIDS dapat juga tersebar
melalui darah. Seseorang terkena AIDS karena menggunakan jarum suntik yang
telah dipakai orang lain. AIDS dapat juga tersebar melalui pisau atau pisau
cukur yang digunakan untuk bercukur, khitan/sunat, atau memotong bagian lain
dari tubuh. Seorang ibu yang terkena AIDS dapat menularkan penyakit tersebut
pada anaknya yang belum lahir. AIDS tidak ditularkan melalui jabat tangan,
kontak tubuh yang normal, makan bersama, makanan, minuman, pakaian, dan udara
atau nyamuk.
c. Bagaimana Anda Menjaga Supaya Tidak
Terkena AIDS?
Cara yang paling utama untuk mencegah
tersebarnya AIDS adalah dengan hanya berhubungan badan dengan satu orang dan
orang tersebut juga hanya berhubungan dengan Anda. Allah memerintahkan supaya
kita hanya berhubungan badan dengan orang yang kita nikahi. Seseorang yang
menaati Allah dalam kehidupan seksnya, dapat menjadi cara pencegahan yang
paling umum untuk penularan AIDS.
d. Bagaimana Mungkin Mengendalikan Kehidupan
Seks Anda?
Ini bukanlah suatu hal yang mudah dan banyak
orang yang berpikir ini tidak mungkin. Tuhan ingin menuntun hidup kita dan
menolong kita untuk menaati hukum-hukumnya tentang nafsu seks. Pertama harus
mengakui sesuai Firman Allah bahwa Anda seorang berdosa dan layak untuk
mendapatkan hukuman Allah. Anda harus berbalik dari dosa-dosa Anda dan mengakui
bahwa Yesus telah membayar dosa-dosa Anda ketika Dia mati di kayu salib. Allah
membangkitkan Dia tiga hari kemudian yang menunjukkan bahwa Allah telah
menerima kematian Yesus sebagai penebusan atas dosa-dosa Anda. Anda harus
menerima Yesus dalam hidup Anda sebagai Tuhan dan Penguasa. Jika Anda
melaksanakan hal ini, Yesus akan datang dan tinggal tetap dalam Anda. Dia akan
mengubah hidup Anda. Tubuh Anda akan menjadi Bait Roh Kudus. Ketika Yesus hidup
di dalam Anda, Anda akan bisa mengatakan "TIDAK!" terhadap segala
kecemaran seks dan menikmati hidup yang bebas dari rasa takut akan AIDS.
DOA
"Tuhan,
ajar kami untuk menjaga kekudusan tubuh kami masing-masing hanya untuk orang
yang sudah menjadi suami atau istri kami. Biarlah kami dapat menghargai karunia
seks sebagaimana yang Engkau kehendaki. Amin"
PERTANYAAN A:
1. Dalam
konteks apakah seks diberikan Tuhan sebagai karunia?
2. Apakah
yang disebut sebagai dosa "percabulan"?
3. Apakah
yang disebut sebagai dosa "perzinahan"?
4.
Sebutkan ayat-ayat Alkitab yang melarang orang Kristen melakukan dosa
percabulan dan perzinahan?
5. Apa
yang harus dilakukan oleh seorang Kristen yang melakukan dosa percabulan atau
perzinahan?
6. Jika
masyarakat menghalalkan dosa seks sedangkan kekristenan melarangnya, apa yang harus kita lakukan?
7.
Mengapa dosa seks sangat dibenci oleh Tuhan?
8. Apa
yang kita sebaiknya kita lakukan dengan pacar kita ketika kita sedang berpacaran?
9.
Bagaimana penyakit AIDS ditularkan kepada orang lain?
10.
Bagaimana orang Kristen dapat menghindarkan diri dari kejatuhan dalam dosa seks?
PERTANYAAN
B:
1. Apakah
masturbasi/onani merupakan dosa? Mengapa?
2. Berikan beberapa contoh praktis bagaimana orang Kristen yang
sudah menikah dapat menjaga kehidupan
seksnya dengan kudus!
Referensi
3a diambil dari:
Judul
Buku : Keluarga Bahagia
Judul
Artikel : Mengapa Kita Harus Penuh Hormat Terhadap Pernikahan
Penulis : Stephen Tong
Penerbit
: Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1995
Halaman : 57 — 64
MENGAPA
KITA HARUS PENUH HORMAT TERHADAP PERNIKAHAN?
1. PENETAPAN TUHAN
Pernikahan pertama dijodohkan oleh Tuhan
sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai dengan peta dan
teladan-Nya sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki untuk perempuan dan
menciptakan perempuan untuk laki-laki. Tuhan, Pencipta yang telah menetapkan
sistem pernikahan ini, adalah Allah sendiri. Itu alasan pertama mengapa kita
harus menghormati sepenuhnya akan pernikahan. Kita sebagai orang Kristen harus
melihat segala sesuatu dari sudut Tuhan terlebih dahulu. Psikologi tidak pernah
memberikan dasar yang kuat, karena mereka hanya melihat manusia dari pandangan
manusia juga. Tetapi Kitab Suci mengajar kita untuk melihat segala sesuatu dari
As/Poros, dan as itu adalah Tuhan. Maka dengan demikian kita melihat segala
sesuatu dengan jelas dan tidak salah lihat akan segala sesuatu yang rumit di
dunia ini. Karena pernikahan ditetapkan oleh Tuhan, dan orang-orang yang
berpotensi untuk menikah diciptakan oleh Tuhan, maka pernikahan pertama
dijodohkan oleh Tuhan sendiri, sehingga kita perlu penuh hormat dengan
pernikahan itu sendiri.
2. PERTEMUAN ANTAR PRIBADI YANG PALING INTIM
DAN RESMI.
Tidak ada hubungan lain yang mungkin lebih
erat, lebih resmi dan lebih panjang artinya dan lebih indah daripada
perkawinan. Ini merupakan suatu "I-Thou" Relationship. Pada permulaan
abad ke-20, ada seorang profesor besar bangsa Yahudi dari University of Hebrew,
yang bernama Martin Bubber (1878-1965), telah menulis satu buku yang tidak
terlalu tebal, tetapi kalimatnya begitu kental, sehingga orang biasa perlu
berjam-jam untuk memikirkan satu kalimatnya. Ia menulis buku itu dengan judul
"I and Thou" ("Aku dengan Engkau"). Di dalam istilah ini,
ia sudah mempunyai satu kerangka filsafat pikiran yang menganggap bahwa relasi
menjadi rusak karena pertemuan oknum dengan oknum sudah dirusakkan oleh
presupposisi/praanggapan yang tidak benar. Hubungan saya dengan kacamata saya,
gelas, materi lainnya, bukanlah "I and Thou" tetapi "I and
it". Tetapi hubungan saya dengan orang lain haruslah demikian intimnya,
begitu saling menghargai, sehingga hubungan itu menjadi "I and Thou".
Dari "I and it" menuju kepada "I and Thou" di situ perlu
kesadaran yang luar biasa. Sayangnya, dan celakanya, begitu banyak orang yang
menghadapi orang lain seperti menghadapi benda. Manusia lain dipermainkan
seperti barang di dalam tangan. Manusia kalau dipersamakan dengan materi,
bukankah kita akan melihat manipulasi dan kepura-puraan terjadi di masyarakat?
Maka tidak mungkin tercapainya keadilan di antara manusia dengan manusia. Pada
waktu manusia memperlakukan manusia lain sebagai binatang dan materi, maka yang
diinginkan di dalam motivasi yang tidak beres itu adalah keuntungan melalui
memperalat manusia. Kalau manusianya dijadikan satu alat untuk mencapai
keuntungan manusia yang lain dengan ambisi yang tidak menghargai manusia
sesamanya, maka dunia belum pernah mungkin mencapai perdamaian. Tidak mungkin
tercapai keadilan dan kemakmuran, sehingga itu hanya merupakan slogan yang
kosong belaka. Jikalau Saudara diperlakukan sebagai alat, Saudara akan merasa
diri dan kehormatan Saudara sudah diinjak-injak kaki orang lain. Jikalau pacar
Saudara mempermainkan Saudara untuk memuaskan dirinya saja, Saudara akan merasa
hidup sangat tidak berarti, karena diri kita adalah seorang yang beroknum. Pada
waktu pernikahan itu terjadi, berarti oknum dan oknum itu bertemu dan berjanji
bersatu. Ini merupakan hal yang begitu besar, sehingga kalimat ini tidak salah:
penuh hormat terhadap pernikahan. Ini adalah ajaran Alkitab yang jauh lebih
baik daripada segala buku pedoman tentang seks, perkawinan dan keluarga yang
ditulis hanya dengan pikiran otak manusia. Setiap orang yang mau menikah
haruslah mengerti bahwa ini pertemuan oknum dan oknum dengan perjanjian yang
selamanya. Ini bukan permainan. Menikah bukan seperti membeli barang. Menikah
dengan seseorang bukan seperti memilih benda-benda yang kita senangi. Menikah
adalah suatu kehormatan yang Tuhan berikan kepada manusia, di mana oknum
tertarik dengan oknum, di mana kedua oknum berjanji untuk hidup bersama
selama-lamanya di dalam dunia ini.
3. MENYANGKUT DASAR DAN TANGGUNG JAWAB
KELUARGA.
Kita harus menghormati pernikahan karena
pernikahan menjadi dasar keluarga, dan memberikan pengaruh dan tanggung jawab
yang paling panjang di dalam diri, dan hidup kita. Mungkin kita berkawan dengan
orang lain, tetapi kalau ia mau pergi meninggalkan kita, kita tidak berhak
melarang, tetapi pernikahan tidak demikian. Pernikahan mengandung suatu unsur
kemauan yang kekal untuk pertemuan dengan oknum yang lain. Antara kasih dan
kekekalan ada satu kaitan yang khusus dan sangat bersifat rahasia. Itu sebab
para psikolog mengakui, bahwa jika seseorang mengasihi orang lain dalam kaitan
pernikahan, maka kita akan mengkonsentrasikan kasih kita pada orang itu. Tidak
mungkin kita bercabang ke banyak orang. Jika kita mencintai seseorang, kita
tidak mungkin lagi mencintai secara sama kepada orang lain. Jikalau seseorang
ayah mencintai 5 anak, itu bisa sama rata dan adil, tetapi jika mencintai
seseorang dalam tujuan pernikahan, tidak mungkin orang mencintai dengan cinta
yang sama terhadap seseorang dibanding dengan orang yang lain. Maksudnya, jika
kita mencintai seseorang, cinta itu begitu mutlak, dan menuntut keseluruhan,
tidak mungkin dicabangkan sehingga disamaratakan dengan obyek cinta yang lain.
Maka ini menuntut kita harus menghargai pernikahan. Bukan hanya itu, cinta tidak
hanya berkait dengan keutuhan, tetapi juga dengan kekekalan. Kita pernah
mendengar pemuda-pemudi yang belum tahu banyak tetapi bisa bicara seperti
seorang filsuf. Pada waktu mereka jatuh cinta, merea mengatakan:
"Bagaimanapun aku mencintai engau, sampai mati pun aku akan tetap
mencintaimu," padahal belum pernah mati. Sepertinya mereka sudah tahu apa
artinya hidup dan mati, bahkan ada yang mengatakan: "Biarlah sampai bulan
jatuh, gunuing rontok, air laut Pasifik kering, cintaku tidak berubah."
Saya belum pernah melihat bagaimana gunung rontok, air itu kering, mana mungkin
secara riil kita mengatakan kalimat-kalimat seperti itu. Itu berarti ia ingin
mencetuskan sesuatu, yaitu: Cinta dan kekekalan (Immortal) dipersatukan (secara
instinktif). Cinta yang sejati membutuhkan laitan antara cinta dengan keutuhan
dan cinta dengan kekekalan. Allah itu kekal, dan Allah itu kasih, itu sebabnya,
kekekalan adalah hakekat cinta dan cinta menuntut tanggung jawab yang kekal. Di
sini kita harus menghargai pernikahan, karena cinta yang ada di dalam
pernikahan itu perlu berkait dengan Allah baru Saudara mungkin mengerti
tanggung jawab yang sesungguhnya.
4. SUMBER PROKREASI TERUS MENERUS
Pernikahan bukan sekedar mengisi waktu yang
belum sampai, atau mengasihi seseorang, tetapi merupakan sesuatu yang akan
menghasilkan keturunan yang terus menerus. Jadi pada saat Saudara memilih, itu
bukan memilih gelas atau mobil, tetapi seseorang yang akan menjadi nenek moyang
keturunan Saudara. Maka tidak boleh sembarangan. Kita perlu penuh hormat dengan
pernikahan. Selain memilih dia, bagaimana memupuk, dan menyempurnakan
pernikahan, karena oknum yang Saudara nikahi, bersama Saudara akan menghasilkan
keturunan yang turun-temurun. Maka "hendaklah kamu penuh hormat terhadap
pernikahan" adalah prinsip-prnsip yang betul-betul kita hargai. Bukan saja
demikian, melalui pernikahan kita haruslah menjadi contoh teladan di dalam
keluarga kita. Perkataan, pengajaran terhadap anak-anak tidak lebih kuat
dibanding dengan hidup, teladan dan prinsip sehari-hari yang Saudara jalankan
di dalam kehidupan sehari-hari.
Hidup pernikahan dari seorang laki-laki dan
perempuan mengakibatkan mereka boleh menjadi wakil Tuhan di dalam rumah dan
teladan yang memancarkan sinar cahaya Pencipta kepada anak-anak yang dicipta
dalam keluarga mereka. Dalam konsep Barat dikatakan, "A son is born into
my family" (seorang anak telah dilahirkan di dalam keluarga), sehingga
konsep anugerah itu jelas, bahwa anak-anak yang dilahirkan di dalam keluarga
kita melalui pernikahan, berarti Tuhan memercayakan anak-anak ciptaan-Nya
kepada kita. Kalau anak-anak itu dilahirkan di dalam keluarga kita, kita harus
sadar bahwa bukan saya yang melahirkan, menciptakan dan memproduksi itu, tetapi
kepercayaan Tuhan, sehingga hidup-hidup yang masih kecil itu boleh diasuh oleh
saya. Di sini perasaan tanggung jawab harus mendahului tindakan pernikahan.
Pengertian semacam ini menjamin kita bisa hidup baik-baik untuk bisa menjadi
wakil Tuhan di dalam keluarga.
5. UNIT MASYARAKAT YANG MENJADI SAKSI
Pernikahan akan menghasilkan satu unit
masyarakat yang harus menjadi saksi Kristus. Setiap keluarga
Kristen ada1ah satu unit masyarakat. Di mana
pun Saudara berada, keluarga Saudara menjadi wakil dan saksi Tuhan. Biarlah
keluarga kita boleh memancarkan cahaya Tuhan di dunia ini bagaikan mercu suar
yang memberikan cahaya terang bagi kapal yang sedang berada di tengah ombak
yang besar. Keluarga yang baik, indah dan bahagia memberika suatu ketukan
kepada hati-hati yang tidak beres, hati nurani yang sudah menyeleweng, sehingga
mereka melihat keadaan keluarga Kristen dan memanggil mereka untuk bertobat
sebelum kita membuka mulut untuk menginjili mereka. Begitu banyak orang Kristen
menginjil dengan mulut, tetapi hidup keluarga mereka tidak menunjang, karena
hidup mereka di lingkung mereka demikian mempermalukan nama Tuhan,
mengakibatkan daerah sekitar itu sulit diinjili. Pernikahan perlu dihormati
dengan pengertian semacam ini, dengan demikian kita melihat bahwa pernikahan
perlu sepenuhnya dihormati.
6. PERNIKAHAN LAMBANG KRISTUS DENGAN
GEREJA-NYA
Di butir yang penting ini, kalau pada butir
yang pertama pernikahan ditetapkan oleh Allah, maka pada butir yang terakhir,
pernikahan melambangkan lambang yang paling rahasia, yaitu Kristus dan
gereja-Nya. Seperti Kristus demikian mengasihi gereja-Nya sampai Ia
mengorbankan diri-Nya untuk gereja-Nya, suami atau kepala keluarga harus
belajar seperti Kristus, berarti ia sebagai kepala bertanggung jawab mengambil
segala resiko dalam mencintai keluarganya, berkorban sehingga seluruh keluarganya
disempurnakan.
Kita telah membahas tentang
definisi cinta. Cinta adalah mengorbankan diri demi menyempurnakan yang lain.
Di mana ada pengorbanan, di situ ada tanda tindakan cinta. Di mana ada cinta
kasih yang sesungguhnya, disana ada kerelaan untuk mengorbankan diri. Bagaimana
Kristus menyerahkan diri untuk gereja-Nya, demikian juga suami rela
mengorbankan diri untuk keluarganya. Demikianlah keluarga didirikan.
Referensi
3b diambil dari:
Judul
Buku : Hanya Maut yang Memisahkan Kita
Judul
Artikel : Romantisme dalam Pernikahan
Penulis : Pdt. Roby Setiawan, Th. D.
Penerbit
: Setiawan Literature Ministry, 2007
Halaman : 50 — 54
ROMANTISME
DALAM PERNIKAHAN
Setiap pernikahan dapat berubah suasananya
sejalan dengan pergerakan waktu. Romantisme yang pernah ada pada waktu
berpacaran pun bisa berubah. Memang hal ini bergantung pada pasangan itu. Pada
sebagian pasangan, romantisme dapat hilang begitu saja; namun pada pasangan
lainnya romantisme diekspresikan dengan cara yang selalu baru dan lebih kreatif.
Setiap orang memang mempunyai pemahaman yang
berbeda tentang romantisme. Perbedaan yang belum dipahami itu sering
menimbulkan ketegangan dan kekecewaan dalam hubungan suami-istri. Romantisme
yang sehat adalah apabila terdapat keseimbangan antara unsur perasaan dan
pikiran.
Kebencian adalah perintang romantisme besar.
Kebencian merugikan kedua belah pihak. Kebencian menimbulkan sakit hati pada si
pembuat masalah juga tentunya pada diri orang yang disakiti. Memang, dalam
pernikahan selalu ditemukan unsur kekecewaan, luka hati karena kebutuhan dan
harapan yang tak terpenuhi. Ingatlah, bahwa Anda menikah dengan orang yang
tidak sempurna sama seperti diri Anda juga demikian.
Bersediakah Anda menerima pasangan Anda apa
adanya? Tentunya ini sesuai dengan firman Tuhan yang berkata, "Sebab itu
terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita,
untuk kemuliaan Allah" (Rom 15:7*).
Tuhan Yesus menerima kita tanpa mempersoalkan
lebih dahulu kejahatan kita waktu lalu; dan tanpa menuntut kita agar suci
dahulu. Ia rela menerima kita sebagaimana adanya, baru setelah itu Ia menolong
kita untuk memperbaiki diri.
Penerimaan berarti pengampunan perbuatan akan
masa lampau. Jika seseorang diterima apa adanya, maka ia akan merasa bebas
untuk: mengembangkan dan memperbaiki diri, menjalani kehidupan, sharing secara
terbuka dan bebas mengasihi diri sendiri serta pasangannya secara sehat.
Berikut ini ada beberapa "bahasa kasih" dari suami/istri kepada
pasangannya.
A. Bahasa kasih yang diekspresikan oleh sang
suami kepada istrinya.
"Istriku
akan senang sekali apabila … "
1. Aku memeluknya dari belakang secara
tiba-tiba.
2. Ketika
makan bersama kakiku mencari-cari kakinya.
3. Aku
mengusap-ngusap mukanya dan mencium matanya pada waktu ia berbaring di tempat
tidur.
4. Aku
menyiapkan bekal untuk anak-anak untuk sekolah ketika tekanan darahnya anjlok.
5. Aku
mensharingkan rencana masa depan kami, visi dari Tuhan dan apa yang bisa kami
lakukan bersama anak-anak untuk mencapai visi itu.
6. Kami
ke kamar anak-anak menjelang mereka tidur untuk bernyanyi dan berdoa
bersama-sama.
7. Aku
memujinya di depan anak-anak.
8. Ia
berbaring dan bersandar di lengan kiriku sambil mendengarkan bunyi detak
jantungku yang teratur dan tegas.
9. Waktu
pulang dari luar kota, aku membawakannya bakso, karena itulah makanan
favoritnya.
10. Aku
melakukan "warming-up" (persiapan) yang cukup sebelum menikmati
hubungan intim.
B. Bahasa kasih yang diekspresikan oleh sang
istri kepada suaminya
"Suamiku
akan merasa bahagia apabila … "
1. Aku mendengarkan sharingnya dengan
sungguh-sungguh sambil mengarahkan pandanganku kepadanya.
2. Aku
memijat-mijat kepala, punggung, dan badannya ketika ia sedang stres.
3. Aku
menemaninya untuk menonton film dan program-program kesukaannya di layar TV.
4. Aku
membacakan artikel-artikel khusus yang ia minta, sehingga pada waktu diskusi
rasanya nyambung dan enak.
5. Pada
waktu ia pulang malam dan capek sekali, aku menyiapkan makanan kesukaannya.
6. Aku
menepuk pundaknya dan mendoakannya pada waktu ia akan menjalani tugas yang
besar.
7. Aku
"berteriak-teriak" - sewaktu ia menggosok-gosokkan jenggot yang baru
tumbuh di lenganku.
8. Aku
memakai body lotion yang wanginya ia sukai.
9. Aku
merawat tubuhku agar tetap fit dan langsing.
10. Aku
memakai baju tidur yang rendah belahan lehernya dan seolah-olah berkata,
"welcome".
C. Beberapa saran untuk menyulut cinta
romantis:
1. Romantika dalam pernikahan tidaklah
didapat secara otomatis, tetapi harus diusahakan, sehingga membutuhkan waktu
dan pengorbanan dari suami dan istri.
2. Jadilah pribadi yang menarik walaupun
tidak rupawan. Christian Dior pernah berkata, "Wanita yang jelek itu tidak
ada. Yang ada ialah wanita yang tidak tahu membuat dirinya menarik." Untuk
menjadi pribadi yang menarik dibutuhkan adanya keelokan batin.
3. Tidak selalu benar bahwa seorang wanita
kehilangan daya pikatnya ketika bentuk-bentuk lahiriahnya mulai memudar.
Pengetahuan dan pengalaman seorang yang sudah senior apabila digunakan dengan
baik bisa menyaingi gadis-gadis muda. Berikut ini adalah contoh orang-orang
yang terkenal: Balzac pada usia 23 tergila-gila dan menikah dengan seorang
wanita yang berusia 40. Goethe pada usia 26 menikah dengan wanita berusia 33.
Rousseau pada usia 21 menikah dengan wanita berusia 34. Lou Tellegen (31 th)
terpikat dengan Sarah Bernhardt yang berusia 35 tahun lebih tua darinya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ciri-ciri fisik
seorang wanita memang menarik pada awal perjumpaan; namun selanjutnya
dibutuhkan kemampuan jiwa untuk membuat sang partner terus-menerus tertarik
padanya. Justru ironis sekali melihat fakta bahwa perceraian lebih banyak
menimpa orang-orang yang rupawan. Salah satu sebabnya adalah karena mereka
lebih mudah memikat orang lain, atau mereka mempunyai sifat narcistik (memuja
diri) dan egocentric (berpusat pada diri sendiri saja). Dengan demikian,
kecantikan dan ketampanan dapat berubah menjadi’racun’.
4.
Memiliki rasa percaya diri yang sehat. Ini tidak identik dengan sifat sombong.
Rasa percaya diri didasarkan pada keyakinan bahwa anugerah Allah cukup bagi
setiap orang. Setiap orang perlu merasa dirinya baik dan diberikan potensi
serta karunia yang unik oleh Tuhan, sehingga ia tidak perlu iri hati terhadap
orang lain. Rasa percaya diri dapat terpancar lewat caranya berdandan,
berbicara dan membawa diri.
4 - Peran Suami
dan Istri Dalam Pernikahan Kristen
A. SUAMI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan : "Hai, suami, kasihilah istrimu
sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya
baginya" (Ef 5:25*).
1. Kasih yang Rela Berkorban
Tanggung jawab pertama dari seorang suami
dalam pernikahan adalah mengasihi istrinya. "Hai suami-suami, kasihilah
isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia." (Kol 3:19*). Kata yang
digunakan Ef 5* untuk "kasih" suami kepada istrinya adalah kata yang
sama untuk mengungkapkan "kasih" Allah kepada umat-Nya. Kasih ini
adalah kasih yang terus memberi meskipun tidak menerima imbalan. Kasih ini
hanya mencari apa yang baik bagi yang dikasihinya, tanpa mempedulikan biaya dan
pengorbanan secara pribadi. Sebagaimana kesatuan pernikahan dalam kitab
Kejadian merupakan gambaran dari kasih Allah, hubungan suami istri dalam Ef 5*
merupakan gambaran Kristus dan gereja-Nya.
Kita bisa mengerti dengan lebih baik
bagaimana suami hendaknya mengasihi istrinya ketika kita melihat Kristus
mengasihi gereja-Nya. Dari Ef 5:21-22*, buatlah daftar tentang ciri khas dari
kasih Kristus terhadap gereja-Nya. Kemudian, dari ayat-ayat yang sama, buatlah
daftar yang menunjukkan tanggung jawab sang suami dalam mengasihi istrinya.
2. Pemeliharaan dan Perlindungan
Alkitab tidak mengistimewakan suami lebih
dari istri. Peran suami berpusat pada tanggung jawab, dan menyediakan kebutuhan
istrinya seperti yang disebutkan dalam Ef 5:28-29*. Suami dikatakan harus
memberikan kepada istrinya perhatian yang sama seperti kepada tubuhnya sendiri.
Hal ini termasuk menyediakan materi, makan dan kebahagiaan pada sang istri.
Daftarlah kebutuhan yang dimiliki istri Anda; secara fisik, sosial budaya,
emosi, dan rohani.
3. Penghargaan dan Penghormatan
" … hai suami-suami, hiduplah
bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka
sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan
terhalang." (1Pet 3:7*). Para suami seharusnya tidak merendahkan, mengejek
dan berbicara kasar terhadap istri di hadapan orang banyak. Baik secara pribadi
maupun di hadapan umum, seorang suami harus menunjukkan hormat dan penghargaan
kepada istrinya. Suami yang gagal untuk mengasihi dan memberikan perhatian
terhadap istrinya, doanya akan terhalang.
4. Kepemimpinan
" … Karena suami adalah
kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh." (Ef 5:23*). Alkitab tidak menekankan kekuasaan
secara diktator, melainkan adanya kepemimpinan. Menjadi kepala keluarga tidak
berhubungan dengan kelemahan atau kekuatan. Kepala keluarga adalah kedudukan
pelayanan yang khusus supaya suatu pernikahan boleh berkembang dan bertumbuh.
Sang suami memberikan contoh dari kehidupan Ilahi.
" … pilihlah pada hari ini
kepada siapa kamu akan beribadah; … Tetapi aku dan seisi rumahku,
kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yos 24:15*). Pelajarilah bagaimana
Yosua memberikan kepemimpinan secara rohani kepada keluarganya. Kepemimpinan
rohani termasuk memberikan nasihat dan petunjuk berdasarkan firman Allah. Sang
suami memimpin dalam membuat keputusan di keluarga. Dia melibatkan istrinya
dalam doa dan dalam usaha pencapaian persetujuan. Kepemimpinan adalah suatu
tanggung jawab yang berat bagi seorang suami. Dia tidak bisa menanggungnya sendiri.
Kunci untuk menjadi pemimpin di rumah disebutkan dalam: "Dan janganlah
kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah
kamu penuh dengan Roh."
5. Sukacita dan Berkat
Dari beratnya tanggung jawab yang dibebankan
atas suami, sangat mungkin baginya untuk menyerah dan melupakan bahwa Allah
bermaksud mengadakan pernikahan untuk kebaikan dan kesukaan. Ketika pernikahan
dilaksanakan sesuai dengan rencana Allah - yaitu dengan kasih, perhatian,
kelembutan, penghargaan dan penghormatan - upahnya adalah sukacita dan
berkat-berkat. Bacalah 1Pet 3:8-12; Rom 12:17; 1Tes 5:15; 1Kor 4:12*. Seorang
yang percaya harus memberi berkat supaya dapat menerima berkat dari Tuhan.
Seorang suami hendaknya bertanya kepada
dirinya sendiri:
1. Apakah kelebihan istri yang bisa saya
puji?
2. Dengan
cara apa saya bisa menjadi berkat bagi dia?
3. Dalam
hal apa saya bisa berterima kasih kepada istri saya?
4. Dalam
kehidupan istri saya, hal khusus apa yang harus saya doakan agar Tuhan
memberkatinya?
Dengan suatu
sikap dan tindakan yang menanggapi segala sesuatu sebagai berkat, maka
"hari-hari yang baik dan hidup yang diberkati" bersama sang istri
akan diberikan Tuhan kepada suami.
B.
ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan : "Istri yang cakap, siapakah akan
mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata. Hati suaminya percaya
kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. Ia berbuat baik kepada
suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya." Ams 31:10-12
1. Penolong dan Teman
Kej 2:18-23* menunjukkan kehendak Tuhan atas
seorang istri, yaitu sebagai penolong dan teman. Istri akan menjadi teman,
penghibur dan pelengkap bagi suaminya. Kerinduan istri haruslah untuk membangun
dan mengungkapkan kepercayaan diri atas kemampuan suaminya, mendorong dan
menunjukkan penghargaan pada suaminya, percaya pada kebijaksanaan dan
menunjukkan penghormatan pada suaminya, menolong suami meraih segala
keberhasilan, mendengarkannya dengan lembut dan mengagumi suami, berdiri di
samping sang suami dalam keadaan apapun. Sang istri akan menolong suami merasa
aman dengan mengasihinya.
2. Kerendahan Hati
Kerendahan hati adalah istilah Alkitab yang
digunakan dalam semua hubungan. Saling merendahkan diri satu dengan yang lain
adalah suatu sifat dalam kekristenan dan sebagai akibat dari kepenuhan Roh
Kudus. Merendahkan diri adalah dengan sukarela mengangkat orang lain di atas
diri Anda sendiri untuk melayaninya. Suami istri hendaknya saling merendahkan
diri, saling mengangkat, dan saling melayani. Paulus memulai suatu diskusi
tentang tanggung jawab pernikahan setelah dia menyatakan prinsip-prinsip umum
tentang merendahkan diri. "dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang
lain di dalam takut akan Kristus" Ef 5:21*.
Di dalam hubungan pernikahan, kerendahan hati
membuat dua pribadi bisa berfungsi sebagai satu tubuh, saling melengkapi dan
bukannya saling bersaing. Ef 5:21-23* menunjukkan bagaimana Yesus telah menjadi
model bagi tanggung jawab seorang suami atau istri. Yesus telah merendahkan
diri dan taat kepada Bapa dan melepaskan segala hak yang Dia punya (Fil Ef
2:6*). Begitu juga, hendaknya sang istri taat dan merendahkan diri kepada
suaminya. "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana
seharusnya di dalam Tuhan." (Kol 3:18*).
Kerendahan hati yang sejati menurut Alkitab
adalah merupakan kesukaan sang wanita yang kreatif yang berusaha menemukan
bagaimana dia bisa menunjukkan kepada suaminya bahwa dia menghormati, mengagumi
dan bergantung padanya. Ini berarti bahwa sang istri akan menjadi lebih
tertarik kepada kebutuhan suami daripada kebutuhannya sendiri.
Ketaatan dan kerendahan hati sang istri pada
suaminya bisa terlihat dengan baik ketika dia mendorong peran kepemimpinan sang
suami dan tidak pernah berusaha untuk menghancurkan, memudarkan, dan melemahkan
atau menguranginya.
3. Perhatian Terhadap Kecantikan dari Dalam
Dalam 1Pet 3:1-4*, Petrus mendorong istri
untuk mengembangkan kecantikan dari dalam yang mencerminkan kewanitaan,
kelembutan, perhatian dan kasih. Petrus tidak mengatakan pada para wanita
bagaimana harus berpakaian. Dia hanya memberikan suatu prinsip: wanita yang
cantik adalah seorang wanita yang mempunyai kecantikan hati yang berupa sikap
yang murni dan hormat dan merupakan pancaran dari roh yang lembut dan tenang.
4. Merawat Seisi Rumahnya
Seorang istri hendaknya merawat seisi
rumahnya. Dia mungkin memberikan perhatian sepenuhnya akan segala kegiatan di
rumah atau dia mungkin juga bekerja di luar rumah. Lidia, Priskila dan Dorkas
jelas bekerja di luar rumah. Jika sang istri bekerja di luar rumah, sangatlah
penting untuk menjamin keseimbangan sehingga keluarganya tidak diabaikan. Hal
ini berarti bahwa seluruh keluarga perlu untuk memutuskan pembagian tanggung
jawab seisi rumah yang efektif. Dalam beberapa rumah tangga, mungkin ada yang
memekerjakan pembantu. Perhatian istri yang utama bukanlah mendapatkan uang
melainkan kesejahteraan suami dan anak-anaknya. Istri yang baik yang
digambarkan dalam Ams 31:10-31*, sementara memberikan kasih dan perhatian
kepada suami dan anak-anaknya, ia juga bisa mencari nafkah dan membantu orang
yang memerlukan.
Berikut adalah sifat (karakter) dari seorang
"istri yang baik":
a. Dia adalah pasangan yang bisa dipercaya
dari suaminya.
b.
Kesejahteraan suaminya menjadi perhatiannya.
c. Dia
memelihara seisi rumahnya dengan makanan.
d. Dia
memelihara seisi rumahnya dengan pakaian.
e. Dia
mengajarkan hikmat dan kebaikan.
f. Dia
murah hati kepada orang miskin dan yang memerlukan.
g. Dia
seorang wanita bisnis yang baik.
h. Dia
bisa meningkatkan reputasi suaminya.
i. Dia
dihormati oleh suami dan anak-anaknya.
j. Dia
berserah kepada Tuhan dan memberikan tempat pertama bagi-Nya.
C.
BERTUMBUH DALAM MASALAH
Ayat Hafalan : "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang
terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah
di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Ef 4:32*.
Pernikahan adalah suatu hubungan dimana dua
pribadi bergabung menjadi satu. Karena tiap pribadi adalah unik, masing-masing
mempunyai kehendak, kebutuhan dan cita-citanya sendiri, maka konflik tidak bisa
dihindari. Tapi ini hal yang wajar, bahkan baik. Bagaimana tiap pasangan
menanggapi konflik tersebut adalah hal yang lebih penting.
1. Pertentangan/Konflik
Kamus menjabarkan konflik sebagai "suatu
perjuangan, pertentangan, benturan, ketidakcocokan, dan kehendak yang bertolak
belakang." Pertentangan dapat menjadikan hubungan pernikahan bertumbuh
atau justru bisa menjadikannya menyakitkan, tidak terselesaikan, dan
menghancurkan. Banyak orang Kristen yang menghadapi masalah secara tertutup
sebab tidak ada yang mengajarkan kepada mereka cara-cara efektif untuk
mengatasinya.
2. Apakah yang Menyebabkan Pertentangan?
Bacalah Yak 4:1-3*. Sebelum menikah,
masing-masing pribadi sudah hidup sendiri-sendiri selama lebih dari dua puluh
tahun. Selama jangka waktu itu, masing-masing pribadi sudah memiliki selera,
pilihan, kebiasaan, kesenangan dan ketidaksenangan, nilai-nilai dan standar
sendiri-sendiri. Persatuan dalam pernikahan tidak membuang semua
perbedaan-perbedaan ini. Mereka tidak harus meluangkan waktu, dan melakukan
segala sesuatu bersama-sama. Di sinilah setiap pasangan akan memunyai perbedaan
pendapat atau pilihan dan inilah yang menyebabkan munculnya berbagai
ketidakcocokan.
3. Tanggapan Terhadap Pertentangan
Orang-orang menanggapi konflik/pertentangan
dengan cara yang berbeda.
a. Ada
orang yang memilih untuk menyendiri. Mereka bisa secara fisik meninggalkan
ruangan atau tempat pertentangan. Mereka menyendiri secara jiwa dengan tidak
berbicara, dan mengabaikan pasangannya, atau menutup diri sehingga tidak ada
perkataan atau perbuatan yang dilakukan bersama.
b. Ada
orang yang merasa mereka harus menang, tidak peduli berapapun
"harganya". Karena tiap pribadi mengetahui kelemahan dan luka yang
dimiliki pasangannya, maka mereka sering menggunakannya untuk memaksa pasangannya
menyerah. "Si pemenang" mungkin menyerang harga diri atau keadaan
pasangannya supaya menang.
c. Ada
orang yang mau mengalah agar berbaikan kembali dengan pasangan mereka. Mereka
menyembunyikan kemarahan dan membiarkannya tetap tersimpan. Kepahitan dan luka
hati masih ada namun tetap melanjutkan hidup bersama sehingga masalah yang
sebenarnya tetap tak terselesaikan.
d. Ada
orang yang bisa berkompromi, atau memberikan sedikit dan mendapatkan sedikit.
Kadang-kadang kompromi penting. Namun, menggunakan cara ini agar mendapatkan
sesuatu untuk diri sendiri adalah tanggapan yang kurang baik terhadap suatu
konflik.
e. Ada
orang yang bersedia meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara langsung dan
terbuka sehingga beberapa keinginan atau ide-ide bisa dipadukan. Mereka puas
dengan jalan keluar yang sudah mereka setujui. Mereka telah menyelesaikan
pertentangan tersebut dengan baik. Bacalah Ef 4:29-32.
4. Hubungan Secara Pribadi dalam Pernikahan
Bacalah Mat 18:15-17*. Bagaimana menerapkan
ayat-ayat ini dalam pernikahan? Pengajaran dari firman ini adalah, jangan masuk
dalam situasi yang mana menimbulkan kerusakan hubungan pribadi, tapi kerjakan
yang perlu untuk memperbaiki hubungan yang rusak (perdamaian). Perhatikanlah
beberapa tindakan dan urutan sebagai berikut:
a.
Saudara dengan saudara sebagai pribadi-pribadi yang setara.
b. Jika
timbul masalah maka segera harus ditangani.
c.
Penyelesaian perlu bersifat pribadi - muka dengan muka.
d. Jika
pertemuan secara pribadi gagal, bawalah dua atau tiga saksi yang mempunyai
kehidupan rohani yang baik. Tujuannya bukan untuk mencari yang salah atau yang
benar. Juga bukan untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menyerang seseorang,
melainkan untuk mendengarkan dari dua pihak sehingga terjadi pendamaian.
Membicarakan masalah dengan kehadiran beberapa orang Kristen yang bijaksana,
baik dan murah hati dapat menciptakan suasana yang baru dalam melihat masalah
yang ada.
e. Jika
hal ini masih tetap gagal, bawalah ke dalam persekutuan di gereja. Ini bukan
untuk membuka masalah di muka umum. Pesekutuan merupakan lingkungan dimana doa,
kasih dan hubungan indah secara pribadi dijunjung tinggi. Jelas bahwa Kristus
menghendaki perdamaian dan bukan penghakiman.
f. Jika
usaha ini gagal, orang tersebut adalah seperti bangsa kafir atau pemungut
cukai. Namun bukan berarti ia harus dikucilkan dan dianggap tidak ada harapan
untuk disatukan lagi. Tuhan Yesus tidak pernah membatasi pengampunan terhadap
umat manusia. Bacalah Mat 18:21-35*. Ini adalah tantangan untuk memenangkan
orang dengan kasih bahkan untuk hati yang paling keras sekalipun. Persekutuan
dalam gereja harus mampu menyatukan kembali pribadi-pribadi untuk masuk dalam
proses pendamaian.
5. Langkah-langkah dalam Menangani
Pertentangan/Konflik
a. Langkah pertama dalam menangani masalah
adalah memulai proses pendamaian.
Meninggalkan atau mengabaikan masalah dengan
harapan masalah itu akan pergi dengan sendirinya tidak akan menyelesaikan
masalah. Jagalah supaya hubungan tetap hidup. "Jagalah
kesatuan … Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan
berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera." (Ef
4:1-3*). Janganlah menunggu sampai pasangan Anda yang memulai proses pendamaian
tersebut. Pakailah bahasa yang tidak mengancam atau menghakimi, seperti:
1. "Dapatkah kita berbicara tentang
… "
2.
"Apakah ini sesuatu yang bisa kita rundingkan?"
3.
"Saya sungguh merasa putus asa tentang … "
4.
"Saya kuatir tentang … "
5.
"Saya akan tidak bahagia jika … "
6.
"Saya tidak mengerti mengapa … "
b. Ketidakcocokan sebagai salah satu bagian
dari keseluruhan masalah.
Bacalah Fil Ef 2:1-8*.
Ketika
masing-masing pasangan merasa lebih berkuasa dari pada yang lain, maka masalah
tidak akan pernah bisa diselesaikan. Satu pihak tidak bisa lebih banyak
berpikir, berbicara atau menguasai yang lain dalam menyatakan pikiran atas
situasi yang sedang terjadi. Diskusi harus terbuka sehingga tiap pihak bisa
menyumbangkan idenya secara seimbang dan dihargai untuk menemukan jalan keluar
yang menguntungkan.
c. Tukarlah posisi.
Rela melihat situasi yang terjadi menurut
pendapat pasangan kita akan menolong memberi pengertian bagaimana hal itu
mempengaruhi pernikahan. Masalahnya akan bisa diselesaikan jika mereka memiliki
sikap lemah lembut dan saling menghargai perasaan orang lain. Bacalah Kol
3:12-17*.
d. Tanganilah masalah satu persatu.
Kadang-kadang
salah satu pihak mencoba mengalihkan tanggung jawab dengan menyebutkan masalah
yang lain atau menyalahkan pasangan mereka. Fokuskan untuk menangani masalah
yang ada. Jangan mencoba menyelesaikan masalah-masalah lain, baik yang ada
hubungannya atau tidak. Anda bisa menanggapinya dengan mengatakan, "Anda
mungkin benar tentang hal itu, tetapi sekarang ini kita sedang membicarakan
tentang … "
e. Seranglah masalahnya dan jangan orangnya.
Terlalu banyak pasangan yang saling menyerang
dengan sindiran-sindiran, penghinaan dan ungkapan-ungkapan yang menyakitkan.
1. "Kamu selalu … ";
2.
"Kamu tidak pernah … " atau;
3.
"Kenapa kamu tidak bisa … ";
Kalimat di atas berarti Anda sedang menyerang
orangnya. "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi,
kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan
kepadamu." (Mat 7:2; Rom 2:1*). Pelajarilah bagaimana memberitahu pasangan
Anda tentang perasaan Anda. Jangan melempar sebuah batu pada mereka.
f. Minta pertolongan dari para pembawa damai
yang penuh roh.
Allah sudah menempatkan orang-orang dalam
persekutuan di gereja yang memiliki karunia sebagai pembawa damai. Sang pembawa
damai hendaknya seseorang yang tidak mudah dipengaruhi dan adil, dan dapat
melihat kedua sisi. Sang pembawa damai dapat menurunkan nada-nada yang merusak
komunikasi dan menolong kedua pasangan untuk menuju pada perdamaian.
g. Maafkan dengan segenap hati.
Kalau Anda sudah menerima Kristus sebagai
Juru Selamat, Anda sudah mengalami pengampunan yang dari Allah. Kemudian Anda
pun mempunyai kemampuan untuk mengampuni diri sendiri dan orang lain (Kol 2:13;
Kol 3:13*). Bacalah 1Pet 2:21-24*. Pengampunan terjadi jika kasih rela menerima
luka dan kesengsaraan hidup dan mengabaikan semua tuduhan terhadap yang lain.
Pengampunan adalah menerima orang lain ketika dia sudah melakukan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pengampunan bukanlah menerima dengan syarat bahwa orang
yang diampuni itu harus melakukan sesuai kehendak kita. Pengampunan diberikan
secara cuma-cuma, dengan kesadaran bahwa si pemberi maaf tersebut juga
mendapatkan maaf secara terus-menerus. Pengampunan adalah suatu hubungan antara
dua pribadi yang setara yang menyadari bahwa mereka saling memerlukan. Tiap
orang memerlukan pengampunan dari yang lain. Tiap orang perlu untuk diterima
oleh yang lain. Tiap orang perlu orang lain. Demikian juga, di hadapan Allah,
setiap orang menghentikan tuduhan, menolak semua penghakiman secara sepihak,
dan mengampuni. Mengampuni sebanyak "tujuh puluh kali tujuh" seperti
yang dikatakan Yesus dalam Mat 18:21-22*.
DOA
"Ya Allah, terima kasih untuk suami
(istri) yang Engkau berikan kepadaku. Tumbuhkan dalam hati kami masing-masing
kasih sejati yang dari pada-Mu supaya ketika kami mengalami konflik kami bisa
terus belajar untuk saling mengasihi dan mengampuni. Amin"
PERTANYAAN
A:
1.
Gambaran apakah yang diberikan Paulus dalam Kol 3:19*, untuk menjelaskan
hubungan antara suami istri?
2. Apakah
peran suami dalam sebuah rumah tangga?
3.
Prinsip penting apakah yang harus dijalankan suami dalam memimpin keluarganya?
4. Apakah
upah dari seorang suami yang mentaati rencana Tuhan atas keluarganya?
5. Apakah
peran "penolong" dari seorang istri kepada suaminya?
6.
Mengapa sikap kerendahan hati perlu ditekankan bagi seorang istri?
7. Apakah
yang harus diperhatikan jika istri memiliki pekerjaan di luar rumah?
8.
Mengapa konflik dalam keluarga adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari?
9.
Sebutkan cara-cara menangani pertentangan yang negatif dalam keluarga.
10.
Bagaimana menangani suatu konflik dengan baik?
PERTANYAAN B:
1.
Bagaimana mengatasi konflik yang disebabkan karena istri terlalu dominan dalam mengatur keluarga?
2. Mengapa perceraian sering diambil sebagai jalan keluar
bagi keluarga yang terus menerus
mengalami konflik? Apa saran lain yang
lebih baik?
Referensi
4a diambil dari:
Judul
Buletin : TELAGA
Judul
Artikel : Menjadi Sahabat Bagi Istri
Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph. D.
Penerbit
: Literatur SAAT, Malang, 2004
Halaman : 5 — 17
MENJADI
SAHABAT BAGI ISTRI
Persahabatan tidak bisa dijalin secara
sepihak. Walaupun istri mau bersahabat namun bila suaminya menolak tentu tidak
terjadi persahabatan. Sebenarnya banyak suami yang sungguh-sungguh mau menjadi
sahabat buat istrinya, namun belum tahu apa yang harus dia lakukan. Jadi saya
rasa pembahasan ini pasti akan menjadi berkat bagi kita sekalian.
Sering kali wanita maupun pria melihat satu
sama lain sebagai makhluk yang asing, makhluk yang tidak bisa dia pahami. Dalam
hal-hal tertentu masing-masing bisa memahami pasangannya, tapi untuk
waktu-waktu yang lain, suami terkadang menganggap cara pikir istri begitu lain,
dan aneh. Sebaliknya, istri berprasangka suami berpikiran begitu aneh, mengapa
dia sampai bisa berpikir seperti itu. Maka saya setuju dengan komentar, bahwa
ada suami atau istri yang sebetulnya berupaya dengan tulus untuk mengerti
pasangannya, tapi mengalami kesulitan.
ENAM
PRINSIP YANG DAPAT MENJADI BERKAT BAGI RUMAH TANGGA
1. Seorang suami perlu mengerti bahwa wanita
sangat dipengaruhi oleh suasana hati dan gejolak hormonalnya.
Wanita memang mudah dipengaruhi secara
emosional, jadi apa yang terjadi di luar akan menggugah emosinya dan waktu
emosi itu sudah tergugah, maka emosi akan berperan sangat besar dalam
pertimbangannya, dalam persepsinya, dan dalam bagaimana dia bereaksi terhadap
apa yang sedang terjadi. Wanita juga dipengaruhi oleh gejolak hormonalnya,
setiap bulan wanita harus melewati menstruasi atau datangnya haid. Pada masa
ini akan terjadi perubahan hormonal dan akan membawa perubahan dalam emosinya.
Pria tidak harus mengalami gejolak hormonal seperti ini. Setiap bulan pria itu
melewati hari-harinya dengan sama, tapi wanita tidak sama. Ada hal-hal yang
membuat wanita mudah terpancing dengan amarah, mudah bereaksi dengan kesedihan
sedangkan pria tidak. Kadang kala pria salah sangka dan menganggap wanita tidak
stabil. Sebetulnya bukan tidak stabil, dalam pengertian adanya kelemahan, tapi
memang wanita sangat dipengaruhi oleh suasana hatinya dan gejolak hormonalnya.
Jadi yang harus dilakukan oleh seorang pria adalah perlu memperhatikan bahasa
tubuh istri kita, artinya perhatikan gerak-geriknya, wajahnya, sikapnya, apakah
mulai berubah. Sebab seharusnya hal ini terlihat dengan jelas, waktu pria
melihat bahwa istrinya mulai berubah, berarti ada yang mengganggunya. Kita
harus menyesuaikan tindakan, sikap, atau kata-kata kita pada saat itu. Jangan
sampai kita seperti orang yang tidak bijaksana, apapun perubahan yang terjadi
pada diri istri kita tetap kita labrak, tetap kita katakan yang mau kita
katakan, tanpa memilih waktunya atau memilih kata-katanya. Suami yang bijaksana
ialah suami yang bisa melihat gerak-gerik istrinya dan mengetahui bahwa si
istri dalam perasaan tertentu atau suasana hati tertentu.
Dalam kondisi emosi tidak stabil, yang paling
penting adalah suami tidak membalasnya. Kalau istri mulai beremosi dan suami
membalasnya, emosi disulut oleh emosi akan memperburuk keadaan. Juga jangan
mendiamkannya, ada suami yang akhirnya karena takut, mendiamkan, justru tidak
mau mengajak si istri berbicara. Itu juga salah. Yang harus dilakukannya adalah
tetap berbicara seperti biasa tapi lebih peka, nada suara jangan terlalu
dinaikkan, gunakan kata-kata yang lebih lembut. Dengan kata lain, kita mencoba
mengontrol suasana di luar agar kondusif, dan bisa lebih reda. Misalkan masih
ada piring-piring menumpuk yang harus dicuci, dan si suami melihat istri mulai
tegang, tawarkanlah diri untuk mencuci piring-piring tersebut. Atau ketika anak
perlu perhatian, istri mulai merasa tegang, suami bisa berkata, "Apa bisa
saya bantu, saya saja yang mengajak anak malam ini." Gerakan atau upaya
suami untuk menolong istri akan menciptakan suasana yang teduh, yang dapat
membawa istri untuk lebih tenang.
2. Yang perlu dipahami oleh seorang suami,
bahwa istri atau wanita membutuhkan sentuhan fisik agar membuatnya merasa
dikasihi.
Saya tahu ada wanita yang tidak terlalu
membutuhkan, tapi umumnya wanita membutuhkan sentuhan fisik. Sentuhan bukan
berarti dipegang-pegang, sentuhan berarti sentuhan yang lembut, yang
sangat sederhana tapi mengkomunikasikan
perasaan cinta suami kepada istri. Saran saya, jangan hanya menyentuh si istri
waktu berhubungan seksual. Bila kita hanya menyentuh istri pada waktu
berhubungan seksual, tidak bisa tidak istri akan merasa dipakai. Jadi jangan
sampai melakukannya hanya pada saat itu saja, sentuhlah dia dalam suasana yang
jauh lebih santai, ketika mau pergi, sedang lewat, sedang berpapasan, peganglah
tangannya, sentuhlah pundaknya atau sedikit memegang tubuhnya. Hal ini membuat
istri merasa bahwa suami bersama dengan dia dan dia tidak sendiri. Bagi seorang
wanita, memiliki perasaan bersama atau kebersamaan adalah perasaan yang
penting. Waktu berjalan suami tidak berjalan sendirian tapi berusaha
memegangnya atau menyentuhnya. Ini membuat ia merasa adanya kontak yang membuat
ia merasa dikasihi dan bersama-sama, ini hal-hal kecil yang bagi pria memang
tidak ada artinya tapi berarti besar bagi seorang wanita. Perempuan menghargai
sentuhan-sentuhan kecil seperti itu dan sama sekali tidak berarti
kekanak-kanakan atau manja.
Mengapa kadang-kadang pria merasa canggung,
justru setelah dia menjadi suami bagi wanita yang sekarang jadi istrinya? Waktu
berpacaran rasanya tidak ada kecanggungan untuk memegang pundaknya, dan
memegang tangannya ketika berjalan. Tapi setelah menjadi suami-istri sekian
tahun lalu pria canggung. Saya kira ada beberapa penyebabnya:
a. Pada masa berpacaran tentunya sentuhan
adalah sesuatu yang juga dinikmati oleh pria, karena sesuatu yang baru biasanya
memang menyenangkan. Lama kelamaan dia akan terbiasa, dan waktu sudah terbiasa
si pria tidak lagi merasakan gunanya. Sentuhan bagi seorang pria kebanyakan
hanya bermakna sentuhan fisik, tapi bagi seorang wanita, sentuhan berarti suatu
pengkomunikasian cinta. Jadi sangat bersifat dalam dan emosional. Dengan kata
lain bagi pria, dia sudah berkali-kali menyentuhnya, ya sudahlah, hilanglah
daya tariknya atau maknanya tapi tidak demikian dengan wanita.
b.
Penyebab kedua adalah karena pria biasanya berorientasi pada target. Dia tahu
bahwa wanita senang dipegang, disentuh dan dipeluk. Pada masa berpacaran dia
seperti sedang mencoba mendapatkan targetnya, yaitu si calon istri. Setelah
mendapatkan, dia merasa tidak perlu lagi mengeluarkan banyak energi untuk
menyentuhnya seperti itu, karena sudah mendapat targetnya. Sebenarnya itu harus
dipelihara, jangan sampai pria melupakan, bahwa setelah mendapat target, sudah
boleh disia-siakan.
3. Dalam hal komunikasi suami-istri, supaya
suami bisa menjadi sahabat bagi istrinya ia perlu mengerti bahwa wanita senang
diajak berbicara karena hal ini membuatnya merasa penting dalam kehidupan si
pria.
Jadi bagi wanita tidak penting dia dilihat
orang seperti apa, tetapi dia ingin kepastian bahwa bagi suaminya, dia adalah
orang yang penting. Waktu dia merasa tidak penting bagi hidup suami, itu hal
yang mencemaskan dan sangat menakutkannya. Saran saya, pilih waktu yang santai
sekurangnya seminggu sekali untuk berbincang-bincang dengan lumayan panjang,
kalau bisa lebih banyak. Tapi misalnya kalau sibuk sekali, sediakan waktu
seminggu sekali untuk bisa pergi berdua dan bisa ngobrol-ngobrol dengan bebas
tanpa anak, tanpa orang lain. Atau misalnya seorang suami berkata,
"O … saya tidak pandai bicara, bagaimana ini?" Saya
sarankan kalau tidak bisa berbicara banyak, ajukan pertanyaan. Tanyakan tentang
kegiatannya hari itu, tentang anak-anak hari ini dan hal-hal rutin lainnya.
Saya berikan contoh yang sedikit memalukan saya. Beberapa waktu yang lalu saya
mulai bertanya kepada istri saya, "Apa kabar kamu hari ini?" Waktu
saya bertanya, saya kaget ternyata bertahun-tahun saya tidak pernah menanyakan
itu. Saya menganggap sudah tahu bagaimana keadaannya setiap hari, ya sudah
tidak perlu ditanya lagi. Tapi waktu saya bertanya, saya diingatkan bahwa ini
adalah pertanyaan yang menyenangkan dia. Biasanya waktu saya tanyakan itu, dia
bercerita tadi begini, tadi begitu, tadi si anak begini, tadi si itu begitu.
Yang dibutuhkan oleh istri adalah jalinan kontak. Waktu dia bisa berbicara
dengan suaminya, dia merasa tidak tertinggal, tidak dikeluarkan dari kehidupan
suaminya, dia tetap bersama suaminya sehingga ada kontak-kontak emosional.
Wanita sangat mendambakan jalinan atau kontak-kontak emosional seperti ini.
Bisa juga meluangkan waktu pada saat jalan
pagi atau sore sesudah makan, di halaman atau di ruang tamu berbincang-bincang,
ini memang harapan setiap istri.
Bila mau dilakukan, ternyata tidak terlalu
susah, jalan pagi bersama-sama atau berduaan sore-sore, atau ngobrol-ngobrol
berdua. Itu nantinya bisa menjadi kebiasaan. Dan saya melihat akhirnya waktu
suami bisa memberikan meskipun tidak banyak waktu seperti itu, hasil yang dia
akan petik justru sangat besar. Si istri merasa disayangi dan akan membalas
dengan lebih banyak cinta kasih kepada suaminya.
4. Seorang suami perlu mengerti bahwa wanita
sangat dipengaruhi oleh emosi sesaat dan mudah kehilangan keseimbangan
rasional.
Kadang kala istri akan mencetuskan kata-kata
"aku tidak suka denganmu," hati-hati agar pria tidak menginterpretasi
kata-kata ini secara kaku. Waktu wanita berkata demikian umumnya itu adalah
emosinya yang sesaat dan kita perlu ketahui bahwa cetusan emosi tidak sama
dengan isi hati. Pria berbeda, pada umumnya pria baru mengeluarkan kata-kata
yang negatif atau menyakitkan setelah dia merasakan itu untuk waktu yang lama,
kalau wanita tidak. Jadi sebaliknya kepada para wanita, sebisanya hati-hati
dengan kata-kata itu, sebab pria cenderung menafsir kata-kata itu secara
permanen, selama-lamanya engkau tidak suka denganku. Misalnya dalam hubungan
seksual, waktu si istri tidak bersedia mungkin sang suami berpikir engkau tidak
suka dan kalau engkau tidak suka berarti selama-lamanya engkau tidak suka.
a. Pria perlu menyadari wanita dipengaruhi
oleh emosi sesaat, dan yang sesaat tidak berarti selama-lamanya.
b. Yang lainnya lagi yang harus dilakukan
oleh pria adalah menoleransi ketidakkonsistenan dan subjektifitas istrinya.
Memang istri mungkin akan berkata begini hari ini dan besok lain lagi, atau
berpandangan cukup subjektif dan kurang melihat secara objektif. Suami
seharusnya tidak mempermasalahkan hal itu. Jangan menyerang istri dan berkata
"engkau tidak konsisten," "engkau terlalu subjektif".
Hadapi dan beritahukan saja apa yang menurut pria ini seharusnya dipikirkan
atau dilakukan, tanpa harus menyerang bahwa istri ini terlalu apa atau
bagaimana. Sebab memang begitulah adanya.
c. Bila ada konflik, berilah penjelasan
setelah emosi wanita reda, namun sewaktu emosinya belum mereda, tidak berarti
si pria harus meninggalkan istri, itu lebih memancing kemarahan. Biarkan duduk
sama-sama, dengarkan dulu sampai dia sudah tenang, kemudian disambung lagi.
Atau si pria bisa berkata, "Saya rasa tidak bisa kita teruskan sekarang,
kita tunda dulu, nanti kita lanjutkan." Nanti setelah dia tenang, suami
akan bisa berbicara dengan lebih logis. Jadi intinya jangan membalas emosi
dengan emosi karena emosi mudah tersulut oleh emosi yang lainnya.
5. Berikutnya adalah tentang bertanya.
Ini sering kali mengganggu bila wanita suka
bertanya dan pria menganggap, wanita ingin menguasainya, mengatur hidupnya atau
mempertanyakan keputusannya. Pria perlu mengerti bahwa umumnya pada saat wanita
bertanya, ia ingin bicara dan kalau tidak hanya ingin bicara, biasanya dia
memang sungguh-sungguh tidak begitu mengerti dan ingin mendapatkan penjelasan dari
pria. Jadi jarang wanita yang sungguh-sungguh berminat atau berambisi untuk
menguasai suaminya, kebanyakan hanya untuk bertanya karena tidak tahu atau
hanya untuk ngobrol. Atau agar bisa terjadi percakapan, maka dia bertanya.
Saran saya adalah jangan mudah merasa defensif, marah, apalagi tersinggung
karena si istri bertanya, jawab seadanya. Dan kalau tidak sempat menjawab,
kita bisa menjanjikan kesempatan yang
lain, kita bisa berkata sekarang aku lagi sibuk, sekarang aku lagi mengerjakan
ini bagaimana nanti aku akan berikan jawabannya. Janjikanlah kesempatan lain
dan penuhi janji itu.
Mungkin saja pertanyaan itu merupakan
kebutuhan istri untuk memberikan rasa aman pada dirinya, cintanya berkali-kali
ditanyakan, "kamu cinta saya?" Padahal dia tahu kalau dia masih atau
tetap dikasihi. Tadi kita sudah singgung bahwa wanita bersikap sangat subjektif
dan dipengaruhi oleh emosi sesaat, bahwa sesuatu itu tidak bisa langsung
dianggap permanen. Jadi bagi seorang wanita hari ini dia tahu dia dikasihi,
besok dia ingin diberikan jaminan lagi bahwa dia dikasihi. Kalau pria tidak
perlu, dia tahu si istri mencintainya dan itu berlaku untuk selamanya. Berbeda
dengan wanita yang memerlukan peneguhan ulang. Sebab wanita dipengaruhi oleh
emosi sesaat. Waktu dia melihat suaminya agak sedikit repot, tidak begitu
banyak ngomong dengan dia hari ini, itu sudah membuat wanita merasa berbeda,
ada yang tidak sama antara kemarin dan sekarang. Berarti dia harus tahu, apakah
perasaan suami tetap sama atau jangan-jangan ada apa-apa dengan dia. Dia mau
memastikan sehingga ia harus bertanya.
Ada kemungkinan istri dipengaruhi oleh
kebiasaan laki-laki suka menyeleweng, karena hal ini sering terjadi. Boleh
dikatakan, ketakutan ini menghantui semua istri, jadi untuk berjaga-jaga jangan
sampai kecolongan, maka wanita akhirnya bertanya-tanya. Kadang-kadang yang
sering kali terjadi adalah istri menceritakan satu hal yang sama
berulang-ulang. Sekali lagi, bagi wanita, berbicara adalah hal yang memang
merupakan kebutuhannya. Jadi isinya, berapa rasionalnya, berapa pentingnya itu
memang nomor dua. Yang penting terjadinya percakapan, itu adalah tujuan
akhirnya. Kalau pria berbicara biasanya untuk tujuan tertentu demi mencapai
target. Kalau wanita tidak, bicara itu sendiri adalah targetnya.
6. Pria perlu mengerti bahwa wanita melihat
dunianya secara personal atau pribadi dan wanita ingin dinilai baik.
Pada dasarnya pria ingin dinilai sanggup atau
mampu, wanita ingin dinilai baik. Maksudnya begini:
a. Jangan
mengkritik wanita secara langsung apalagi kasar, karena wanita memang bersifat
personal. Mudah sekali sesuatu itu ditafsirkan sebagai serangan terhadap
dirinya bahwa ada yang tidak baik tentang dirinya, bahwa dia bukan orang yang
baik, tidak layak, atau ada yang cacat, itu sangat mudah melukai hati wanita.
Jadi kritiklah dengan sangat hati-hati, karena bila langsung menghujamkan
kritikan, kebanyakan akan berdampak negatif.
b. Jangan membandingkan istri dengan orang
lain, karena biasanya akan memancing
kemarahan, sebab wanita bersifat pribadi dan berorientasi secara personal. Jadi
waktu dibanding-bandingkan, dia merasa dirinya jelek dan ada orang yang lebih
bagus dan dia dipermalukan karena orang lain yang dibandingkan lebih bagus
daripadanya. Jadi hati-hati, jangan membandingkan bahkan dengan ibu atau saudara
sendiri sekalipun.
c. Bila suami ada ketidakpuasan, ungkapkanlah
ketidakpuasan itu dengan lemah lembut dan yakinkanlah bahwa ini demi kebaikan
relasi kita berdua. Kalau pria perlu diyakinkan, ini untuk kebaikan si pria,
kalau wanita tidak. Wanita lebih peduli kalau dikatakan bahwa ini untuk
kebaikan relasi kita berdua sebab sekali lag; bagi wanita kebersamaan itu
sangatlah penting, jadi bila dia tahu ini untuk kebaikan suami-istri, dia akan
lebih peka waktu mendengarkannya.
Walaupun di sini tidak mengungkapkan sedikit
pun tentang seks, sebenarnya tetap ada pengaruhnya. Suami yang menginginkan
seks pada istri biasanya tetap membuat istri penting, menarik, tetap bergairah
atau menggairahkan. Waktu suami tidak mau lagi berhubungan dan tidak lagi
meminta, cenderung membuat istri merasa dia sudah tidak lagi menggairahkan
suaminya. Dan ini bisa menjadi kerikil. Namun kalau suami bisa memberikan
hubungan seksual itu dengan teratur meskipun tidak terlalu sering biasanya itu
sudah sangat memuaskan bagi istri, sebab memang kebutuhan seksual pria dan
wanita tidak sama. Bagi wanita kebutuhan emosional berada di atas kebutuhan
seksual, bagi pria pada umumnya kebutuhan seksual berada di atas kebutuhan
emosionalnya.
Dalam Ef 5:28* ada nasihat: "Demikian
juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Siapa yang
mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri."
Firman Tuhan dengan jelas meminta suami untuk
mengasihi istrinya dan siapa yang mengasihi istri, dia adalah sahabat istri.
Enam hal yang telah kita bahas di atas merupakan contoh-contoh konkret
bagaimana suami bisa mengasihi istrinya. Misalkan dengan sentuhan, kata-kata
yang lembut, mengerti bahwa dia memang cenderung subjektif dan sebagainya. Itu
adalah wujud cinta kasih dan waktu suami memberikan semuanya itu, istri melihat
bahwa suami mengasihinya dan dia menganggap suami sebagai sahabatnya, berada di
pihaknya.
Hal ini akan menjadi contoh buat anak-anaknya
sehingga mereka juga mencintai ibunya. Juga bila suami suka menyentuh dan
merangkul, anak juga suka melakukan hal yang sama pada ibunya. Jadi anak-anak
akan belajar banyak dari perilaku kita, waktu dia melihat hal-hal yang baik dia
juga akan mengikutinya. Dan itu adalah investasi yang bagus bagi si anak karena
nanti dia akan memberikan itu kepada istrinya pula.
Hanya dengan persahabatan yang
kokoh di mana Tuhan yang menjadi pemersatunya, keluarga-keluarga saat ini akan
dapat bertahan di tengah-tengah gempuran pencobaan dan tantangan zaman.
Referensi
4b diambil dari:
Judul
Buletin : TELAGA
Judul Artikel
: Menjadi Sahabat Bagi Suami
Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph. D.
Penerbit
: Literatur SAAT, Malang, 2004
Halaman : 5 — 18
MENJADI
SAHABAT BAGI SUAMI
Pembahasan kali ini terutama diarahkan kepada
para ibu atau istri. Ibu-ibu juga dituntut menjadi sahabat buat anak, maka
pengertian menjadi sahabat buat suami secara umum perlu dijelaskan terlebih
dahulu. Sahabat adalah:
1. Seseorang yang pertama-tama akan
mendampingi.
2.
Seseorang yang akan bisa melengkapi.
Tuhan memberikan peranan khusus kepada istri
seperti dalam kitab Kejadian, bahwa istri itu menjadi seorang penolong yang
sepadan bagi suaminya. Memang di Alkitab tidak dijabarkan apa maksudnya
penolong, tapi melalui realitas sehari-hari kita bisa menimba dan menyimpulkan
beberapa hal yang bermanfaat bagi para istri.
Jadi kita akan melihat dua arti sahabat ini
dalam kelima hal yang bisa dilakukan seorang istri buat suaminya. Hal utama
yang mendasari kelima hal yang akan dibahas lebih lanjut adalah:
Seorang istri harus mengerti suaminya, karena
seorang suami pada umumnya memiliki keunikan-keunikan yang membedakan dia dari
seorang wanita. Seorang istri perlu mengerti bahwa pria menghormati wanita yang
stabil emosinya. Bagi pria ketidakstabilan emosi diidentikkan dengan kelemahan
kepribadian. Apalagi kita hidup dalam dunia yang menuntut kestabilan emosi,
menuntut rasionalitas, menuntut subjektifitas, yang menuntut seorang pria
mengedepankan rasionya dan menempatkan emosinya di belakang. Maka di dunia
pria, seorang yang terlalu dikuasai oleh emosi cenderung dijauhi dan tidak
ditoleransi oleh sesama pria, bahkan bagi banyak pria seseorang yang
menunjukkan emosi yang terlalu kuat menjadi seseorang yang menakutkan. Sehingga
reaksi pria pada umumnya adalah tidak mau dekat-dekat dengan sesama pria yang beremosi
terlalu kuat. Saya kira persepsi atau standar ini dibawa oleh pria ke dalam
rumah tangganya, sehingga pada umumnya pria akan berkeberatan kalau istrinya
terlalu beremosi.
Padahal seorang wanita pada pembawaan
dasarnya memang emosional. Jadi perlu ada usaha dari kedua belah pihak untuk
menyesuaikan diri.
1. Wanita perlu mengupayakan mengontrol
emosinya, waktu berbicara.
Ini tidak
berarti wanita sama sekali tidak boleh menunjukkan perasaan atau emosinya yang
kuat. Namun yang lebih penting adalah waktu menunjukkan emosi, istri juga
berusaha mengemukakan alasan-alasannya yang seharusnya bersifat logis atau
rasional. Jadi ucapan-ucapan seperti, "pokoknya aku merasa begini atau aku
melihatnya begini," itu adalah pernyataan yang sukar diterima oleh seorang
pria. Maka sewaktu wanita mengemukakan argumennya dia perlu mengemukakannya
dengan rasional dan sebisanya mengontrol emosi, sehingga tidak terlalu
meledak-ledak atau meluap-luap. Sebab pada umumnya pria akan menjauhi wanita
yang beremosi tinggi.
Waktu seorang wanita ingin menyampaikan
permintaannya dia harus membahasakannya dengan tepat. Pria peka dengan yang
namanya tuntutan. Jadi sebaiknya waktu wanita minta sesuatu, dia memintanya
dengan cara yang halus dan sopan karena pria cenderung bereaksi terhadap yang
namanya tuntutan. Sampaikan permintaan itu dengan lemah-lembut dan harus
konkret, ada hal-hal yang bagi wanita sangat mudah dicerna, contohnya adalah
kasih. Wanita bisa meminta kepada pria "tolong kasihi aku," tapi bagi
pria kata ‘kasihi aku’ adalah kata yang sangat abstrak, pria kurang mengerti
hal yang seperti itu. Misalnya lagi aku membutuhkan engkau di rumah, bagi
seorang pria membutuhkan engkau di rumah artinya diam di rumah. Tapi bisa jadi
yang diminta oleh wanita bukan secara fisik berada di situ, tapi yang
dibutuhkan oleh istri misalnya membantunya untuk menangani pelajaran anak,
membantunya memasak atau bersama-sama berbicara, berbincang-bincang dan
sebagainya. Itu yang dimaksud oleh wanita dengan "aku meminta engkau untuk
sering di rumah". Jadi hal seperti ini perlu dikonkretkan, pria tidak
begitu bisa memahami isi hati wanita yang baginya abstrak, oleh, karena itu
penting bagi seorang pria mendapatkan penjelasan-penjelasan yang konkret.
Sering kali pria menjauhi wanita yang
beremosi tinggi. Kenyataannya kalau istri itu terlalu emosional, pria sering
kali menjauhi, rasanya tidak suka dengan istri yang emosi. Pada masa
berpacaran, wanita mungkin berpikir "O … pacarku tidak
berkeberatan," padahal dalam kenyataannya dia berkeberatan. Namun karena pada
masa berpacaran frekuensi pertemuan itu tidak intensif atau tidak bertemu
setiap jam, pria tidak terlalu merasa dampaknya. Namun setelah dia serumah dan
mulai melihat emosi wanita yang turun-naik, kecenderungannya adalah pria itu
akan melarikan diri. Dia tidak sanggup menghadapi emosi yang begitu kuat, jadi
daripada menghadapinya dan kewalahan, akhirnya ia menghindar. Ini sering kali
menjadi pola dalam masalah-masalah pernikahan, di mana pria akhirnya menghindar
dan wanita mengejar. Mengejar agar pria itu menemani dia, sabar menunggu dan
menghadapi emosinya, si pria tidak bersedia, dan kebanyakan pria akan melarikan
diri.
2. Seorang istri perlu mengerti bahwa pria
tidak siap menghadapi dan tidak menyukai kejutan.
Yang
dimaksud dengan kejutan di sini adalah perubahan mendadak dari sesuatu yang
sudah rutin. Memang tidak semua pria seperti ini, namun pada umumnya pria
menyukai hal-hal yang sudah bisa diantisipasi, hal-hal yang memang sudah
terencana. Waktu wanita misalnya dengan tiba-tiba berkata ada satu hal yang
mengganggu saga, saya ingin bicara dengan kamu, bagi seorang pria ungkapan itu
sudah mengejutkan dia. Dia pulang ke rumah mengharapkan situasi rumah seperti
kemarin, tiba-tiba istri marah atau tiba-tiba istri menangis dengan begitu
sedih. Itu adalah perubahan yang tak diantisipasi dan bagi pria hal seperti ini
membuat dia sangat tidak nyaman. Dalam kondisi seperti itu, pria cenderung
seperti keong yang terkejut dan memasukkan kepalanya ke dalam rumah keong.
Dengan kata lain, pria tiba-tiba akan mematikan reaksinya dan tidak memedulikan
istri, malahan bisa-bisa dalam kasus-kasus yang lebih ekstrim pria akan
bereaksi. Dengan kemarahan, ia memaksa wanita untuk tidak bicara lagi dan
memaksanya untuk diam.
Kenapa pria cenderung berbuat seperti itu?
Karena dia tidak begitu biasa dan tidak begitu nyaman dengan perubahan
mendadak. Pria mempunyai suatu kebutuhan yaitu kebutuhan untuk menguasai
keadaan, mengontrol situasi. Sewaktu istri tiba-tiba marah atau karena
pelajaran anak tiba-tiba si istri mulai berteriak-teriak, hal itu membuat
suasana tidak terkontrol, pria tidak suka dengan yang namanya tidak terkendali.
Maka dia berusaha menciptakan suasana yang terkendali. Maka saya menasihati
para ibu, jika ada masalah, rencanakanlah waktu untuk bicara dengannya, artinya
jangan secara tiba-tiba langsung melontarkan problem itu di hadapan pria.
Apalagi memaksa pria untuk langsung menghadapi atau menjawabnya. Saran saya
adalah, katakan pada suami, "Ada yang ingin saya bicarakan nanti malam,
apakah boleh. Atau kalau misalnya malam ini kurang begitu cocok kapan kita bisa
berbicara."
Saya membagikan pengalaman saya sendiri,
istri saya mencoba memahami saya dalam hal ini, tapi sekarang pun kalau istri
saya berkata ada yang ingin saya bicarakan nanti malam, saya sudah langsung
memberikan reaksi menutup diri, jantung saya sudah mulai berdebar-debar dengan
lebih cepat dan saya sudah membayangkan bahwa nanti malam akan ada pembicaraan
yang serius, dan saya sudah takut. Karena pembicaraan yang serius berarti
kemungkinan emosi akan keluar, kemungkinan ada pertengkaran atau perselisihan. Jadi meskipun istri saya
sudah mencoba menghaluskan bahasanya dengan berkata ada yang ingin saya
bicarakan dan dia tidak langsung mengutarakannya, tetap saya sudah bereaksi.
Saya masih ingat, dulu waktu istri saya langsung mengeluarkan unek-uneknya
tanpa saya siap untuk menghadapinya, kecenderungan saya adalah saya mendiamkan
dia, saya tidak menanggapi dia. Itu membuat dia tambah panas, tambah marah,
akhirnya menjadi bertengkar. Akhirnya kami menemukan cara yang lebih cocok
untuk kami dan mudah-mudahan ini juga bisa diterima oleh para pembaca.
Mungkin juga ada kekhawatiran dari kaum pria
atau suami yaitu kalau diperhadapkan masalah secara tiba-tiba dan ia tidak siap
dengan jawabannya maka itu cukup memalukan. Padahal setiap kita tentu
menghindari untuk dipermalukan dengan cara seperti itu. Pria ingin dilihat
mampu atau sanggup, jadi sewaktu diperhadapkan dengan suatu yang tak bisa
dikuasainya dia menjadi sangat kewalahan. Dan dalam kewalahan itu ia kurang
bisa rasional, sehingga memaksa wanita untuk diam. Atau semakin menegaskan
posisinya sebagai seorang suami. Jadi istri harus tunduk kepadanya.
Memang kenyataannya seorang laki-laki itu
demikian keras. Bagaimana sikap seorang istri jika suaminya menghadapi suatu
masalah itu dengan marah? Apakah istri itu bijaksana kalau masalah diatasi
sendiri … ?
Kalau ada hal-hal yang bisa diatasi sendiri
dan memang tidak berkaitan langsung dengan si suami, saya kira tidak apa-apa.
Jadi suami memang mempunyai batas-batas sampai berapa jauh dia bisa mengatasi
stres, kalau seorang istri menyadari bahwa inilah batas sang suami maka ia bisa
bersikap dan bertindak dengan tepat. Malam itu jika waktu suami pulang wajahnya
sangat tegang, dia sangat letih, dan si istri tahu topik ini bisa langsung
memicu kemarahan si suami maka kalau si istri berhikmat, akhirnya ia memutuskan
lebih baik tidak saya sampaikan dulu sekarang. Mungkin nanti setelah beberapa
hari situasi sudah reda dan waktunya sudah cocok baru saya sampaikan. Itu hal
yang baik, itu adalah hikmat. Karena satu hal yang juga perlu kita sadari
adalah suami tidak merasa berkewajiban mengetahui semua hal. Kadang kala ada
satu kesalahfahaman di pihak kita yaitu saya harus memberitahukan semuanya
padahal tidak demikian. Sebab cukup umum pria berpikiran bahwa hal-hal rumah
tangga adalah wewenang istri, hal-hal di luar yang berkaitan dengan pekerjaan
dan sebagainya adalah wewenang saya atau tanggung jawab saya. Jadi kalau
misalnya istri memutuskan, biarlah untuk urusan ini atau urusan anak atau apa
tidak perlu langsung diberitahukan kepada suami, saya kira itu tidak apa-apa,
bisa ditoleransi asalkan memang bukan dengan motivasi menutupi atau membohongi.
Maka dalam pengertian mencari waktu yang lebih tepat dan memutuskan bahwa ini
memang bukan waktunya, saya kira itu bijaksana. Kalau masalah itu sudah selesai
baru diceritakan dan kebanyakan tidak akan berkeberatan. Kecuali saat itu,
setelah istri menceritakan, suami berkata, "Saya keberatan, lain kali saya
lebih mau diberitahukan dari awalnya". Tapi wanita bisa berkata,
"Saya ini takut kalau saya bicarakan langsung reaksimu akan begitu keras,
jadi bagaimana jalan keluarnya?" Mintalah masukan dari suami supaya istri
bisa menyampaikan kepadanya tanpa membuat dia lepas kendali, sehingga bisa
dibicarakan. Kalau dia berkata, "Ya tidak apa-apa, engkau beritahukan aku
setelah semuanya ini selesai." ini berarti tidak apa-apa untuk lain kali
pun kita bisa menggunakan metode yang sama.
Jadi memang erat kaitannya bagaimana istri
menjadi sahabat suami ini dalam pemecahan masalah dalam keluarga. Dan penting
sekali istri menjadi bagian dari pemecahan masalahnya.
3. Wanita perlu mengerti bahwa pria tidak
menyukai problem dalam rumah.
Saya
menggarisbawahi kata "dalam rumah," sebab biasanya pria tidak
berkeberatan dengan problem di luar rumah, di tempat pekerjaan, tempat di mana
dia harus menghadapi problem dan masuk ke dalam lingkungan di mana dia tidak
menghadapi problem. Tapi waktu di rumah kecenderungannya adalah dia tidak
begitu siap menghadapinya. Sekurang-kurangnya ada 2 alasan:
Pertama, pria cenderung menganggap atau
mengharapkan rumah sebagai tempat berteduh. Rumah adalah tempat dia bisa ke
luar dari tempat pekerjaan (tempat di mana dia harus menghadapi problem) dan
masuk ke dalam tempat di mana dia tidak menghadapi problem. Jadi waktu harus
menghadapi problem di rumah, pria cenderung kurang begitu mahir untuk
memecahkannya.
Kedua, adakalanya pria kurang begitu mahir
menghadapi problem di rumah karena problem membuatnya merasa ada sesuatu yang
tidak beres dengan dirinya. Waktu si istri memunculkan masalah dengan dia,
mengkritiknya, meminta dia bahwa dia kurang berlaku ini, dia kurang berbuat
ini, suami akan merasa bahwa ada yang kurang pada dirinya, ada yang perlu
diperbaiki. Pria tidak suka dengan hal itu, pria cenderung menginginkan dirinya
dilihat sanggup, mampu mengatur dan mengatasi semuanya. Sewaktu mendengar
komentar-komentar seperti ini, cenderungnya adalah dia bersifat defensif atau
membela diri. Tatkala problem itu memang betul-betul ada, secara konkret wanita
atau istri harus bersikap terhadap suaminya seperti berikut ini:
a. Dia bisa mengungkapkan masalah atau
ketidakpuasannya dalam kemasan positif. Daripada berkata dalam kemasan negatif:
kamu perlu begini, kamu memang begini, gara-gara inilah kamu begini; lebih baik
berkata dalam kemasan positif seperti: saya kira ini perlu kita perbaiki agar
hubungan kita bisa makin baik, jadi kita kemas dalam nada yang positif.
b. Hindarilah kata-kata tuduhan yang tertulis
di atas yang mengatakan bahwa suami begini, suami begitu, kamu memang begini,
kamu seharusnya begitu, karena kata-kata tuduhan cenderung memancing reaksi
membela diri.
c. Fokuskan dampak persoalan itu pada diri
sendiri, bukan pada apa yang keliru atau salah dilakukannya. Maksudnya,
daripada berkata engkau tidak melakukan ini, engkau begini-begini, lebih baik
istri berkata waktu engkau begini aku merasa begini. Contohnya waktu engkau
pulang malam tidak meneleponku, bukankah aku sudah memintamu untuk meneleponku?
Aku takut ada apa-apa denganmu dan itu membuatku khawatir, aku tidak bisa
konsentrasi, aku tidak bisa mengajar anak-anak, aku tidak bisa memberi diriku
pada anak-anak, karena terus tegang memikirkan kamu, jadi tolong bantu aku
dengan menelepon aku. Dengan kata lain dia mencoba untuk tidak memfokuskan atau
menyerang si suami, namun memfokuskan pada dampak perlakuan si suami terhadap
dirinya.
Kalau memang suaminya yang menjadi sumber
problem, saya kira yang akan kita bicarakan adalah dalam pengertian ada niat
baik dari kedua belah pihak. Dan ada rasa kepedulian dan cinta kasih yang
tinggi antara dua belah pihak. Kalau suaminya sudah menjadi problem misalnya
disengaja ada perempuan lain, dia berjudi dan sebagainya, dia tidak
bertanggung-jawab main dengan teman-temannya, malam pulang dengan semaunya,
saya kira dalam konteks seperti itu yang dibicarakan akan efektif. Memang di
dalam persahabatan harus ada timbal balik, baru terjalin persahabatan.
4. Wanita perlu mengerti bahwa pria
mengharapkan istrinya menjadi sahabat dan sahabat berarti dia tidak meragukan
pertimbangannya.
Maksudnya adalah:
a. Waktu
berbeda pendapat jangan menyerangnya secara frontal. Karena kalau kita
menyerangnya dengan frontal seolah-olah kita tidak lagi percaya pada
pertimbangannya. Kalau misalnya tidak setuju, saya anjurkan istri mengajukan
beberapa pilihan untuk dipertimbangkan, bagaimana kalau begini, bagaimana
menurutmu kalau begini. Jadi berikan 2 atau 3 pilihan sehingga suami bisa
memikirkannya.
b. Sahabat berarti istri membantunya untuk
berhasil dalam usahanya, pria berharap istri menolong dia dan tidak menghambat
dia dalam kariernya. Untuk urusan pekerjaan jika tidak setuju, saya sarankan
istri untuk meminta izin, boleh tidak saya memberikan pendapat saya. Dan
tekankan bahwa ini untuk kepentingan dia, bukan untuk kepentingan istri. Jadi
para suami memang cenderung tidak suka kalau istri seolah-olah mencampuri
urusan pekerjaannya dan mengatur dia di tempat pekerjaan. Jadi ditanya boleh
tidak saya memberikan pendapat dan tekankan ini untuk kebaikan engkau untuk
kebaikan usahamu, setelah itu diam. Jangan memaksa suami untuk menuruti
pandangan Anda. Sekali, dua kali mungkin suami tidak akan menghiraukan karena
dia percaya pandangannya lebih baik. Tapi setelah satu, dua kali ternyata istri
yang betul, maka kemungkinan besar untuk lain kalinya waktu istri memberikan
pandangan, suami lebih bersedia untuk menerimanya. Pria cenderung berpikir
dunia pekerjaan adalah dunianya jadi dialah yang mengerti.
c. Suami mengharapkan istri menghormatinya di
hadapan orang. Ini penting, ingatlah bahwa pria peka dipermalukan apalagi di
depan orang lain. Saya menghimbau kepada para istri, jangan berselisih pendapat
dengan suami di muka umum, itu amat memalukan suami. Sebab suami merasa dia
kepala, waktu si istri berselisih dengannya di depan orang lain, tidak setuju,
dan mengatakan dia salah, itu memalukan dia sekali. Dan itu akan menghancurkan
harga dirinya dan sering kali akhirnya membuahkan pembalasan dalam bentuk lain.
Juga sebaliknya, suami jangan berbuat hal yang sama kepada istri.
5. Wanita harus mengerti bahwa pria menikmati
seks sebagai kepuasan fisiknya dan menggunakan seks sebagai wadah penyataan
kemesraannya.
Jadi biarkan suami menikmati tubuh saudara
dan ini tidak identik dengan memanfaatkan diri Saudara. Karena pria sangat bahagia
kalau si istri bisa berpartisipasi dalam hubungan seksual dengannya. Terimalah
kemesraan seksualnya sebagai kemesraan romantis. Ada istri yang salah sangka
dengan berpikir, engkau hanya memakaiku sebab kalau tidak berhubungan, engkau
tidak begitu mesra. Pria kurang mampu menunjukkan kemesraan dan sering kali
hanya bisa menunjukkan kemesraan dalam hubungan seksual, jadi terimalah itu
sebagai kemesraan romantisnya. Sedapatnya jangan menolak kebutuhan seksualnya,
sebab penolakan atau ketidaksenangan ditafsirkan sebagai penghinaan bagi
seorang pria. Jadi kalau memang sungguh-sungguh tidak bisa, katakan apa adanya
namun sebisanya coba layani dia, karena itulah yang membuat dia senang.
Ada yang bertanya, dalam hal ini perlukah si
istri itu menawarkan diri terlebih dahulu?
Saya kira kalau memang misalkan sudah ada
jadwal tertentu beberapa minggu sekali, istri bisa bertanya apakah ini yang
perlu dilakukan malam nanti. Saya kira jika hal itu membuat suami merasa bahwa
istri juga membutuhkan dan menyenanginya, sehingga bukan hanya dia sendiri yang
meminta, itu akan membuat suami merasa jauh lebih baik dan jauh lebih senang.
Semua itu jelas merupakan suatu pengorbanan
dari si istri untuk menjadi sahabat bagi suami. Firman Tuhan dalam Ef 5:22*
menasihatkan: "Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala
jemaat."
Jadi pada intinya kalau mau menjadi sahabat
buat seorang suami, yang terpenting adalah benar-benar mencoba menghormati dia,
pikirannya, permintaannya, keinginannya. Dan sewaktu istri mulai mengedepankan
keinginan si suami, biasanya itu akan direspons secara positif oleh suami. Jadi
mulailah mengedepankan dan menundukkan diri di hadapan suami. Itulah pesan
firman Tuhan yang tentunya sangat berguna bagi kita sekalian.
Referensi
3b diambil dari:
Judul
Buku : Persiapan Pernikahan
Judul
Artikel : Menghadapi Konflik
Penulis : H. Norman Wright
Penerbit
: Gloria, Yogyakarta, 1998
Halaman : 180 — 182
MENGHADAPI
KONFLIK
Ada lima cara untuk menghadapi konflik
pernikahan.
Yang
pertama adalah menarik diri. Jika Anda cenderung melihat konflik sebagai
sesuatu yang sama sekali tak dapat dielakkan dan sangat sulit dikendalikan,
maka mungkin memang tak ada gunanya Anda mencoba mengatasinya. Anda dapat
menarik diri secara fisik dengan meninggalkan ruangan atau lingkungan tertentu,
atau secara psikologis dengan tidak berbicara, bersikap acuh atau melindungi
diri sedemikian rupa hingga apa yang dikatakan tidak akan mempengaruhi Anda.
Ada banyak orang yang menggunakan pendekatan ini untuk nelindungi diri mereka.
Memenangkan pertarungan adalah sebuah
alternatif lain. Jika konsep diri Anda terancam atau jika Anda merasa harus
mempertahankan kepentingan Anda, maka kemungkinan metode ini tepat bagi Anda.
Jika Anda berada pada posisi yang lebih berotoritas dan posisi tersebut
terancam, maka memenangkan pertarungan merupakan serangan balasan. Tak peduli
apa pun harga yang harus dibayar, menang merupakan sasaran utama.
Orang menggunakan berbagai macam taktik untuk
menang. Karena pasangan suami-istri sadar betul akan daerah-daerah kelemahan
dan yang bisa menyakitkan pasangannya, seringkali mereka justru memanfaatkannya
untuk memaksa pasangannya mengikuti kemauan mereka. Para "pemenang"
ini bahkan mungkin menyerang harga diri seseorang supaya menang. Mereka
menyimpan dendam dan menggunakannya pada saat yang tepat untuk menghadapi
sebuah konflik. Mereka dapat meluapkan emosi dan sakit hati yang sudah
tersimpan lama pada saat yang menguntungkan. Pendekatan "menumpuk
dendam" seperti ini merupakan bentuk lain dari balas dendam dan jelas
tidak mencerminkan sikap pengampunan dari orang Kristen.
Kalau memenangkan pertarungan adalah cara
yang Anda pilih, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah
kemenangan itu sangat perlu untuk membangun atau mempertahankan harga diri Anda
atau untuk mempertahankan gambar diri yang kuat dari pribadi Anda?
Orang memerlukan harga diri yang kuat untuk
mendapatkan kepuasan dalam hidup dan dalam pernikahan mereka. Tetapi apa yang
mendasari hal ini? Jika seseorang merasa tidak aman atau ragu-ragu, seringkali
ia menciptakan gambar diri yang palsu untuk membodohi orang lain yang pada
akhirnya justru membingungkan dirinya sendiri. Tunduk pada orang lain, mengalah
atau kalah dalam debat atau pertengkaran merupakan ancaman besar terhadap
perasaan seseorang akan dirinya sendiri, sehingga ia berjuang agar hal itu
tidak terjadi. Orang yang otoriter biasanya tidak pernah merasa seaman seperti
yang ia bayangkan. Tunduk pada orang lain merupakan suatu tanda bahwa posisinya
telah lemah.
2. Apakah kemenangan diperlukan karena Anda
dibingungkan antara keinginan dan kebutuhan?
Seseorang
yang merasa membutuhkan sesuatu akan lebih gigih berusaha untuk mendapatkannya
daripada bila ia hanya menginginkan sesuatu. Sudahkah Anda membedakan antara
kebutuhan dan keinginan? Mungkin Anda akan melihat sesuatu sebagai kebutuhan
dalam hidup Anda sementara pasangan Anda melihatnya sebagai keinginan belaka.
Bagaimana Anda tahu bahwa sesuatu itu benar-benar merupakan kebutuhan?
Pendekatan ketiga dalam menghadapi konflik
adalah menyerah. Kita sering melihat rambu-rambu jalan yang mengharuskan kita
memberi jalan kepada orang lain; yang ditempatkan demi keamanan kita sendiri.
Jika kita mau mengalah dalam suatu konflik, berarti kita juga melindungi diri
kita sendiri. Kita tidak ingin berisiko menghadapi konfrontasi, sehingga kita
mengalah dan mengikuti pasangan kita.
Kita
semua menggunakan pendekatan ini dari waktu ke waktu, tetapi apakah mengalah
merupakan pola yang biasa Anda gunakan? Mengalah terus-menerus bisa menciptakan
rasa kemartiran atau pada akhirnya perasaan bersalah dalam diri pasangan Anda.
Kita bahkan menemukan beberapa orang yang harus "kalah" dalam konflik
rumah tangganya. Pendekatan ini merupakan cara untuk menjaga kesaksian kita.
Dengan mengalah akan timbul kesan bahwa Anda dapat menguasai diri dan adalah
orang yang "paling Kristen."
Kita belajar untuk menekan atau menahan
kemarahan dan juga menumpuknya, bukannya melakukan apa yang Nehemia lakukan
ketika mendengar adanya perlakuan sewenang-wenang terhadap bangsanya yang
miskin. "Maka sangat marahlah aku [Nehemia], ketika kudengar keluhan
mereka dan berita-berita itu. Setelah kupikir masak-masak, aku menggugat dan
para pemuka dan penguasa" (Neh 5*:b-7). Sebagian orang mendapatkan banyak
hal dari kekalahan mereka sebanyak yang orang lain dapatkan dari kemenangan
mereka.
Sebuah metode lain dalam menghadapi konflik
adalah berkompromi atau memberi sedikit untuk mendapat sedikit. Anda telah
belajar bahwa Anda perlu menahan sebagian ide atau tuntutan agar pasangan Anda
dapat memberi respon. Anda tidak mau terus-menerus menang, tetapi juga tidak
mau bila pasangan Anda yang terus-menerus menang. Pendekatan ini memembutuhkan
persetujuan dari kedua pihak.
Metode kelima disebut
"menyelesaikan". Jika Anda
mengikuti metode ini dalam menghadapi konflik, maka setiap situasi, sikap atau
perilaku diubahkan melalui komunikasi secara langsung dan terbuka. Pasangan ini
bersedia meluangkan cukup banyak waktu untuk membicarakan keberbedaan-keberbedaan
di antara mereka sehingga meski sebagian dari keinginan dan ide mereka yang
semula telah berubah, mereka sangat puas dengan solusi yang mereka capai. Metode yang paling baik atau paling
ideal untuk mengatasi konflik? Masing-masing memiliki keefektifan dalam
situasi-situasi tertentu. Ada saatnya mungkin, memenangkan pertempuran
merupakan cara yang terbaik, dan bukan kompromi. Mengalah pada saat-saat
tertentu bisa merupakan suatu tindakan nyata dari kasih dan perhatian yang benar
dan murni. Tetapi cara ideal yang kita pakai adalah cara yang menyelesaikan
konflik.
Ketika seseorang menggunakan penarikan diri
sebagai pola yang biasa ia gunakan dalam menghadapi konflik, hubungan akan
terganggu dan kebutuhan-kebutuhan akan sulit terpenuhi. Ini merupakan cara yang
paling tidak membantu dalam menghadapi konflik. Hubungan tersebut tidak dapat
bertumbuh dan berkembang.
Jika ini merupakan cara Anda, pikirkan
mengapa Anda menarik diri. Ini bukanlah demonstrasi dari ketundukan dan kerendahan
hati yang alkitabiah. Metode ini seringkali dipakai karena adanya perasaan
takut-terhadap pasangan Anda atau terhadap kemauan Anda sendiri.
Memenangkan pertarungan akan memenuhi tujuan
pribadi tetapi pada saat yang sama mengorbankan hubungan yang dimiliki.
Seseorang bisa saja memenangkan pertempuran tetapi kalah dalam perang. Dalam
suatu pernikahan, pernikahan, hubungan yang baik lebih penting daripada tujuan
pribadi, dan memenangkan pertarungan dapat menjadi kemenangan yang hampa.
Mengalah punya nilai yang lebih tinggi karena
kelihatannya membangun sebuah hubungan, tetapi tujuan atau kebutuhan pribadi
seseorang dikorbankan di sini yang dapat menimbulkan dendam. Mengalah mungkin
tidak membangun seperti yang diyakini banyak orang, karena jika hubungan itu
sedemikian pentingnya, maka seseorang akan bersedia berbagi, berkronfontasi dan
berani bicara. Apa yang dapat dicapai melalui resolusi akan membangun hubungan
lebih baik lagi dan memperlihatkan perhatian yang semakin besar lagi bagi
hubungan itu lebih dari metode lainnya.
Kompromi merupakan sebuah usaha untuk menjaga
kelangsungan suatu hubungan dan pemenuhan sebagian kebutuhan. Tawar menawar
yang terjadi dapat berarti bahwa ada beberapa nilai yang dikompromikan. Anda
bisa saja mendapati bahwa Anda tidak begitu puas dengan hasil akhirnya, tetapi
masih lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Sebenarnya hal ini pun dapat
mengancam hubungan tersebut. Akan timbul kegelisahan setelah kompromi dibuat.
Menyelesaikan konflik adalah cita-cita yang
harus dituju oleh setiap pasangan. Sebuah hubungan dapat diperkuat setelah
konflik terselesaikan dan kebutuhan-kebutuhan terpenuhi bagi kedua pihak. Di
sini dibutuhkan lebih banyak waktu, penerimaan serta kesediaan untuk
mendengarkan.
Anda
mungkin bisa berubah dalam proses tersebut, tetapi Anda senang dengan perubahan
yang terjadi. Perubahan yang positif dan menguntungkan. Dan perubahan itu
mungkin dilakukan, bahkan perlu dilakukan! Karena Yesus Kristus ada dalam hidup
Anda, Anda dapat menyerahkan segala ketakutan dan kegelisahan. Anda dapat
memiliki keyakinan dan keberanian baru untuk menghadapi berbagai masalah hidup,
dan dengan cara yang baik, dengan orang-orang lain di sekitar Anda. Sebagian
orang merasa bahwa mereka tidak mungkin berubah. Namun Firman Allah berkata,
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku." (Fili 4:13*)
5 - Rumah Tangga Kristen
A. ORANG TUA DALAM RUMAH TANGGA KRISTEN
Ayat Hafalan : "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah
bangkitkan amarah di hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran
dan nasihat Tuhan." Ef 6:4*.
1. Karunia Tuhan
Anak-anak yang diberikan kepada suami dan
istri merupakan karunia Tuhan. Ketika Esau bertanya kepada Yakub tentang
orang-orang yang bersama-sama dengan dia, Yakub berkata bahwa mereka adalah
"Anak-anak yang telah dikaruniakan Allah kepada hambamu ini." Kej
33:5*. Beberapa tahun kemudian, ketika Yusuf ada di Mesir, dia menunjukkan dua
anaknya kepada Yakub yang sudah tua dan berkata, "Inilah anak-anakku yang
telah diberikan Allah kepadaku di sini." Kej 48:9*.
Pemazmur Menulis,"sesungguhnya anak-anak
lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah
kandungan
adalah suatu upah." Mazm 127:3*. Dalam Perjanjian Lama, orang-orang
umumnya hanya berbicara tentang anak-anak lelaki. Mereka kadang-kadang
melupakan nilai dari anak-anak perempuan. Kristus datang ke dunia dalam bentuk
manusia untuk memulihkan umat manusia ke dalam rencana Allah yang mula-mula.
Sungguh dalam Kristus "tidak ada laki-laki atau perempuan" Gal 3:28*.
Karunia Allah adalah anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan.
Renungkan kembali tentang rencana Allah yang
indah dalam pernikahan antara seorang pria dan wanita yang saling mengasihi dan
menghormati Tuhan. Ingatlah kembali bahwa anak-anak adalah merupakan karunia
Tuhan. Tuhan memberikan karunia berupa anak-anak di dalam beberapa rumah
tangga; di beberapa rumah tangga yang lain yang juga dikasihi-Nya, Dia
memberikan karunia yang lain. Kita akan mempelajari lebih banyak tentang rumah
tangga tanpa anak dalam pelajaran berikutnya. Sekarang marilah kita mempelajari
tanggung jawab dari orang tua terhadap anak-anak sebagai karunia yang indah.
2. Rencana untuk Mereka
Tanggung jawab apa yang dimiliki oleh orang
tua dalam merencanakan besar kecilnya keluarga mereka? Apakah mereka seharusnya
memunyai anak sebanyak mungkin menurut kekuatan tubuh mereka? Dalam beberapa
masyarakat tradisional, tiap keluarga ingin memunyai anak sebanyak mungkin.
Anak-anak merupakan kebanggaan keluarga; mereka diperlukan sebagai para
pekerja. Banyak anak yang meninggal sebelum usia dewasa. Ada banyak faktor di
Indonesia sekarang yang membuat pemerintah memikirkan program yang
sungguh-sungguh mengenai keluarga berencana. Hal ini termasuk perlunya
memikirkan tingginya biaya untuk membesarkan dan menyekolahkan anak-anak yang
sering tidak sebanding dengan pendapatan keluarga. Angka kelahiran yang tinggi
juga telah menambah masalah di Indonesia, misalnya kelaparan, kekurangan gizi,
terbatasnya sekolah dan pengobatan, dll.. Alkitab memerintahkan untuk bertanggung
jawab dalam merencanakan keluarga yang baik. "Tetapi jika ada orang yang
tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad
dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1Tim 5:8*). Orang tua
Kristen perlu berdoa untuk mempertimbangkan jumlah anak yang bisa mereka asuh.
Seorang penulis dari Afrika, John S. Mbiti,
mengatakan, "menjadi orang tua adalah suatu tanggung jawab yang besar.
Anda melecehkan kesempatan dan kepercayaan itu jika Anda menjalaninya dengan
ceroboh, jika Anda menjalankannya dengan cara dimana Anda hanya membuat
anak-anak merana, lapar, berpakaian yang tidak layak, tidak berpendidikan, dan
merasa rendah diri di masyarakat. Hal utama yang harus diketahui orang tua
sekarang ini adalah berapa jumlah anak yang bisa diasuh dengan layak sehingga
nantinya menjadi pribadi yang sehat, bahagia, berkembang dengan baik, dan bisa
menjadi bagian yang memberkati
masyarakat dan bangsa."
3. Mengajar Mereka
Supaya bisa diterima masyarakat dan bangsa
dengan baik, orang tua Kristen hendaknya membimbing perkembangan anak-anak
mereka ke dalam jalan-jalan Tuhan. "Sebab Aku telah memilih dia, supaya
diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup
menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan,
dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya
kepadanya." (Kej 18:19*). Ayat ini menyebutkan tentang perintah Allah yang
harus diikuti Abraham sehingga Allah dapat membawa Abraham ke tanah yang sudah
dijanjikan-Nya. Apakah dua hal yang harus dilakukan anak-anak dan seisi rumah
Abraham dilakukan untuk "berjalan menurut jalan Tuhan?"
Mungkinkah Allah membuat bangsa yang besar
dari anak-anak Abraham jika mereka tidak melakukan yang benar dan adil?
Bagaimana mungkin anak-anak Anda menggenapi rencana Allah bagi mereka jika Anda
tidak mengajarkan kepada mereka untuk menurut jalan-jalan Tuhan? Tuhan
memberikan janji ini: "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut
baginya maka pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari jalan itu."
(Ams 22:6*).
"Sesungguhnya diantara mereka yang
dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada
Yohanes Pembaptis." kata Yesus, Mat 11:11*. Bacalah Luk 1:6* untuk
mempelajari macam lingkungan rumah tangga yang disediakan Zakharia dan Elisabet
bagi Yohanes. Dapatkah Anda mengikuti contoh yang diberikan Zakharia dan
Elisabet? Alkitab mengatakan bahwa mereka "keduanya adalah benar di
hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan
tidak bercacat."
4. Merawat dan Memelihara Mereka
Alkitab memberikan perintah yang khusus
kepada orang tua. Paulus menggambarkan hubungannya dengan orang-orang Kristen
di Korintus dengan mengatakan, "Karena bukan anak-anak yang mengumpulkan
harta untuk orangtuanya, melainkan orang tualah untuk anak-anaknya." (1Kor
12:14*). Paulus mengatakan bahwa dengan sukacita ia akan memberikan apa yang
dia punya untuk orang-orang Korintus. Haruskah orang tua mempunyai permintaan
terhadap anak-anaknya yang menyebabkan kesulitan keuangan yang besar?
Permintaan-permintaan tersebut termasuk pesta, pesta pernikahan, hadiah yang
mahal, dll.. Sebagai orang yang baru dewasa, Anda mungkin tidak bisa mengubah
cara yang dipakai orang tua Anda. Tapi Anda harus belajar mengikuti ajaran-ajaran
Kristen ketika Anda menjadi orang tua.
5. Mengasuh Mereka
Paulus memberikan suatu perintah yang pasti
kepada para orang tua. "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah
di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat
Tuhan." Ef 6:4*.
Musa telah memimpin bangsa Israel sampai
diusia tuanya. Dalam pidato perpisahannya, dia memberikan perintah yang
terakhir dari Tuhan. Bacalah Ul 6* untuk mempelajari perintah-perintah yang
penting ini. Bagaimana bangsa Israel mengatakan kebenaran-kebenaran ini kepada
anak-anak mereka? Lihatlah ayat Ul 6:6-9*.
Ayat Ul 6:4* memberikan perintah Allah yang
Agung. Saat Anda membaca ayat Ul 6:7* carilah beberapa "waktu untuk
pengajaran Firman Allah" yang bisa dipakai oleh seluruh keluarga untuk mengajar
anak-anak. Perhatikan bagaimana Allah menjadi pusat bagi keluarga pada masa
itu. Anak-anak diajarkan tentang Firman Tuhan dengan rajin dan rutin.
6. Membimbing Mereka
Luk 2:52* menyebutkan kepada kita bahwa Yesus
"makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya, dan makin dikasihi oleh
Allah dan manusia." Dengan menggunakan empat bidang berikut ini,
pikirkanlah sikap-sikap dan kecakapan-kecakapan yang ingin anak-anak Anda
miliki jika mereka dewasa nantinya. Bagaimana cara terbaik yang bisa Anda tempuh
untuk mengembangkan kecakapan dan sikap mental anak-anak? Pendidikan apa yang
Anda inginkan bagi anak-anak Anda? Pikirkanlah juga perkembangan secara fisik.
Apa yang perlu diketahui anak-anak Anda mengenai tubuh mereka agar mereka bisa
memperlakukan tubuh mereka dengan benar sebagai Bait Roh Kudus? Apa yang perlu
diketahui, dialami, dilakukan anak-anak untuk bisa bertumbuh secara rohani? Apa
yang seharusnya menjadi ciri hubungan mereka dengan Allah? Bagaimana mereka
perlu berhubungan dengan orang lain - dengan orang Kristen dan non-Kristen?
7. Bersaksi Bagi Mereka
Ceritakan pada anak-anak Anda tentang
pekerjaan Tuhan dalam hidup Anda. Ceritakan kepada mereka pada waktu Tuhan
menyembuhkan Anda, atau ketika Allah dengan ajaib menyediakan makanan bagi Anda
saat Anda tidak mempunyai uang. Ceritakan kepada mereka bagaimana perbuatan
Tuhan selama ini kepada Anda. Mazm 78:4*, "Kami tidak hendak sembunyikan
terhadap anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang
kemudian puji-pujian kepada Tuhan dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan
ajaib yang telah dilakukan-Nya." Ambil Alkitab Anda sekarang dan bacalah
Mazm 78:1-7*. Ceritakan tentang kebaikan Tuhan kepada anak-anak Anda. Maka,
mereka juga akan menaruh kepercayaan mereka terhadap Tuhan.
8. Mengasihi Mereka
Tunjukkan kedekatan Anda kepada anak-anak.
Jika mereka melakukan sesuatu yang baik, berikan pujian, ungkapkan, "Aku
mengasihi engkau," dalam perkataan dan perbuatan. Dorong dan bimbing serta
ajar mereka secara pribadi. Ada saatnya tiap orang tua meluangkan waktu sendiri
dengan tiap anaknya.
Ajarkan kepada anak-anak Anda tentang Firman
Tuhan dan berdoalah dengan anak-anak Anda. Firman Tuhan dapat memberikan hikmat
kepada anak-anak Anda menuju kepada keselamatan melalui iman dalam Yesus
Kristus.
B
ANAK-ANAK DALAM KELUARGA KRISTEN
Ayat Hafalan : "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu
di dalam Tuhan, karena haruslah demikian." Ef 6:1*
"Hai
anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu.
Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada
lehermu." Ams 6:20-21*. Allah memberikan kepada Musa sepuluh perintah, ya
hanya sepuluh peraturan yang paling penting untuk menuntun hidup kita. Perintah
yang kelima adalah, "Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang
diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik
keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." Ul 5:16*.
Paulus menyebutkan perintah ini dengan suatu janji, Ef 6:2*.
1. Ketaatan
"Hai anak-anak, taatilah orang tuamu
dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan." (Kol 3:20*).
Alasan apa yang diberikan oleh Paulus agar mentaati orang tua dalam segala hal?
"Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di
dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah
suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu
berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Ef 6:1-3*). Paulus menuliskan
ayat-ayat ini dalam sebuah surat ketika dia sudah tua dan ada di dalam penjara.
Dia bukanlah seorang penjahat; dia salah satu murid Tuhan Yesus yang sejati.
Paulus melayani dengan nasihat-nasihat yang penuh kasih kepada semua orang.
Dalam tes ini dia mengikutsertakan anak-anak dan orang tua. Bacalah Rom 1:30*
dan 2Tim 3:2*. Apakah Anda memerhatikan bahwa ketidaktaatan kepada orang tua
adalah termasuk sebagai dosa yang paling jahat? Baik ayah maupun ibu, keduanya
harus dihormati.
2. Kasih Allah kepada Anak-Anak
Kasih Allah kepada anak-anak merupakan alasan
yang utama mengapa Dia menekankan ketaatan kepada orang tua. Tuhan berfirman
kepada kita untuk menghormati orang tua, "supaya kamu berbahagia dan
panjang umurmu di bumi." Ef 6:3*. Anak-anak tidak bisa secara alamiah
mengetahui untuk "menolak yang jahat dan memilih yang baik." Mereka
mesti bertumbuh dalam hikmat ini, mereka mesti diajarkan pengetahuan ini. Orang
tua adalah guru kedua yang penting setelah Tuhan sendiri. Bacalah masa kecil
Yesus dalam Luk 2:41-51*. Sebagai anak kecil, bagaimana Yesus melaksanakan
perintah taurat yang kelima ini?
Ef 5* berbicara tentang para istri yang harus
merendahkan diri/taat kepada suami mereka. Dalam Ef 6*, suami dan istri
sekarang disebut orang tua. Anak-anak hendaknya mentaati orang tua mereka.
Tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa salah satu orang tua berhak atas
penghormatan yang lebih besar dari yang lain.
3. Allah Ada di atas Para Orang Tua
Kis 5:29* menunjukkan suatu masa dimana
ditunjukkan sikap agar kita lebih mengasihi Tuhan dari pada yang lain.
"Kita harus mentaati Allah lebih daripada manusia" Jika orang tua
kita meminta agar kita berbuat yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, kita
harus mentaati Allah. Allah berbicara kepada anak-anak, dan kehendak Allah
harus menjadi yang pertama, bahkan sebelum kehendak orang tua. Samuel hanyalah
seorang anak kecil ketika dengan cara yang ajaib Tuhan datang pada malam hari
di tempat tidurnya dan berbicara kepadanya. Lihatlah dalam 1Sam 3*.
Bahkan ketika maksud untuk mentaati Tuhan
bertentangan dengan kehendak orang tua, kita tidak boleh begitu saja meremehkan
keinginan orang tua kita. Kita harus berusaha sedemikian untuk mencapai suatu
persetujuan. Kita tidak boleh marah terhadap mereka, atau membuat mereka marah.
Kita hendaknya menunjukkan kepada mereka segala bentuk kasih dan penghormatan
meskipun mereka menentang kehendak Tuhan.
Petrus mengingatkan kepada kita bahwa seorang
Kristen harus rendah hati dalam semua hubungan. "Demikian jugalah kamu,
hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua,
rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang
orang-orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’"
(1Pet 5:5*). Ketika kehendak orang tua bertentangan dengan perintah Tuhan,
seorang Kristen memilih jalan Tuhan dengan kelembutan dan kerendahan hati.
4. Ketika Anak-Anak Menjadi Dewasa
Orang dewasa pun harus terus menghormati
orang tua mereka. Seorang anak yang telah dewasa mungkin hidup jauh dari orang
tua dan harus membuat sebagian besar keputusan sendiri. Perpisahan ini dapat
menyebabkan kekuatiran bagi orang tua mereka. Mereka mungkin akan merasa
ditinggalkan atau bahkan ditolak kalau anak-anak mereka yang telah
"modern" tidak menjaga suatu hubungan yang dekat. Selalu ada
perbedaan dalam tiap generasi dari umat manusia. Hal ini nyata khususnya di
negara-negara dimana gaya hidup berubah dengan cepat. Anak-anak yang sudah
dewasa perlu untuk menjaga hubungan yang dekat dengan orang tua mereka, untuk
memberitahu mereka bahwa mereka masih dikasihi dan dihormati.
Usia tua sering membawa masalah yang memerlukan
perhatian yang penuh kasih dari anak-anak yang sudah dewasa. Dalam Mr 7* Yesus
menegur para pemimpin agama pada masa itu karena melaksanakan tradisi mereka
namun tidak betul-betul memerhatikan kebutuhan orang tua dan menghormati
mereka. Di dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri
Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang
dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah,
anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan
sejak saat itu murid itu menerima dia dalam rumahnya. Yoh 19:25-27* Ayat ini
menceritakan bagaimana Yesus membuat suatu rencana untuk merawat ibunya bahkan
ketika Dia hampir mati di atas kayu salib. Seperti Yesus yang menunjukkan penghormatan
dan perhatian untuk ibunya selama hidupnya, orang-orang Kristen saat ini perlu
memegang perintah Tuhan untuk menghormati orang tua mereka.
DOA
"Bapa, terima kasih untuk anak-anak yang
Kau karuniakan bagi kami. Berilah kami hikmat untuk dapat menjadi orang tua
yang baik bagi mereka. Amin"
PERTANYAAN
A:
1. Apakah
artinya bahwa anak-anak yang diberikan melalui suami istri adalah karunia
Tuhan?
2. Apakah
orang Kristen perlu membuat perencanaan berapa anak yang akan dimiliki? Mengapa?
3.
Sebagai orang Kristen, pengajaran apakah yang paling penting diberikan orang tua kepada anak-anaknya?
4.
Ayat-ayat mana di dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa Tuhan memberikan tanggung jawab penuh kepada orang
tua untuk mengajarkan Firman Tuhan
kepada anak-anaknya?
5. Apakah
upah seorang anak yang taat dan menghormati orang tua, menurut Ef 6:3*?
6. Dalam
keadaan bagaimana anak boleh menentang orangtua?
7.
Menurut Kis 5:29*, jika orang tua meminta melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, kita
harus mematuhi …
8. Kapan
kita bisa berhenti menghormati orang tua kita?
9.
Mengapa anak-anak yang sudah dewasapun harus tetap memelihara hubungan dengan
orang tua mereka?
10.
Bagaimana Yesus menunjukkan kasih dan perhatian-Nya pada ibu-Nya?
PERTANYAAN
B:
1. Apakah
Anda setuju orang tua perlu mendisiplin (menghajar) anak-anaknya jika
anak-anaknya tidak menuruti perintah orang tua? Cara apa yang paling tepat untuk dipakai?
2. Bagaimana menghadapi orang tua yang terlalu menuntut
anak-anaknya untuk memperhatikan dan mendukung kebutuhan finansialnya?
Referensi
5a diambil dari:
Judul
Buku : Hanya Maut yang Memisahkan Kita
Judul
Artikel : 10 Sifat dan Kebiasaan yang Perlu Diajarkan Kepada Anak-anak
Penulis : Pdt. Roby Setiawan, Th. D.
Penerbit
: Setiawan Literature Ministry, 2007
Halaman : 102 — 112
10 Sifat
dan Kebiasaan yang Perlu Diajarkan Kepada Anak-Anak
Pengamsal menasehati para pembacanya
demikian, "Ajarlah seorang anak cara hidup yang patut baginya, maka sampai
masa tuanya ia akan hidup demikian" (Ams 22:6*).
Ada sebagian orang mengijinkan anak mereka
yang masih kecil untuk melakukan apa saja, walaupun perbuatan itu salah dan
kurang ajar. Biasanya, alasan mereka adalah: "Anak kami masih kecil, nanti
saja jikalau sudah besar, ia akan kami disiplin." Pendapat itu tidak
benar! Lihatlah ilustrasi berikut ini.
Seekor ayam yang salah satu kakinya cacat,
berjalan melewati lapisan semen basah dengan satu kaki saja. Kemudian, seorang
pemuda mengusir ayam itu dari sana. Namun, bekas tapak kakinya masih tercetak
di semen. Keesokan harinya setelah semen itu menjadi kering, bekas tapak kaki
si ayam terlihat jelas sekali. Ayam itu sendiri telah dipotong dan dimakan,
namun bekas tapak kakinya terus terlihat selama bertahun-tahun kemudian.
Demikian pula dengan watak anak; sebelum watak anak Anda mengeras, cap apa yang
orang tua sudah buat dan tinggalkan dalam kepribadian mereka?
85% dari pembentukan pribadi seseorang
terjadi pada waktu ia masih berada di kandungan ibunya sampai dengan usia 7
tahun. Tujuh tahun pertama di dalam kehidupan seorang anak adalah masa yang
sangat penting, bagaikan lapisan semen yang masih basah bisa diberikan
"cap" apa saja dan akan membekas selama berpuluh-puluh tahun
kemudian.
Figur Musa adalah contoh yang menarik. Pada
waktu usianya sekitar 40 tahun, Musa, yang telah diadopsi oleh sang putri
Firaun, membela bangsa Yahudi dan membunuh orang Mesir (Kel 2:11-14*). Mengapa
bisa timbul perasaan nasionalisme kepada budak-budak Yahudi, padahal ia sudah
tinggal nyaman di istana Firaun? Jawabannya adalah karena sewaktu masih kecil,
Musa pernah dididik oleh mamanya sendiri sambil disusui (Kel 2:8-10*).
Pastilah, sang mama terus menanamkan pemahaman di dalam diri Musa kecil, bahwa
ia adalah orang Ibrani yang berTuhankan Allah Yahweh. Pengajaran itu
berlangsung selama beberapa tahun sampai Musa menjadi besar (kemungkinan sampai
berusia 7 tahun), barulah Musa diberikan kepada sang putri Firaun. Apa yang
ditanamkan dalam usia 7 tahun pertama itu sungguh berdampak besar bagi
kehidupan Musa. Berikut ini adalah 10 sifat dan kebiasaan penting yang perlu
diajarkan kepada anak-anak dalam usia 7 tahun pertama:
1. Menghormati Allah di dalam kehidupan
mereka Orang tua perlu setiap hari berdoa sambil menumpangkan tangan kepada
sang janin yang masih di kandungan ibunya.
Ketika bayi itu sudah lahir, sang ibu perlu
membiasakannya berdoa terlebih dahulu sebelum diberi susu atau makanan lembut
lainnya. Kebiasaan untuk berdoa perlu terus diajarkan sampai anak itu besar.
Ajarlah mereka berdoa syafaat sebelum mereka tidur, misalnya berdoa untuk:
guru-guru di sekolah, kakek-nenek, orang tua, pekerjaan misi, orang yang sedang
mengalami musibah, dll. Dalam hal ini, altar keluarga yang dipimpin oleh kepala
rumah tangga sangat penting. Biarlah kebiasaan berdoa "mendarah-daging"
dalam kehidupan anak-anak.
2. Bimbinglah anak-anak untuk menerima Tuhan
Yesus sebagai Juru Selamat pribadi mereka.
Usia antara 4 - 14 tahun adalah masa yang
mudah bagi seseorang untuk menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Jikalau masa
itu diperpanjang, maka hanya sampai pada usia 19 tahun seseorang dapat menerima
Injil dengan agak mudah. Setelah usia 19 tahun, adalah sulit bagi seseorang
untuk menerima berita keselamatan di dalam Yesus, kecuali hanya dengan mujizat
Ilahi.
Orang tua bisa mengajarkan Injil kepada
anak-anak di dalam konteks dan dengan cara yang berbeda. Misalnya: ketika anak
itu dibawa ke rumah duka dan melihat mayat yang terbaring di peti jenazah,
orang tua bisa, memakai momen yang penting ini untuk memberitakan Injil bagi si
anak.
3. Mendisiplin anak sedini mungkin.
Anak di bawah usia dua tahun sudah bisa
diajar untuk makan dengan tidak berjalan-jalan. Selesai bermain, anak perlu
diajar untuk membereskan mainannya dan mengembalikan ke tempatnya. Biarkanlah
anak itu sendiri yang melakukannya, tidak perlu dilakukan oleh baby-sitternya
atau pembantu. Anak tidak boleh bersikap kurang ajar kepada orang lain,
walaupun kepada pembantu rumah tangga.
Jikalau si anak bandel, maka orang tua boleh
memukul anaknya (Ams 22:15*), tetapi harus di bagian tubuh yang tepat,
misalnya: di pantat (karena bagian ini berisi banyak lemak). Namun, pukulan
apabila terlalu sering dilakukan akan menjadi tidak efektif. Pandangan mata
yang berwibawa dari orang tua kepada anak akan lebih baik.
4. Mengajarkan sifat adil kepada anak
Seorang anak tidak menuntut orang tuanya
harus kaya, tetapi adil. Ada sebagian orang tua yang lebih mengasihi anaknya
yang paling pintar atau yang paling cantik, sehingga anak yang lain merasa
cemburu. Hal pilih kasih terjadi di dalam keluarga Yakub. Yusuf yang lahir pada
masa tua Yakub, diperlakukan secara istimewa, sehingga membuat rasa cemburu di
dalam hati anak-anaknya yang lain (Kej 37:1-4*).
Jikalau orang tua baru pulang dari luar kota
dan mau membawakan oleh-oleh untuk anak-anak mereka, jangan lupa memberikannya
kepada setiap anak. Anak kecil belumlah mengerti harga, oleh karena itu
berikanlah kepada mereka sesuatu yang mereka senangi, walaupun murah.
Disiplin haruslah adil kepada setiap anak.
Disiplin bisa berbentuk pujian maupun hukuman (Ibr 12:5*). Setiap anak, apabila
berbuat baik harus dipuji; jika berbuat salah, haruslah dihukum. Berat atau
ringannya hukuman harus disesuaikan dengan macam kesalahannya. Misalnya:
seorang anak lelaki yang berusia 9 tahun mencoba untuk men-starter mobil ayahnya.
Sebelumnya, sang ayah telah memberitahukannya beberapa kali tentang prosedur
menyalahkan mesin mobil, yakni dengan menetralkan lebih dahulu posisi
versneling. Si anak sudah melakukannya beberapa kali dengan baik. Namun pada
suatu malam, si anak bersikap ceroboh. Ia tidak menetralkan posisi versneling
lebih dahulu, sehingga ketika distarter, mobil itu langsung menabrak pintu
garasi. Akibatnya, pintu garasi dan bemper mobil rusak. Si ayah mendisiplin
anaknya dengan tidak mengijinkan bermain di Timezone selama 1 bulan. Bagi si
anak, bermain di Timezone adalah hal yang sangat disukainya. Tetapi karena
kesalahannya, ia harus menyangkal diri, dan itulah bentuk disiplin yang cocok
baginya. Jadi, disiplin tidak selalu berbentuk pukulan fisik.
5. Mengajar anak untuk menghargai setiap
pemberian
Anak perlu diajar untuk berterima kasih atas
setiap berkat Tuhan yang mereka terima, misalnya:
makanan/minuman,
kesempatan untuk belajar, tempat tinggal, kendaraan yang dipakai, pembantu yang
setia melayani, semua mainan yang tersedia, kado HUT, dll. Jangan biarkan
mereka bersungut-sungut.
Anak yang sejak kecil sudah biasa hidup
"enak," ada kecenderungan untuk tidak menghargai kenyamanan hidup
yang mereka nikmati, dan bersikap take it for granted (menganggap hal itu
sebagai sudah seharusnya demikian). Anak seperti itu perlu sesekali diajak,
misalnya, menumpang bis umum atau angkota. Biarkan mereka melihat dan mengalami
realita hidup yang sesungguhnya, dimana begitu banyak orang yang kondisi
hidupnya begitu susah. Dengan demikian, mereka bisa mengucap syukur untuk mobil
orang tua mereka yang ber-AC.
Pada waktu Ebenezer, anak kami yang kedua,
berulang tahun yang ketujuh, kami mengadakan pesta HUT yang unik. Bersama
dengan perayaan HUT Angie, anak ketiga dari salah seorang anggota majelis
gereja, kami mengundang anak-anak dari "kolong jembatan" untuk
menghadiri acara ini. Tentu saja, anak-anak teman sekolah minggunya juga
diundang. Kami menyediakan snack dan nasi untuk mereka yang kekurangan. Juga,
beberapa anggota gereja menyumbangkan beberapa bahan pokok, seperti beras,
minyak, dll, untuk orang tua dari anak-anak prasejahtera itu. Momen seperti itu
sungguh memberikan kesan yang mendalam bagi anak kami. Mereka belajar untuk
menghargai setiap anugerah Tuhan dan belajar untuk memberi kepada mereka yang
berkekurangan.
6. Menjauhkan anak dari sifat kejam
Sifat kejam adalah sifat yang menikmati
ketika melihat penyiksaan terjadi pada diri orang lain atau binatang. DR.
Albert Schweitzer berkata, "Hargailah kehidupan!" Jangan siksa seekor
anjing, kucing, atau semut sekalipun. Jikalau mau membunuhnya, bunuhlah, tetapi
jangan disiksa sedikit demi sedikit sampai mati. Seorang anak yang dibiarkan
menyiksa seekor binatang, pada suatu saat dia akan menyiksa manusia juga.
Pertunjukan yang sadis di acara-acara TV perlu dijauhi, misalnya: free
wrestling (gulat bebas), UFC, film-film dan game-game yang bernafaskan
kekerasan hendaknya dijauhi. Apa yang ditonton oleh mereka akan sangat mudah
ditiru. Rasul Paulus memberikan prinsip yang penting sbb,
"Segala sesuatu diperbolehkan, benar,
tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan benar, tetapi
bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya
sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain"
(1Kor 10:23-24*).
7. Mengajar anak berkata jujur
Karena takut dihukum atau untuk menghindari
suatu tugas yang mereka tidak senangi, sebagian anak berbohong kepada orang tua
atau guru mereka. Orang tua perlu peka terhadap hal ini. Adakan cross-check
dengan orang-orang yang menyaksikan hal itu, lalu bandingkan dengan apa yang
dikatakan oleh si anak.
Misalnya: seorang anak yang dileskan piano
oleh orang tuanya, harus berlatih main piano setiap harinya. Pada suatu hari,
si ibu bertanya kepada anaknya, apakah ia sudah berlatih piano pada hari itu.
Si anak berkata: sudah. Namun, si ibu perlu sesekali melakukan cross-check
kepada pembantunya, yang setiap saat di rumah, apakah betul si anak sudah
berlatih piano. Jikalau si anak berbohong, maka ia perlu didisiplin. Jangan
biarkan kebohongan sekecil apapun dilakukan oleh anak yang masih kecil, sebab
hal itu menjadi benih yang tidak baik untuk masa depan hidupnya.
Contoh lain lagi: si Andi menangis ketika
pulang dari sekolah. Ia mengadu kepada orang tuanya, bahwa ia baru saja dipukul
oleh Joni, temannya. Orang tua tidak perlu panik dalam hal ini, dan jangan
langsung percaya 100% kepada perkataan Andi. Orang tua perlu bertanya kepada
guru kelas dari Andi, atau kepada orang yang melihat kejadian itu. Ternyata, yang
diceritakan Andi hanya separoh benar. Si Andi suka menggodai Joni, sehingga
akhirnya Joni menjadi marah dan memukulnya. Dengan demikian, orang tua yang
bijaksana harus mendisiplin Andi dan mengajarnya untuk berkata jujur; tidak
menutup-nutupi sebagian fakta dengan tujuan untuk mendapat dukungan dari orang
tua.
Tentunya, teladan orang tua dalam hal
kejujuran adalah sangat penting. Apabila si anak melihat orang tuanya sering
berbohong kepada orang lain, bahkan ada pula orang tua yang mengajarkan anaknya
untuk berbohong dalam hal-hal tertentu, maka hal itu pasti akan berdampak
negatif bagi kepribadian si anak.
8. Mengajar anak sikap tekun dan ulet
IQ yang tinggi tidak menjamin seorang anak
menjadi sukses. Thomas Alva Edison (1847-1931) pernah berkata, bahwa IQ hanya
menyumbangkan 5% saja dari kesuksesan seseorang, sisanya adalah ketekunan,
keuletan, dan sifat-sifat positif lainnya.
Memang dalam kehidupannya, Thomas telah
berusaha untuk menjadi tekun dan ulet. Pada masa
kecilnya,
salah satu telinganya menjadi tuli karena infeksi. Thomas kecil sulit bergaul
dengan teman-temannya di sekolah dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh
guru-gurunya. Pada usia 11 tahun, ia dikeluarkan oleh guru sekolahnya karena
dianggap "anak bodoh"; namun, ibunya mendidiknya dengan sabar.
Akhirnya, setelah mengalami kegagalan sebanyak lebih dari 1000 kali, muncullah
seorang Thomas Alva Edison yang menemukan beberapa hal penting, yakni: bola
lampu, phonograph (piringan hitam), gambar bergerak, telegraph, dan teknologi
telepon. (1)
Ketekunan dan keuletan perlu diajarkan sejak
dini di dalam kehidupan anak-anak. Kepribadian mereka perlu dilatih untuk tidak
mudah menyerah. Jikalau mendapat nilai merah di dalam pelajaran di sekolah,
janganlah cepat-cepat mundur dan putus asa. Robert Schuller mendefinisi ulang
makna "kegagalan":
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Anda adalah orang yang gagal. Itu berarti bahwa Anda masih belum berhasil.
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Anda tidak menyelesaikan apa-apa; itu berarti bahwa Anda telah belajar sesuatu.
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Anda telah dipermalukan; itu berarti bahwa Anda telah berkemauan mencoba.
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Anda tidak mendapatkannya; itu berarti bahwa Anda harus melakukannya dengan
cara yang lain.
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Anda telah menyia-nyiakan hidup Anda; itu berarti bahwa Anda mempunyai alasan
untuk mulai lagi.
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Anda harus menyerah; itu berarti bahwa Anda harus mencoba lebih keras.
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Anda tidak akan pernah mencapainya; itu berarti Anda masih memerlukan waktu
sedikit lebih lama.
-
Kegagalan tidak berarti bahwa
Allah meninggalkan Anda; itu berarti bahwa Ia memiliki gagasan yang lebih baik.
(2)
9. Biarkan anak untuk bertanggung jawab atas
segala perbuatannya
Ada seorang anak yang berlari-lari
mengelilingi suatu ruangan. Lalu, tiba-tiba kakinya tersandung kaki meja dan
jatuh. Orang tuanya cepat-cepat datang dan memukul meja itu sambil berkata,
"Meja nakal. Ayo anakku sayang, bangunlah." Padahal yang salah
bukanlah meja itu, tetapi anak itu sendiri yang kurang hati-hati. Namun,
kejadian yang nampaknya sederhana itu dapat menanamkan kesan yang kurang baik
di dalam diri si anak. Orang tua terlalu melindungi si anak, sehingga si anak tidak
diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab atas tindakannya yang kurang
hati-hati. Sebaiknya, orang tua itu berkata, "Ayo anakku, bangunlah. Lain
kali hati-hati yakh, kalau berlari jangan menabrak meja" (sambil sang
orang tua memeriksa lutut si anak yang jatuh itu).
Apabila si anak nakal di sekolah, lalu
kemudian gurunya mendisiplinnya; biarlah orang tua tidak dengan serta-merta
membela anaknya. Anak itu perlu belajar untuk menerima risiko dari
kenakalannya.
10. Orang tua perlu merelakan anaknya menghadapi
kesulitan dan tantangan
Nyanyian Musa memberikan kita pengajaran yang
baik dalam melatih kepribadian anak, "Laksana rajawali
menggoyang-bangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya,
mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas
kepaknya" (Ul 32:11*).
Seekor induk burung rajawali melatih
anak-anaknya untuk terbang dengan cara "membuang" anak itu di
angkasa. Anak-anak burung itu dilatih untuk menggunakan sayap mereka. Ketika
anak-anak burung itu hampir jatuh ke tanah, maka sang induk cepat-cepat
menatangnya kembali di atas kepaknya. Berkaitan dengan training kepribadian
anak, Jendral Mac Arthur pernah mengucapkan suatu doa yang unik:
Ya Tuhan,
aku mohon supaya anakku jangan dibawa ke jalan yang mudah dan lunak, melainkan
dibawa ke jalan yang penuh desakan, kesulitan dan tantangan. Didiklah anakku
supaya ulet berdiri di atas badai. Bentuklah anakku menjadi manusia yang
hatinya jernih, yang cita-citanya luhur, anak yang sanggup memimpin dirinya
sebelum sanggup memimpin orang lain. Dengan demikian, aku, ayahnya akan
memberanikan diri untuk berbisik, "Hidupku ini tidaklah sia-sia.
"Amin. (3)
Catatan:
1. Groiler Incorporated, The New Book of
Knowledge, vol. 5 (Dandury, Connecticut: Grolier Incorporated, 1995), s v.
"Edision, Thomas Alva."
2. Robert
H. Schuller, Keuletan Kunci Keberhasilan: Penuh Inspirasi dan Motivasi untuk
Hidup Lebih Kreatif dan Produktif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 13
— 14.
3. Andar Ismail, Selamat Pagi Tuhan: 33 Renungan Tentang Doa
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000).
Referensi
5b diambil dari:
Judul
Buku : Raising Kids to Love Jesus 2
Judul
Artikel : Bimbingan dalam Membesarkan dan Mendidik Anak
Penulis : H. Norman Wright
Penerbit
: Gloria, Jogjakarta, 2003
Halaman : 63 — 82
BIMBINGAN
DALAM MEMBESARKAN DAN MENDIDIK ANAK
Dengan hikmat rumah didirikan, dengan
kepandaian itu ditegakkan; dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan
bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik. Ams 24:3,4*
Saya senang memelihara binatang. Saya
memelihara anak ayam, itik, dan kucing ketika masih kecil. Setelah dewasa, saya
pun memelihara anak anjing. Membesarkan anak anjing tidaklah sesederhana dan
semudah yang dipikirkan banyak orang karena dibutuhkan kondisi dan suasana yang
sesuai. Anda akan memahami yang saya maksud bila Anda pernah mencoba menetaskan
telur. Telur tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena selain
membutuhkan suhu yang tetap dari pemanas, telur itu juga perlu selalu
dibolak-balik. Anak anjing yang baru lahir juga membutuhkan perawatan yang
sangat saksama. Ia perlu dijauhkan dari anjing-anjing yang lain. Kita juga
harus mencuci tangan dulu sebelum menyentuh anak anjing itu jika kita telah
menyentuh anjing lain selain induknya. Mengapa? Karena sistem kekebalan tubuh
mereka belum bekerja, sehingga mereka masih sangat rentan.
SUASANA YANG MEMBANTU ANAK MENJADI SERUPA
DENGAN YESUS
Suasana dalam keluarga sangat berperan untuk
menoiong anak-anak menjadi serupa dengan Yesus. Ada beberapa hal yang harus
dihindari. Ada pula beberapa hal lain yang harus tersedia. Mari kita cermati
hal-hal yang terjadi dalam keluarga dan apa saja yang masih perlu kita lakukan.
Pernahkah Anda membantu anak-anak membuat
sesuatu yang rumit seperti miniatur pesawat terbang? Saya tidak tahu pengalaman
Anda. Yang jelas ketika saya mengalaminya, saya merasa perlu memiliki sebuah
perencanaan yang rinci mengenai setiap potongan miniatur serta letaknya.
Kehidupan keluarga juga merupakan sesuatu yang paling rumit, karena terdiri
atas banyak hubungan yang rumit dan saling terkait dengan dunia di sekeliling
kita. Bukan berarti semua anggota dari sebuah keluarga yang sehat akan terlihat
seolah-olah keluar dari satu cetakan yang sama. Oleh kreatifitas Allah yang tak
terbatas, akan muncul banyak keanekaragaman di sekeliling kita.
Adakah suatu pola khusus yang dapat diikuti
untuk membangun keluarga? Saya telah menemukan beberapa pola ketika meneliti
berbagai buku berdasarkan topik ini. Saat ini, banyak orang mengaku sebagai
ahli di bidang ini. Siapakah yang dapat kita percaya untuk proyek yang sangat
berharga ini?
Jika Anda berkata kepada seorang dokter,
"Saya sehat," maka untuk memastikan ketepatan diagnosa Anda, sang
dokter akan menggunakan suatu kriteria tertentu. Jikalau Anda pergi ke seorang
ahli terapi keluarga dan bertanya, "Apakah keluarga saya sehat?"
Kriteria apakah yang akan digunakan sang ahli terapi ini untuk menganalisanya?
Mari kita lihat beberapa dasar untuk membangun keluarga yang sehat.
MEMBANGUN
DASAR PERNIKAHAN YANG SEHAT
Hubungan Pernikahan
Hubungan pernikahan merupakan faktor yang
paling penting dalam kehidupan berkeluarga. Hubungan pernikahan merupakan
fondasi dari struktur keluarga yang akan dibangun. Kita perlu membedakan suami
dan istri sebagai unit pernikahan atau sebagai unit orang tua. Namun
masing-masing punya peran dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Dua orang secara
bersamaan dapat berfungsi sebagai pasangan dan orang tua, tetapi tetap
mempunyai peran yang berbeda.
Sebuah keluarga dengan pernikahan yang tidak
sehat akan selalu menghadapi pertentangan yang berat. Hubungan pernikahan yang
hangat, penuh kasih, dan saling mendukung akan berpengaruh sangat baik terhadap
pertumbuhan anak. Dengan banyaknya buku mengenai pernikahan, kita takkan
kekurangan informasi tentang topik ini.
Bagaimana Tanggapan Keluarga Terhadap
Kekuasaan?
Apakah yang terlintas dalam pikiran Anda
ketika berpikir mengenai kekuasaan? Dalam konteks pembicaraan ini, saya
mengartikan "kekuasaan" sebagai kemampuan setiap orang untuk
mempengaruhi orang lain; atau kemampuan untuk menjadikan pikiran dan perasaan
kita sebagai kekuatan utama dalam mengambil keputusan.
Kekuasaan dalam keluarga dapat dipilah-pilah
dalam berbagai cara. Kekuasaan dapat dibagi secara merata di antara seluruh
anggota keluarga. Atau sebaliknya, kekuasaan hanya didominasi oleh satu orang.
Dalam keluarga yang berpola dominasi seperti ini, peluang untuk membangun
hubungan yang dekat atau intim sangat kecil. Pasangan atau orang tua yang sangat
dominan biasanya tidak dapat membina hubungan yang akrab. Dalam keluarga yang
sehat, kekuasaan dibagi di antara kedua pasangan, sementara itu sedikit demi
sedikit memberikan peluang kepada anak-anak untuk belajar menggunakan kekuasaan
dengan cara yang sehat. Mereka mengajar anak-anak untuk mandiri.
Keakraban Keluarga
Karakteristik ketiga dari keluarga yang sehat
adalah tingkat dan jenis keakraban keluarga. Keakraban satu keluarga sangatlah
penting, tetapi perlu diseimbangkan dengan adanya kebebasan berekspresi dan
kesempatan untuk menyendiri bagi setiap individu bila diperlukan. Artinya, Anda
saling memahami dan menerima kebutuhan-kebutuhan yang timbul karena perbedaan
kepribadian.
Pengekangan emosi atau pengungkapan emosi
secara berlebihan dalam keluarga dapat sangat merusak. Dalam dua situasi
tersebut, batas-batas pribadi cenderung dilanggar. Tidak adanya kehangatan dan
kasih sayang dapat menimbulkan rasa tak aman dan kehausan akan kasih sayang.
Sebaliknya, kontrol yang berlebihan menekan kebebasan dan keakraban individu.
Keakraban dan otonomi perlu diusahakan dalam
sebuah keluarga. Jika tidak, kelak semua anggota keluarga, terutama anak-anak,
akan kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Seberapa akrab
hubungan antar-anggota keluarga Anda? Seberapa baik batas-batas pribadi
diperhatikan dan dihormati? Semua hal ini merupakan dasar-dasar penting dalam
membangun keluarga yang sehat.
Satu keluarga memang berbeda dari keluarga
lain. Demikian pula setiap orang mempunyai kepribadian yang unik. Pesan berikut
perlu diperhatikan dengan saksama: tidak ada salahnya Anda menjadi diri Anda
sendiri dan saya menjadi diri saya sendiri.
Pola Komunikasi
Hal keempat yang perlu dievaluasi adalah pola
komunikasi dalam keluarga. Apakah setiap orang diperbolehkan untuk berbicara,
membagikan perasaan, membagikan hal-hal yang disenangi dan yang tidak? Adakah
setiap orang bebas mengungkapkan perasaan? Atau, adakah daftar larangan tak
tertulis untuk beberapa macam emosi?
Beberapa keluarga mengizinkan anggotanya
untuk marah, tetapi tidak untuk mengungkapkan kasih sayang. Mungkin saja
keluarga yang lain menerapkan sebaliknya. Beberapa keluarga lainnya melarang
anggota-anggotanya mengungkapkan semua jenis perasaan. Beberapa keluarga lagi
membiarkan keadaan hati mempengaruhi suasana, baik itu kehangatan, sopan
santun, kemarahan, depresi, atau kehilangan harapan.
Kita semua dapat bertumbuh dan berfungsi
dengan baik bila lingkungan sekitar menerima kehadiran kita. Adakah setiap
anggota keluarga bersedia saling mendengarkan? Yang saya maksud adalah
mendengar sungguh-sungguh, dengan mata dan telinga. Kebanyakan percakapan dalam
keluarga hanya seperti percakapan antara orang-orang tuli. Firman Allah
memanggil kita untuk menjadi pendengar yang "selalu siap untuk mendengar"
(Yak 1:19*). "Seseorang yang memberi jawab sebelum mendengar
fakta-faktanya adalah bodoh dan akan mendapat malu." (Ams 18:13*).
Orang tua harus menjadi teladan. Dengan gaya
komunikasi mereka sendiri, mereka dapat mengajarkan prinsip-prinsip berbicara
dalam bahasa orang lain. Kita hanya perlu berhati-hati terhadap perbedaan
gender dan kepribadian yang dapat memicu timbulnya berbagai macam reaksi.
Dapatkah setiap anggota keluarga
mengungkapkan dirinya secara bebas? Mungkin dalam keluarga Anda setiap orang
bebas memotong pembicaraan orang lain, berbicara mewakili anggota lain, atau
menyelesaikan perkataan anggota keluarga lain. Kebiasaan-kebiasaan buruk
seperti ini dapat berkembang tanpa kita sadari.
Berdasarkan kerangka pola komunikasi,
pertumbuhan dan kemajuan setiap unit keluarga dicerminkan oleh kemampuan
masing-masing pribadi untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan konflik.
Kemampuan bermusyawarah merupakan keahlian yang perlu dipelajari oleh pasangan
suami-istri dan kemudian diajarkan kepada anak-anak mereka.
Dalam keluarga yang sehat, kita dapat
menanggapi konflik sebagai peluang untuk bertumbuh. Pernahkah Anda membayangkan
konflik yang terjadi dalam keluarga Yesus? Antara Yesus dan orang tua-Nya serta
saudara-saudara-Nya? Saya sangat ingin tahu cara mereka menyelesaikan konflik
yang ada.
Munculnya sebuah konflik dapat menjadi
peluang bagi Roh Kudus untuk menuntun dan memulihkan kita.
Keluarga yang terus-menerus bertumbuh secara
sehat selalu memusatkan diri pada keberhasilan dan bukan pada kegagalan. Mereka
lebih mengingat saat-saat permasalahan dapat terselesaikan dan juga cara-cara
pemecahannya agar mereka dapat melakukannya lagi. Mereka mau belajar dari
pengalaman. Mereka tak mau terus memperdebatkan kegagalan masa lalu.
MENYESUAIKAN
DIRI DAN BERTUMBUH
Beberapa tahun lalu, Chicago Cubs memenangkan
kompetisi regional. Namun seperti yang biasa terjadi, seorang pemain andalan
mereka mengalami kemunduran selama musim kompetisi tersebut. Manajer tim
memperhatikan bahwa pemain ini menghabiskan banyak waktu untuk menonton film
yang merekam penampilannya di lapangan, untuk menemukan penyebab kemundurannya.
Sayangnya, hal itu jusru membuat permainannya semakin buruk!
Manajer tim menghargai usahanya mengatasi
masalah sang manajer menasihatkan pemain ini untuk mulai menonton rekaman
pertandingan pada masa jayanya, saat ia memukul bola dengan kekuatan penuh.
Ketika ia mulai memusatkan perhatian pada hal baik yang pernah dilakukan
sebelumnya, barulah ia dapat melakukannya lagi.
Kehidupan ini penuh tantangan bagi kita
semua. Salah satu tantangan yang tersulit adalah menghadapi sesuatu yang luar
biasa dalam hidup kita karena kehilangan atau karena suatu peristiwa tragis.
Kesanggupan keluarga dalam mengatasi situasi krisis maupun perubahan-perubahan
yang sering terjadi dapat menjadi barometer kesehatan keluarga.
Perubahan yang umum, seperti anak
meninggalkan rumah untuk sekolah, menikah, atau kembali ke rumah lagi, memberi
peluang yang tak terhingga bagi seluruh keluarga untuk melakukan penyesuaian
dan bertumbuh. Bagaimana tanggapan seseorang saat terjadi perubahan dan
bagaimana tanggapan yang muncul antar-anggota keluarga mencerminkan kesehatan
keluarga.
Banyak keluarga menjadi berantakan karena
krisis yang mendadak atau perubahan yang tak terduga. Mereka memandang
perubahan sebagai ancaman, sesuatu yang menakutkan. Keluarga lain mengalami
kesulitan yang sama, tetapi dapat memetik pelajaran berharga dari pengalaman
tersebut.
Semangat yang dimiliki keluarga berikut dapat
menjadi contoh bagi kita. Seorang ibu menjalani operasi dan harus dirawat di
rumah sakit selama 27 hari. Suami dan tiga anaknya yang berusia 7, 11, dan 14
tahun harus menjalani hidup tanpa ibu mereka selama masa tersebut. Mereka
memasak, membersihkan rumah, dan melakukan tugas-tugas lain yang sama sekali
asing bagi mereka. Ketika sang ibu kembali, ia masih perlu waktu untuk
memulihkan kesehatan hingga akhirnya dapat melakukan tugasnya kembali. Pada
saat-saat tertentu seluruh keluarga berkumpul dan saling berbagi tentang apa
yang mereka rasakan, apa yang mereka pelajari, dan bagaimana mereka berubah
dengan ketidakhadiran sang ibu.
Krisis seperti ini dapat memperkuat, atau
sebaliknya memperlemah hubungan yang ada. Masalah merupakan peluang yang
memungkinkan kita untuk bertumbuh, baik secara perorangan maupun sebagai keluarga.
Paulus menjelaskan hal ini ketika berkata:
Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu
heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah
ada sesuatu yang luar biasa [tidak biasa bagi Anda dan posisi Anda] terjadi
atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat
dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita
[bersorak gembiral pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya [dipenuhi cahaya dan
kemegahan] (1Pet 4:12,13*).
MENJADI
ORANG TUA YANG PENUH KASIH
Semua orang tua dalam keluarga yang sehat
harus memenuhi panggilan Allah untuk menjadi orang tua yang penuh kasih.
Tanggung jawab yang terutama adalah untuk membesarkan anak. Mari kita lihat
beberapa hal yang dibutuhkan dalam membesarkan anak secara sehat.
Sebagai orang tua, pernahkah Anda berpikir,
apakah yang telah saya lakukan bagi kerohanian anak saya? Banyak orang tua
mempertanyakan hal ini, terutama setelah melewati hari yang penuh tekanan,
sia-sia, kacau, dan melelahkan.
Ada orang tua yang berkata, "Suatu saat
saya memertanyakan apakah saya telah menyelesaikan tugas saya. Kelihatannya
saya hanya seperti mengawasi seorang anak pada saat-saat tertentu kemudian
beralih ke anak yang lain, mencoba melindunginya dari suatu bencana, atau
berusaha melakukan tindakan penyelamatan yang masih dapat dilakukan. Apakah
ini, yang disebut menjadi orang tua? Apakah ini yang harus saya penuhi dalam
hidup saya? Bagaimana saya dapat membawa mereka lebih dekat kepada Yesus? Saya
hanya merasa seperti seorang pengawas."
Orang tua yang lain mengungkapkan,
"Membesarkan anak ternyata jauh berbeda dari yang saya kira. Terkadang
saya lebih merasa seperti seorang sopir dan di lain hari saya merasa seperti
seorang pengontrol pekerjaan rumah anak-anak. Kemudian ada kalanya saya
berperan sebagai penyeleksi acara TV dan koki untuk menyiapkan makan malam!
Saya ingin berperan sebagai orang tua dalam hidup saya, dan saya tidak tahu
kapan saya dapat melakukannya. Apakah saya telah kehilangan arah? Sudahkah saya
memberikan waktu dan energi untuk bidang yang tepat, atau masih perlukah saya
mengarahkan diri pada hal lain? Kapan saya dapat mengajar mereka menjadi lebih
serupa dengan Yesus, di sela kegiatan mengasuh?"
Kadang kala mengasuh anak jauh lebih berat dibandingkan
tugas lainnya. Kita sangat mudah tenggelam dalam tugas-tugas dan kegiatan rumah
tangga, serta membereskan kekacauan-kekacauan yang terjadi. Dengan begitu kita
tak lagi terfokus pada panggilan untuk menjadi orang tua kristiani.
Pada zaman dulu, ada saat-saat Allah
memanggil umatNya untuk kembali pada tujuan utama mereka. Karena kesibukan yang
ada, ada baiknya bila kita mengarahkan diri kembali pada panggilan kita sebagai
orang tua. Pikirkan dan bacalah dengan cermat pemikiran berikut setiap hari selama
satu bulan. Anda tidak akan kehilangan arah bila melakukannya.
Tujuan
utama membesarkan anak adalah untuk menghasilkan anak yang berkarakter saleh,
sehingga Allah dipermuliakan. Ini akan mengubah cara pandang kita terhadap
kewajiban membesarkan anak. Tujuan kita bukan lagi untuk menyelesaikan masalah
keluarga dan menemukan sedikit kedamaian. Kita terlibat dalam program akbar
Allah. Kita sedang membentuk hidup yang siap masuk ke dalam kekekalan. Kita
berperan dalam pembentukan watak anak sehingga ia dapat mencerminkan kemuliaan
Allah.
6 - Keluarga
Kristen dan Masyarakat Luas
A.
BERBAGAI MACAM BENTUK DARI KELUARGA
Ayat Hafalan : "Selanjutnya hendaklah tiap-tiap
orang hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan
seperti ia waktu dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua
jemaat." 1Kor 7:17*.
Ketika kita berpikir tentang sebuah keluarga,
biasanya kita berpikir tentang sepasang suami istri dan anak-anak mereka. Dalam
pelajaran ini kita akan melihat pola keluarga yang berbeda; Ada pasangan suami
istri yang tidak mempunyai anak; dalam ada keluarga yang hanya memiliki satu
orang tua; Selain itu ada juga orang-orang yang tetap tinggal sendiri
(membujang). Allah bisa menghormati dan memberkati semua pola keluarga ini jika
semua anggota keluarga tersebut mau menyerahkan diri kepada Tuhan.
1. Keluarga Tanpa Anak
a. Pola
Perjanjian Lama
Pada masa Perjanjian Lama (PL), mempunyai
banyak anak dianggap sebagai berkat bagi keluarga. Banyak anak artinya Tuhan
berpihak pada mereka. "Istrimu akan menjadi seperti pohon anggur yang
subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling
mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan
TUHAN." (Mazm 128:3-4*). Sebaliknya, tidak mempunyai anak dianggap sebagai
aib, suatu tanda bahwa Allah tidak memberkati mereka. Namun di pihak lain, kita
juga melihat bahwa tanpa anak, keluarga PL sebenarnya masih dihargai. Elkana
berkata kepada istrinya Hana yang tidak memunyai anak, "Bukankah engkau lebih
berharga bagiku daripada sepuluh anak laki-laki?" (1Sam 1:8*).
Bangsa Israel tinggal di antara bangsa-bangsa
penyembah dewa-dewa kesuburan. Namun bangsa Israel memandang Allah sebagai
pemberi hidup dan berkat satu-satunya, "buah kandunganmu, hasil bumimu dan
hasil ternakmu." (Ul 28:4*). Bacalah Kej 30:1-2* untuk mendengarkan
tangisan Rahel yang mengeluh pada suaminya karena tidak memiliki anak. Yakub,
suaminya marah, dan menjawab "Akukah pengganti Allah yang telah
menghalangi engkau mengandung?"
b. Penekanan yang Baru Bersama Yesus
Dalam Perjanjian Baru (PB), setelah
kedatangan Sang Mesias, Penebus, ada perubahan sikap terhadap ibu. Ada
perubahan secara berangsur-angsur tentang pemikiran bahwa memunyai anak adalah
hal yang paling utama bagi wanita. Nilai dari seorang wanita tidak lagi
tergantung pada jumlah anak yang dilahirkannya. Titik berat beralih dari
kelahiran secara fisik menjadi kelahiran secara rohani - yaitu jalan masuk ke
dalam keluarga Allah melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tentang hal
memunyai anak disebutkan dalam 1Tim 5*. Paulus menasihatkan untuk menangani
masalah janda-janda yang masih muda, mengikuti apa yang diinginkan oleh budaya
setempat, supaya menikah lagi dan mempunyai anak. Alasannya adalah masalah
moral (1Tim 5:11*) dan arti dari suatu kehidupan (1Tim 5:16*). Mereka tidak
ingin gereja dibebani dengan menghidupi orang-orang muda tanpa sumber
penghasilan untuk masa yang panjang.
c. Banyak Karunia
Tuhan Yesus menghormati dan merawat ibu-Nya.
Tapi, Yesus menunjukkan bahwa seorang wanita tidak dihargai dalam pandangan
Allah karena kemampuannya melahirkan anak, namun karena melakukan kehendak
Tuhan. Bacalah dalam Luk 11:27* tentang wanita yang berteriak di antara orang
banyak, "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang
telah menyusui Engkau." Yesus menjawab, "Yang berbahagia ialah mereka
yang mendengarkan Firman Allah dan yang memelihara-Nya." Ada banyak
karunia lain yang dapat diberikan di samping anak-anak, dan karunia tersebut
sama pentingnya. Seseorang dapat menyenangkan Allah dengan memunyai anak atau
tanpa anak.
d. Beberapa Kepercayaan yang Salah.
Kepercayaan salah yang pertama: "Tidak
punya anak selalu merupakan kesalahan istri."
Yang Benar: Tidak demikian! Tidak memunyai
anak tidak seharusnya dianggap sebagai "kesalahan" suami atau pun
istri, terutama istri. Saat ini, banyak yang dapat dilakukan secara medis untuk
menolong pasangan yang tidak memunyai anak, dan mereka hendaknya tidak
ragu-ragu untuk meminta nasihat dari dokter yang kompeten. Kepercayaan salah
yang kedua: "Tidak mempunyai anak berarti pernikahan itu gagal."
Yang Benar: Tidak demikian! Meskipun tidak
ada anak-anak yang dilahirkan, ada banyak alasan untuk pernikahan tetap
bertahan, berbahagia dan diberkati. Memunyai anak hanya salah satu alasan
adanya pernikahan. Dapat saling memberikan kasih, membantu untuk menjadi apa
yang Allah inginkan, menguatkan dan menghibur - semuanya itu dapat memberikan
kepuasan yang penuh. Kemampuan untuk dapat melahirkan anak tidak membuktikan
apa-apa kecuali bahwa Anda memang bisa melahirkan anak. Ada jauh lebih banyak
lagi yang diperlukan untuk membuat seseorang menjadi seorang suami atau istri
yang baik, menjadi seorang ibu atau ayah yang baik.
Kepercayaan salah yang ketiga: "Tidak
mempunyai anak merupakan hukuman Allah atas dosa."
Yang Benar: Tidak demikian! Tidak dikaruniai
anak bukanlah tanda bahwa Allah sedang menghukum dosa kita. Anak adalah karunia
Allah, dan Allah memunyai banyak karunia lain yang bisa diberikan.
Kepercayaan salah yang keempat: "Jika mereka
berdoa dengan sungguh-sungguh, mereka pasti akan mendapatkan anak."
Yang Benar: Tidak selalu! Jika sepasang suami
istri mengasihi Allah, mereka harus percaya bahwa apa pun yang diberikan kepada
mereka adalah yang terbaik, dan bukan terbaik nomor dua. Jika pasangan telah
berkonsultasi dengan dokter yang baik dan sudah melaksanakan nasihatnya dan
berdoa dengan sungguh-sungguh supaya diberikan anak - namun kemudian tidak ada
anak yang dilahirkan, Tuhan memunyai sesuatu yang lebih baik bagi pasangan tersebut.
2. Rumah Tangga dengan Orang Tua Tunggal
Ada keluarga yang hanya mempunyai satu orang
tua (orang tua tunggal). Hal ini bisa disebabkan karena kematian, perceraian,
atau karena hidup yang tidak bertanggung jawab sehingga memiliki anak di luar
nikah. Yang cocok bagi Allah adalah sebuah rumah tangga yang memunyai ayah dan
ibu yang mengasihi. Tetapi, banyak orang yang akhirnya membesarkan anak-anak
seorang diri. Tapi bagaimanapun, kita patut berterima kasih kepada orang tua
tunggal yang rela menerima tanggung jawab ini.
Ketika anak-anak kehilangan satu orang tua
karena kematian, maka orang tua yang masih hidup memunyai tugas yang berat
untuk mengasuh anak-anak sendirian sementara masih berduka dan menyesuaikan
diri karena kehilangan pasangannya. Sedangkan mereka yang gagal mengikuti
rencana Allah dan sekarang harus merawat anak di luar nikah, hal ini juga
menjadi tugas yang berat. Mereka bergumul mencari kehidupan yang baik bagi
anak-anaknya agar dapat bertumbuh sesuai dengan yang Tuhan kehendaki. Tetapi Allah
menerima kita apa adanya, karena Dia mengasihi kita. Dia mengampuni kehidupan
kita yang keluar dari rencana-Nya dan gagal menerima berkat-berkat yang sudah
disiapkan bagi kita. Maka kita harus menerima pengampunan itu dan mulai hidup
dalam jalan-Nya dan mendidik anak-anak menurut jalan Tuhan (Ams 22:6*).
3. Orang yang Tidak Pernah Menikah
Biasanya seorang pria atau wanita pasti
menikah. Namun ada perkecualian. Anda tidak harus menikah untuk mendapatkan
kehidupan yang penuh dan bahagia. Rasul Paulus memberikan nasihat yang baik
dalam 1Kor 7:17* saat dia berkata, "Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang
hidup tetap seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan
seperti waktu ia dipanggil Allah." Orang-orang yang mempunyai karunia untuk
hidup sendiri "demi Kerajaan Allah" mampu untuk bertumbuh dalam
kedewasaan sebagai pribadi-pribadi yang mengasihi tanpa harus melewati sebuah
pernikahan. Mereka mempersembahkan seluruh hidup mereka untuk melayani Tuhan.
Paulus mengatakan bahwa ada keterbatasan untuk melayani Tuhan jika kita
menikah. "Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada
janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti
aku." (1Kor 7:8*).
Orang yang tidak menikah secara khusus harus
memandang Allah sebagai sumber kekuatannya. Sangat mudah pada masa sekarang ini
untuk orang yang tidak menikah terjerumus dalam perzinahan. Kalau Allah
memberikan karunia hidup sendiri, maka Dia juga akan memberikan kekuatan untuk
hidup dengan moral yang baik dan benar yang akan membawa kesaksian yang indah
bagi-Nya.
4. Orang yang Bercerai
Perceraian bukanlah dosa yang tidak bisa
diampuni. Allah masih mengasihi orang yang telah bercerai. Namun ia akan sangat
bersalah jika dia tidak mencari dan menerima anugerah pengampunan dari Allah.
Bagaimanapun perceraian bukanlah cara tepat untuk menangani masalah pernikahan.
Perceraian melemahkan semangat, menghancurkan impian-impian dan
mencerai-beraikan keluarga. Perceraian juga melemahkan kehidupan sebagai akibat
dari kesepian, kepedihan, dan kedukaan. Perceraian merupakan pengumuman secara
hukum di hadapan umum tentang kehancuran suatu keluarga. Hal ini jahat di mata
Tuhan, Pencipta dari suatu keluarga. "Aku membenci perceraian,"
firman Allah dalam ayat Mal 2:16*! Bacalah juga Mr 10:2-12* untuk belajar apa
yang Yesus ajarkan tentang perceraian. Secara positif Tuhan Yesus mengatakan
bahwa pernikahan adalah dari Allah dan tidak boleh dihancurkan.
5. Jika Hanya Satu yang Kristen
Kita sudah mempelajari pentingnya memilih
seorang Kristen sebagai pasangan hidup. Namun kadang-kadang seseorang menikah
dengan pasangan yang tidak seiman. Mungkin saja pasangannya itu akan
diselamatkan setelah menikah, tapi yang jelas ia telah membuat suatu pilihan
tanpa memperhatikan dengan serius pada rencana Allah. Dalam 1Kor 7* Paulus
berbicara tentang menikah dengan orang yang belum diselamatkan. Dalam ayat 1Kor
7:15* dia mengingatkan kepada kita, "Tuhan memanggil kamu untuk hidup
dalam damai sejahtera." Orang Kristen yang memiliki pasangan yang belum diselamatkan
memunyai tanggung jawab besar untuk mempraktekkan prinsip-prinsip kekristenan
tanpa dukungan dari pasangannya. Dalam hal ini, orang Kristen tersebut harus
ingat untuk tetap berhubungan dengan kasih, lemah lembut, dan rendah hati
dengan pasangannya. Petrus secara khusus berbicara kepada seorang istri yang
suaminya belum diselamatkan, mendorongnya untuk hidup dengan jalan yang
memungkinkan bisa membawa suaminya untuk mengenal Tuhan (1Pet 3:1*).
Paulus memerintahkan pada pihak yang Kristen
untuk tidak menghancurkan pernikahan, tapi membebaskan pihak Kristen dari
tanggung jawab jika pasangannya yang belum percaya tersebut meninggalkannya.
Bacalah 1Kor 7:12-15*. Ketika pasangannya memilih untuk pergi, orang Kristen
tersebut memiliki kebutuhan yang besar akan kasih dan dukungan dari lingkungan
Kristen.
B.
KELUARGA DAN MASYARAKAT
Ayat Hafalan : " … Pilihlah pada hari
ini kepada siapa kamu akan beribadah; … Tetapi aku dan seisi
rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (Yos 24:15*).
Ketika Yosua dan umat Israel mengamati Tanah
Perjanjian, mereka mempunyai pilihan yang harus dipilih.
a. Mereka bisa melayani allah nenek moyang
mereka dulu.
b. Mereka
bisa melayani allah asing di tanah baru yang mereka masuki.
c. Mereka
bisa melayani satu-satunya Allah yang benar yang menyatakan diri-Nya pada umat
Israel dan membebaskan mereka dari perbudakan.
Anda pun memiliki beberapa pilihan, khususnya
untuk mengikuti atau tidak mengikuti budaya atau adat yang berlaku di tempat
Anda tinggal.
1. Upacara Pernikahan
Sebuah pernikahan Kristen dimulai dengan
persetujuan antara dua keluarga bersama dengan sumpah dan khalayak ramai. Ini
adalah saat yang indah untuk menjadi saksi di lingkungan masyarakat Anda. Dalam
pernikahan Kristen, sebuah upacara pernikahan hendaknya menjadi kesaksian dari
iman dalam Tuhan dan komitmen Anda pada pasangan Anda. Anda punya kesempatan
yang unik bagi penafsiran secara Kristen tentang nilai-nilai budaya.
Hati-hatilah dalam mempersiapkan pernikahan,
buatlah sederhana supaya tidak memberi kesaksian yang buruk untuk nama Tuhan.
Tujuan dari pernikahan Kristen adalah untuk memuliakan Allah, bukan untuk
membuat orang lain kagum. "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala
ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah
tergantung dari pada kekayaannya itu." (Luk 12:15*).
Pasangan yang baru saja menikah kadang-kadang
terjebak untuk terlibat dalam hutang karena harus membayar biaya pernikahan
yang mahal, hadiah untuk anggota keluarga, bahkan akhirnya ikut membantu
kebutuhan keluarga, baik keluarga suami atau istri. Bicarakan terlebih dahulu
dengan pasangan Anda dan putuskan apa yang terbaik dengan uang yang ada.
Belajarlah untuk hidup sederhana dan bertanggung jawab.
2. Keluarga Besar/Sanak Saudara
Ketika hari pernikahan tiba, terjadi
perubahan; si pria dan wanita yang dulu hidup dengan ayah dan ibu mereka,
sekarang harus menggabungkan diri untuk mendirikan keluarga yang baru. Kasih
dan kesetiaan mereka yang pertama sekarang adalah untuk pasangan mereka.
Alkitab mengatakan, " … laki-laki akan meninggalkan ayah dan
ibunya dan akan bersatu dengan istrinya, sehingga mereka akan menjadi satu
daging." (Mat 19:5*). Curahkan semua simpati, penghiburan dan persahabatan
yang Anda inginkan pada pasangan Anda, supaya hubungan yang intim dan dalam
terbentuk. Kalau Anda bicara lebih terbuka kepada ibu atau ayah Anda daripada
dengan suami atau istri Anda, maka Anda kehilangan sukacita yang penuh dari
suatu pernikahan.
Namun hal ini tidak berarti bahwa keluarga
dan sanak saudara yang lain segera dilupakan saat upacara pernikahan selesai.
Di belakang dan di samping pasangan muda tersebut berdiri orang tua dan kakek
atau nenek, bibi dan paman, saudara laki-laki dan perempuan. Bersama-sama,
pasangan muda akan belajar untuk mengasihi dan menghargai semua saudara baik
dari pihak suami atau istri. Bersama-sama mereka akan memberikan hormat dan
kebaikan kepada para orang tua yang telah mengasuh mereka dari masa
kanak-kanak. Tanggung jawab keluarga, yang dimiliki oleh suami atau istri
secara pribadi, setelah pernikahan akan ditanggung bersama. Jika satu pihak
mempunyai adik, orang tua yang sudah lanjut, sanak saudara yang sakit atau
miskin yang harus dibantu, maka sudah sewajarnya dengan senang hati membantu
seberapa bisa. Yang harus diingat, janganlah hal-hal tersebut memisahkan atau
merenggangkan hubungan mereka. Bekerja sama untuk saling mengasihi dan menolong
orang lain seharusnya menarik suami dan istri ke dalam hubungan yang lebih
intim satu dengan yang lain.
Rumah tangga Kristen Anda dapat menjadi
contoh bagi sanak saudara dan masyarakat. Kalau kasih Kristus dapat dilihat
dalam hubungan keluarga Anda, maka yang lain akan menginginkan bimbingan Anda.
Kalau Anda menunjukkan kedewasaan dan kepemimpinan Kristen, orang-orang di
sekitar Anda akan menginginkan Anda duduk bersama mereka dan menjelaskan jalan
hidup orang Kristen.
3. Muliakanlah Allah dalam Rumah Anda
Pergi ke gereja bersama-sama sangatlah
penting. Namun pergi ke gereja tidak bisa menggantikan kesempatan melakukan
ibadah keluarga. Dalam ibadah keluarga, setiap anggota keluarga dapat berperan.
Ibadah dapat dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tiap anggota keluarga untuk
belajar Alkitab, berdiskusi atau memuji dan memuliakan Allah bersama. Jika Anda
tidak merencanakan dan mempersiapkan pengalaman-pengalaman seperti itu, maka
hal-hal itu tidak akan terjadi.
Keluarga bertanggung jawab atas pendidikan
rohani anggotanya. "Apa yang kuperintahkan kepadamu
pada hari
ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun." (Ul 6:6-7*). Pendidikan Kristen terdiri dari memberikan
pengajaran, koreksi, dorongan, mendisiplin secara rohani. Mungkin yang lebih
penting dan merupakan perintah secara langsung adalah memberi contoh kehidupan
Kristen, terutama bagi anak-anak. Dengan sikap hidup Anda, bukti dari iman
Anda, dan kerajinan Anda dalam mempelajari Firman Tuhan, lebih banyak yang bisa
dipelajari jika dibandingkan dengan hanya mengajar.
Rayakanlah kebaikan Tuhan dalam keluarga
Anda, demikian juga kejadian-kejadian penting bagi anggota keluarga seperti
ulang tahun, kedatangan saudara atau teman, hari pertama sekolah, dll.. Para anggota
keluarga dapat merenungkan pekerjaan dan berkat Tuhan lalu memberikan kesaksian
bagi orang-orang di sekeliling mereka.
4. Keluarga Anda dan Gereja
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang
sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang
dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada
segala dosa." (1Yoh 1:7*). Bacalah Ibr 10:24-25*. Gereja membentuk semacam
keluarga besar yang mana seluruh anggota berhubungan seperti saudara-saudara
dalam Kristus. Gereja akan menyediakan makanan rohani, semangat untuk
bertumbuh, kesempatan untuk beribadah, bersekutu dan saling mendukung di
masa-masa sulit. Keluarga perlu berdiskusi dan merencanakan terlibat dalam
pelayanan gereja. Mereka perlu menjadi anggota dari sekolah Minggu, kebaktian,
persekutuan doa, pelayanan keluar, pemuridan dan kegiatan-kegiatan lain.
Keluarga harus merencanakan bersama-sama untuk memberikan perpuluhan dan
persembahan. Keluarga dapat mendukung para pemimpin gereja dengan mengungkapkan
sikap-sikap yang positif dan memberikan semangat. Keluarga-keluarga di gereja
akan mempunyai hubungan yang dekat saat mereka ingat untuk saling mendoakan.
5. Keluarga Anda dan Orang Lain
Selain dari orang-orang atau
kelompok-kelompok yang telah dibicarakan, suatu keluarga hendaknya juga
berhubungan baik dengan para tetangga, teman, orang-orang yang kekurangan,
orang asing, rekan sekerja, pemerintah, pegawai di sekolah, dan masih banyak
lagi yang lain. Sama seperti tiap orang percaya diperintahkan untuk melayani,
demikian juga keluarga. Alkitab menekankan bahwa apapun yang Anda lakukan,
lakukanlah untuk kemuliaan Tuhan. "Jika engkau makan atau jika engkau
minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu
untuk kemuliaan Allah." (1Kor 10:31*). "Dan segala sesuatu yang kamu
lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama
Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita."
(Kol 3:17*).
MANUSIA DAPAT MENEMUKAN SUKACITA DAN KEPUASAN
JIKA DIA MENGATUR HIDUPNYA MENURUT RENCANA ALLAH
DOA
"Bapa, tolonglah keluarga kami agar
dapat menjadi saksi-saksi-Mu yang memuliakan Engkau melalui kegiatan hidup kami
sehari-hari. Kiranya kasih karunia-Mu memancar melalui kehidupan kami dan
keluarga kami sehari-hari. Amin"
PERTANYAAN
A:
1.
Mengapa ada kelompok-kelompok masyarakat di Perjanjian Lama yang menganggap aib
jika keluarga tidak memiliki anak?
2.
Perubahan konsep apa yang terjadi dalam Perjanjian Baru tentang keluarga/wanita
yang tidak melahirkan anak?
3. Apakah
keluarga yang tidak dikaruniai selalu berarti bahwa keluarga itu kurang beriman
kepada Tuhan?
4.
Mengapa orang tua tunggal yang memiliki anak di luar nikah harus bertobat dan
menerima pengampunan dari Allah?
5. Dosa
apakah yang mengancam orang yang membuat keputusan untuk tidak menikah seumur
hidup?
6. Apakah
arti perceraian bagi orang Kristen?
7.
Pergumulan terberat apakah yang harus dipikul oleh pasangan yang menikah dengan
orang yang tidak seiman?
8.
Mengapa orang Kristen disarankan untuk merayakan pernikahan dengan sederhana?
9. Apakah
arti ayat ini, " … laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya
dan akan bersatu dengan istrinya, sehingga mereka akan menjadi satu
daging." (Mat 19:5*)?
10.
Apakah artinya "muliakanlah Tuhan dengan keluargamu"?
PERTANYAAN B:
1. Apakah
menjadi orang yang membujang seumur hidup adalah dosa dan orang itu tidak akan
mungkin bisa menjadi dewasa?
2. Bagaimana membangun ibadah keluarga di keluarga Anda? Ceritakan
pergumulan keluarga Anda masing-masing.
Referensi
6a diambil dari:
Judul
Buku : Liku-liku Problema Rumah Tangga
Judul
Artikel : Keluarga yang Sehat
Penulis : Dr. Clyde M. Narramore
Penerbit
: Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993
Halaman : 12 — 26
KELUARGA
YANG SEHAT
Keluarga yang sehat bukanlah sekelompok manusia
yang sekadar hidup bersama-sama dan saling berbagi pengalaman. Kalau saya
mengatakan bahwa keluarga Santosa adalah keluarga yang sehat, sesungguhnya yang
saya maksudkan bukanlah bahwa setiap anggota keluarga Santosa itu bebas dari
segala macam penyakit. Yang saya maksudkan ialah bahwa setiap pribadi dalam
keluarga itu, yang tua dan yang muda, sedang menikmati kehidupan ini dan sedang
bertumbuh menjadi orang sebagaimana yang direncanakan Allah baginya.
Apa yang menjadi ciri suatu keluarga yang
sehat? Apakah yang terjadi di dalam keluarga yang setiap anggotanya sedang
hidup dan berkembang dengan cara yang sehat? Saya yakin bahwa hal-hal yang
berikut ini merupakan esensi dari satu keluarga yang sehat.
1. Membina Rasa Saling Menghargai
Di dalam keluarga yang sehat, baik orang tua
maupun anak-anak, sama-sama membina rasa saling menghargai. Sang suami
memperlakukan sang istri dengan baik dan dengan kasih, dan dengan demikian
memberi teladan yang dapat diikuti oleh seluruh keluarga.
Untuk membina rasa hormat atau menghargai,
orang tua perlu mendengarkan dengan cermat anak-anaknya. Orang tua tidak boleh
memotong jika anaknya sedang berbicara. Memotong pembicaraan anak-anak bukan
hanya menjengkelkan mereka, tetapi seakan-akan sekaligus mengatakan bahwa
mereka bukanlah orang-orang yang penting. Orang tua patut meminta saran-saran
dari anak-anak mereka. Jika anak-anak itu melihat bahwa ada saran mereka yang
dilaksanakan, maka mereka akan merasa diri mereka berharga.
Cara lain bagi orang tua untuk menunjukkan
bahwa mereka menghargai anak-anaknya ialah dengan mendorong mereka untuk
sedapat mungkin mengambil keputusan sendiri. Dengan mengizinkan mereka untuk
membuat beberapa keputusan, mereka mengetahui bahwa orang tua mereka
mempercayai mereka dan keputusan mereka. Hal in akan memupuk perasaan untuk
menghargai dirinya sendiri.
Untuk memupuk perasaan menghargai dirinya
sendiri itu kita perlu bersikap sopan terhadap anak-anak. Jika orang tua
berkata: "Terima kasih," "Bolehkah saya … ?,"
dan "Tolong … " kepada anak-anak, anak-anak pun akan mulai
memakai ungkapan-ungkapan itu terhadap orang lain. Rasa menghargai akan
melahirkan rasa menghargai.
Seorang anak perlu mendengar komentar yang
positif tentang dirinya. Kita akan membuat anak itu berlaku tidak sopan, jika
kita terus-menerus mempermainkan dia. Ia akan mulai merasa rendah diri dan juga
merasa dirinya tidak layak.
Untuk membangun rasa menghargai, orang tua
harus menaruh perhatian pada berbagai macam kegiatan anaknya. Gambar hasil
karya anak itu sangat penting bagi anak itu sama seperti suatu urusan dagang
yang besar bagi orang tua.
Jika Anda mengakui kepada anak-anak Anda
bahwa Anda bersalah pada waktu Anda memang bersalah, maka Anda menyebabkan
mereka menghargai Anda dan juga menghargai diri mereka sendiri sekalipun jika
mereka pada suatu saat kelak berbuat salah. Kadang-kadang orang tua memberi
pesan yang harus disampaikan oleh seorang anak: "Katakan kepada mereka
bahwa saya tidak di rumah," atau "Katakan kepada mereka bahwa saya
tidak dapat pergi, saya sakit". Jika pesan-pesan itu tidak benar dan
anak-anak mengetahui hal ini, maka anak itu jadi kurang menghargai orang
tuanya. Mereka pun akan bertanya-tanya apakah mereka juga sering dibohongi oleh
orang tua mereka. Ini merupakan salah satu peristiwa di mana orang tua harus
mengakui kesalahan mereka kepada anak-anaknya.
2. Menemukan dan Mengembangkan Bakat
Setiap manusia lahir di dunia ini dengan
seperangkat bakat dan kemampuan yang unik, dan di rumahlah tempat yang paling
tepat untuk menemukan bakat dan kemampuan setiap orang, mengenalinya, dan
mengembangkannya. Inilah bagian yang paling mendebarkan dan menyenangkan dari
suatu kehidupan keluarga yang sehat! Keluarga menjadi makin kuat dan makin
bermanfaat karena dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan dari setiap
anggotanya.
Keluarga harus mendorong sang ibu dalam minat
dan bakat-bakatnya. Hal yang sama pun harus dilakukan terhadap sang ayah.
Janganlah membiarkan orang tua berdiam diri. Setiap orang harus bertumbuh dan
mengembangkan bakat-bakatnya. Setiap anggota keluarga harus mendorong sang
ayah; setiap anggota keluarga harus memberi semangat kepada sang ibu. Dengan
cara demikian mereka akan menjadi orang-orang Kristen yang lebih berbahagia,
lebih sehat dan lebih berguna.
Orang tua harus menemukan bakat-bakat yang
dikaruniakan Allah kepada putra-putrinya. Mereka harus mulai memperhatikan
minat-minat ini sejak anak-anaknya masih kecil. Walaupun dalam masa pertumbuhan
mereka, dari waktu ke waktu, minat anak-anak itu berubah, beberapa bakat
biasanya tetap bertahan melampaui masa kanak-kanak, masa remaja, dan terus
tetap bertahan dalam masa dewasa.
Dalam keluarga yang sehat, orang tua
melakukan segala sesuatu yang mereka sanggup untuk menolong setiap anak agar
menemukan bakat-bakatnya dan menggunakan bakat itu di dalam waktu senggang dan
dalam berbagai hobi mereka. Jimmy mulai menunjukkan suatu minat dalam bidang
memotret sejak umur sekitar sembilan tahun. Orang tuanya mendorong dia untuk
membaca buku dan majalah mengenai seni memotret. Mereka membelikannya sebuah
kamera yang sederhana sehingga ia dapat membuat berbagai potret, dan mereka
juga memberi dia semangat. Jimmy benar-benar menikmati hobi ini dan mendapat
banyak manfaat berkat dukungan orang tuanya.
3. Mengungkapkan dan Menunjukkan Kasih
Salah satu kebutuhan emosional yang paling
penting adalah kasih-sayang. Setiap orang mendambakannya; setiap orang
membutuhkannya. Tempat yang terbaik untuk menunjukkan, menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan, dan mempraktekkan kasih sayang adalah di dalam keluarga. Dengan
demikian, setiap anggota keluarga - ibu, ayah, putra, dan putri - berkembang
dengan cara yang sehat dan dengan demikian akan dapat menyisihkan banyak sekali
masalah di dalam kehidupan ini.
Memberi dan menerima kasih sayang ini harus
berlaku bagi setiap orang di dalam keluarga. Orang tua harus saling menunjukkan
kasih. Anak-anak harus menunjukkan kasih kepada orang tua, dan orang tua harus
menunjukkan kasih kepada anak-anak mereka. Kakak-beradik harus saling
mengasihi.
Dengan demikian di dalam diri setiap anggota
keluarga - terutama sekali di dalam diri sang anak - akan tumbuh rasa
menghargai dirinya sendiri dan akan memiliki sikap atau pandangan yang sehat
terhadap dirinya sendiri. Suasana ini juga akan menumbuhkan rasa saling
mempercayai dan saling menghargai di antara para anggota keluarga. Pada waktu
anak itu sudah dewasa, pengalamannya di dalam keluarga yang penuh kasih akan
membuat ia sanggup membuka dirinya kepada orang lain dan menjadi berkat bagi
mereka.
Penting sekali agar orang tua senantiasa
ingat untuk mengungkapkan kasih sayang mereka secara lisan, selain
mengungkapkan kasih mereka dalam bentuk perbuatan. Tindakan atau perbuatan
memang penting, namun kata-kata dapat makin meneguhkan apa yang sudah
dinyatakan dalam bentuk perbuatan itu. Orang tua harus berkata dengan terus
terang: "Saya sayang padamu, Budi" atau "Saya sayang padamu,
Tina". Jika kasih itu diucapkan di dalam keluarga, maka anak-anak akan
bertumbuh menjadi dewasa dan kelak dapat mengasihi suami atau istri mereka
dengan sepenuh hati dan secara terang-terangan. Mereka akan terhindar dari
kekurangan yang diderita banyak orang yaitu ketidakmampuan untuk menunjukkan
dan menerima kasih sayang.
4. Menghormati Batas-batas yang Wajar
Segala sesuatu di dalam kehidupan ini ada
batasnya. Mau atau tidak mau, untuk setiap orang ada hal-hal yang boleh dan
yang tidak boleh dilakukan. Tempat yang paling baik untuk belajar mematuhi dan
menghormati batas-batas ini ialah di dalam keluarga.
Orang tua
dalam keluarga yang sehat menampilkan diri mereka menjadi contoh bagi anak-anak
mereka dengan mematuhi undang-undang dan peraturan-peraturan negara, daerah,
dan pemerintah setempat. Kepatuhan ini diperlihatkan baik dalam kata-kata
maupun tindakan. Anak-anak akan belajar menghargai dan menyukai diri mereka
dengan lebih baik apabila mereka taat, seperti orang tua mereka juga taat.
Jika seseorang melanggar hukum, maka ia akan
dihukum menurut sistem peradilan yang ada. Demikian juga halnya jika anak-anak
tidak taat; mereka pun harus dikenakan tindakan disiplin. Jika orang tua menghukum
anak-anak mereka, itu berarti mereka sedang menunjukkan bahwa kasih mereka
terhadap anak-anak mereka itu cukup besar sehingga mereka ingin membuat agar
anak-anak itu taat. Sebagian orang merasa sulit menerima prinsip ini, namun hal
ini memang benar. Kitab Amsal menyatakan: "Karena TUHAN memberi ajaran
kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi"
(Ams 3:12*).
Jika seorang anak yang baru berumur lima
tahun bersikeras untuk bermain-main di tengah jalan yang ramai, maka cara
satu-satunya untuk mencegahnya ialah dengan menghukumnya, dan ia memang harus
dihukum. Sama sekali tidak masuk akal jika ada orang tua yang mengasihi
anaknya, tetapi mengizinkan dia untuk melakukan sesuatu yang bodoh seperti
bermain-main di tengah lalu lintas yang ramai.
Tentunya, hukuman dan tindakan koreksinya
harus sesuai dengan umur dan kepribadian anak itu. Waktu anak itu sudah makin
besar, maka orang tuanya juga sudah harus makin sedikit menggunakan pukulan
sebagai sarana hukuman. Bagi anak yang lebih besar orang tua sudah harus lebih
banyak bertukar pikiran dengan anak itu, serta mengemukakan alasannya yang
masuk akal atas apa yang dilakukannya itu. Beberapa bentuk hukuman lebih cocok
bagi sebagian anak tertentu daripada bagi sebagian lainnya.
Dalam mengajarkan anak untuk menghormati
undang-undang atau peraturan dan dalam melaksanakan tindakan disiplin, orang
tua perlu menjelaskan kepada sang anak apa yang seharusnya ia lakukan dan
mengapa ia harus dihukum untuk kesalahannya itu. Mengatakan "lakukan itu
karena saya mengatakan demikian kepadamu" tidaklah akan menolong anak itu
untuk mengerti atau menghargai wewenang.
5. Mengembangkan Citra Diri Sendiri yang
Sehat
Bagi seorang anak atau orang dewasa hampir
tidak ada hal lain yang lebih penting daripada citra yang sehat tentang dirinya
sendiri. Seorang yang menghargai dirinya sendiri atau yang mempunyai citra diri
yang sehat akan dapat mengatasi berbagai kesulitan di dalam kehidupan ini.
Orang tua perlu menolong anak-anak mereka
agar mereka memupuk dan mengembangkan perasaan yang positif tentang diri mereka
sendiri. Seorang anak yang memiliki citra diri yang baik bukan hanya akan
disenangi banyak orang di sekelilingnya, tetapi rasa harga diri itu juga akan
terus terbawa sampai ia menjadi dewasa. Perasaan yang positif tentang diri
sendiri akan menyanggupkan dia untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan
keadaan yang terus berubah.
Orang tua dapat membangun citra diri yang
sehat dalam diri anak-anak mereka dengan memberi semangat kepada mereka untuk
mengungkapkan bagaimana perasaan mereka. Mendengarkan apa yang dikatakan oleh
anak-anak bukan hanya akan memberi kesan bahwa mereka itu penting, tetapi orang
tua juga akan tetap mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam diri anak-anak
itu, bagaimana sifat dan kepribadian mereka itu dibentuk dan dipengaruhi.
Orang tua dapat menunjukkan kepada anak-anak
bahwa mereka itu penting bagi Allah. Ajarkanlah kepada mereka dari Alkitab
bahwa Allah sendiri telah menciptakan mereka menurut gambar dan rupa Allah
sendiri dan bahwa Ia telah menyelamatkan mereka dengan harga yang mahal, yaitu
darah Anak-Nya. Beritahukanlah kepada anak-anak itu bahwa malaikat-malaikat
sedang melindungi mereka dan bahwa surga telah dipersiapkan untuk mereka.
Segala kebenaran yang indah ini akan meyakinkan anak-anak bahwa mereka itu
berharga sekali. Kehidupan mereka berharga di mata Allah, dan hal ini
seharusnya membuat mereka melihat bahwa kehidupan mereka itu penting.
Tetapi bukan hanya anak-anak yang mendapat
manfaat jika anak mempunyai citra diri yang sehat. Orang tua juga mendapat
manfaat. Itu sebabnya suami istri hares saling memberi semangat. Janganlah ada
salah seorang orang tua yang melewatkan satu hari pun tanpa dihargai atau tanpa
mendapat dorongan semangat dari kawan hidupnya.
6. Peka terhadap Keadaan Masyarakat dan Dunia
Dalam keluarga yang sehat anak-anak menjadi
besar dengan menyadari bahwa mereka bukan hanya bagian dari satu keluarga,
tetapi juga bagian dari masyarakat dan bangsa-bangsa di luar batas negara
mereka. Saat kita hanya memikirkan diri kita sendiri saja sekarang sudah lewat.
Hampir tidak ada sesuatu yang dapat terjadi di satu negara tanpa mempengaruhi
negara lain. Anak-anak harus menyadari akan tanggung jawab mereka untuk
mengetahui apa yang terjadi dengan sesama manusia mereka.
Di dalam keluarga Kristen, anak-anak harus
belajar bahwa tanggung jawab mereka terhadap dunia itu lebih daripada sekadar
mengetahui saja. Tanggung jawab itu meliputi juga usaha untuk mencari jalan
bagaimana caranya mereka dapat ikut membantu. Satu contoh yang nyata yang dapat
dimengerti anak ialah merogoh saku mereka untuk mengeluarkan uang untuk dikirim
kepada orang-orang di luar negeri yang tidak seberuntung diri mereka.
Sayang sekali bahwa di dalam kebanyakan rumah
tangga anak-anak tidak pernah diberi kesempatan untuk membagikan apa yang
mereka miliki kepada orang lain dengan cara demikian. Sehingga anak-anak
menjadi besar dengan hanya memikirkan diri mereka sendiri, mobil mereka
sendiri, milik pribadi mereka, atau apa saja. Mereka tidak pernah mengalaml
bagaimana rasanya memikirkan tentang orang lain yang berada di dalam masyarakat
dan di negara lain, mereka tidak pernah mengalami bagaimana rasanya berdoa dan
menolong mereka.
Sekarang terserah kepada orang tua apakah
mereka bersedia untuk saling menolong dan dengan demikian menolong anak-anak
mereka untuk mengembangkan pandangan terhadap dunia yang luas ini. Hendaknya
tidak ada anggota keluarga yang menyembunyikan diri dan hidup seperti siput.
Orang tua harus menjadi teladan dalam hal menaruh minat dan perhatian terhadap
orang-orang lain atau terhadap organisasi-organisasi lain di seantero dunia.
7. Dipuaskan secara Rohani
Keluarga yang sehat adalah keluarga yang
memelihara ketiga bidang kehidupan manusia: jasmani, emosional, dan rohani.
Banyak keluarga yang mengabaikan kebutuhan rohani mereka, terutama kebutuhan
rohani anak-anak mereka.
Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga
merupakan makhluk rohani. Mereka mempunyai jiwa yang
harus
diberi makan, sebab jika tidak jiwa mereka akan jadi kerdil. Sama seperti tubuh
mereka harus diberi makan dan pakaian, demikian juga kerohanian mereka harus
dipelihara dan diberi makan.
Sekali peristiwa ketika saya sedang bepergian
dengan pesawat terbang saya duduk berdampingan dengan seorang pengusaha yang
menceritakan kepada saya tentang keluarganya. Ia sangat bangga tentang anaknya
yang adalah seorang atlet yang baik. Orang ini berkata bahwa ia telah bertekad
untuk mendorong anak-anaknya di dalam kegiatan sekolah dan olahraga. Ia
menyekolahkan mereka di salah satu perguruan tinggi yang terbaik (dan yang
termahal) di negaranya agar mereka dapat meraih hasil yang sebesar-besarnya di
dalam kehidupan mereka. Ketika saya menanyakannya apakah ia sudah memenuhi
kebutuhan rohani anak-anaknya, ia memandang kepada saya dengan roman muka
seolah-olah saya adalah orang yang baru saja tiba dari angkasa luar. Ia bukan orang
Kristen, dan ia tidak pernah memikirkan soal mengikutsertakan Allah dalam
keluarganya.
Sebagai suami istri kita harus senantiasa
saling mendorong untuk berperan sebaik-baiknya bagi Kristus. Janganlah ada
seorang ayah atau ibu yang tinggal diam secara rohani. Kita harus saling
menolong agar bertumbuh.
Sebagai orang tua, kita harus bertanya kepada
diri sendiri apakah kita sudah memberikan kepada anak-anak kita nilai-nilai
yang kekal. Sudahkah kita mengusahakan segala sesuatu yang mungkin dilakukan
untuk membina iman mereka kepada Allah? Kita dapat menolong anak-anak kita
secara rohani dalam banyak cara. Sebagai contoh, kita dapat menjadi teladan
dalam soal kesalehan; kita dapat menjalankan kehidupan yang benar yang
menyenangkan Allah dan memberikan contoh-contoh nyata kepada anak-anak kita
untuk mereka teladani atau bahkan melebihi teladan yang mereka lihat itu. Kita
dapat menyatakan kepercayaan diri kita kepada Kristus dan menceritakan kepada
anak-anak kita apa yang telah dilakukan Kristus di dalam kehidupan kita.
Tentunya, kesukaan yang terbesar ialah
memimpin anak-anak kita kepada Kristus, namun pemeliharaan rohani tidak
berhenti sampai di situ saja. Orang tua dapat mengajarkan anak-anak untuk
mengasihi dan bergantung kepada Allah dan mengajarkan agar mereka memahami
Alkitab. Orang tua dapat bercakap-cakap dengan anak-anak mereka tentang Tuhan
dan menolong mereka menafsirkan kejadian-kejadian masa sekarang di dalam terang
firman Allah dan rencana-Nya bagi dunia. Pendidikan Kristen sangatlah penting.
Dengan adanya begitu banyak sekolah dasar dan sekolah lanjutan yang baik, dan
dengan begitu banyaknya perguruan tinggi yang istimewa, tak perlu seorang anak
itu sekadar mendapat pendidikan yang biasa-biasa saja. Memenuhi kebutuhan
rohani seorang anak berarti ikut menentukan di mana ia kelak berada sampai
kekal.
8. Menentukan Sasaran Pribadi dan Sasaran
Keluarga Sama seperti seorang harus
mempunyai sasaran, demikian juga setiap keluarga harus mempunyai sasaran. Di
dalam keluarga yang sehat, orang tua saling memberi semangat agar
sasaran-sasaran mereka dapat tercapai. Mereka juga mendukung anak-anak mereka
dalam membuat dan mencapai sasarannya. Sangat menyedihkan bahwa banyak sekali
anak yang bertumbuh menjadi dewasa tanpa mempunyai sasaran sama sekali, dan akibatnya,
kehidupan mereka tidak mempunyai arah.
Anak-anak juga harus mengerti apa yang
menjadi sasaran keluarganya dan harus ikut membantu agar sasaran itu dapat
dicapai. Orang tua dapat membahas sasaran-sasaran keluarga ini pada waktu
seluruh anggota keluarga sedang berkumpul atau pada waktu ibadah sekeluarga.
Dalam keluarga yang sehat setiap individu
bukan hanya menaruh minat pada sasarannya sendiri, tetapi juga menaruh minat
pada sasaran anggota keluarga lainnya. Setiap orang berusaha menolong sesamanya
agar dapat mencapai aspirasi mereka.
Sayang sekali bahwa terlalu banyak anak yang
menjadi dewasa di dalam keluarga-keluarga di mana mereka hanya makan minum, ke
sekolah, tidur, dan mengulangi kegiatan yang serupa esok harinya. Mereka
terantuk-antuk di dalam perjalanan hidup mereka tanpa arah yang tetap. Karena
hanya ada satu kali kesempatan untuk hidup, maka sangatlah penting untuk
mengetahui jalan mana yang hares ditempuh dan bagaimana caranya agar dapat
sampai ke sana.
9. Bekerja dan Bermain Bersama
Salah satu dari kegembiraan kehidupan
keluarga yang sehat ialah bekerja dan bermain bersama-sama. Dalam zaman modern
ini mudah sekali bagi sang putra pergi ke perkumpulan anu, sang putri ke
pramuka, sang ibu ke arisan, dan sang ayah ke rapat perusahaannya. Dengan
melakukan perkara-perkara ini, mereka sebenarnya sedang menjauhkan diri dari
salah satu kegembiraan yang terbesar yang mungkin dinikmati di dalam kehidupan
ini yaitu bekerja dan bermain bersama sama sebagai satu keluarga.
Jika kita sebagai orang tua menyediakan waktu
untuk bersama-sama dengan anak-anak kita, maka itu
berarti
kita sedang memberitahukan kepada mereka bahwa kita mengasihi mereka.
Bagaimanapun juga, kita gemar
menghabiskan waktu bersama-sama dengan orang-orang yang paling kita kasihi dan
seharusnya orang-orang itu adalah keluarga kita sendiri. Dalam unit keluarga
yang sehat setiap pribadi akan menghabiskan banyak waktu senggang dan waktu
gembiranya bersama anggota keluarga lainnya.
10. Mempunyai Kebiasaan yang Baik Demi
Kesehatan
Sangat sulit bagi seseorang untuk bertindak
dengan baik jika ia tidak sehat. Orang tua bertanggung jawab untuk mengusahakan
agar semua anggota keluarganya berada dalam keadaan kesehatan yang
sebaik-baiknya dan agar setiap orang mempunyai kebiasaan yang baik untuk menjaga
kesehatannya dan merasakan bahwa badannya dalam kondisi yang mantap. Orang tua
melakukan sesuatu yang baik bagi anaknya sepanjang umur hidupnya apabila mereka
mendorong anaknya itu agar mempunyai kebiasaan yang baik untuk menjaga
kesehatannya dan membawa mereka ke dokter untuk diperiksa jika diperlukan.
Sebagai seorang ahli ilmu jiwa yang menangani
masalah orang tua dan anak-anak selama bertahun-tahun, saya heran melihat
banyaknya orang dewasa yang menceritakan kepada saya bahwa tidak ada seorang
pun menyadari bahwa mereka kehilangan daya pendengaran atau mempunyai masalah
pada penglihatan mereka sampai mereka sudah menjelang dewasa. Seorang dokter
wanita mengatakan kepada saya: "Saya tidak pernah mengetahui sebelumnya
bahwa orang lain tidak melihat dua bayangan dari satu benda yang dilihatnya
sampai saat saya memasuki sekolah kedokteran." Selanjutnya ia mengatakan
bahwa karena ia memiliki dua buah mata, ia menganggap bahwa wajarlah jika ia
melihat segala sesuatu itu dua. Misalnya, jika ada seorang anak berdiri di
depannya, ia melihat dua bayangan dari satu anak yang sama.
Kira-kira sepuluh kali setahun berbagai
kelompok orang-orang dewasa datang ke kampus Narramore Christian Foundation di
Rosemead, California, selama satu atau dua minggu untuk mengikuti latihan dan
evaluasi khusus. Selama waktu itu saya beserta staf saya menjadi sangat kenal
orang-orang itu. Suatu kenyataan yang selalu mengherankan saya ialah bahwa
dalam setiap kelompok yang terdiri atas lima puluh sampai seratus orang, kami
selalu mendapati cukup banyak orang, laki-laki dan wanita, yang mempunyai
masalah fisiologis yang cukup gawat. Dan, tentunya "masalah kesehatan
tubuh" mereka itu menghambat mereka sehingga mereka tidak dapat berhasil
dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri sebagaimana mestinya. Apakah
sebabnya sehingga masalah-masalah fisik semacam itu sudah berlangsung
sedemikian lama tanpa diketahui, bahkan sampai tiga puluh atau empat puluh
tahun? Saya yakin bahwa sebagian dari jawabnya terletak pada kenyataan bahwa
orang tua mereka tidak pernah mengamati mereka dengan saksama. Dalam keluarga
yang sehat, kesejahteraan fisik setiap anggotanya juga diperhatikan.
11. Saling Mencukupi secara Finansial
Dalam keluarga yang sehat, setiap anggota
keluarga memperhatikan agar dapat mencukupi kebutuhan finansial yang dasar dari
anggota keluarga yang lainnya. Anak-anak dan orang tua haruslah membicarakan
soal anggaran belanja keluarga dan membahas apa yang sebenarnya menjadi
kebutuhan keluarga, apa yang dapat dibeli, dan apa yang tidak. Dengan demikian
anak-anak dapat mempunyai cara berpikir yang praktis dalam soal keuangan dan
mendapat pengetahuan tentang penghasilan dan tentang tabungan uang. Orang tua
dapat membuat suatu kontribusi yang bermakna seumur hidup bagi kesejahteraan
anak-anak mereka dengan jalan menolong mereka agar mengerti tentang kerja,
penghasilan, tabungan, dan penanaman modal. Anak-anak perlu mempunyai sikap
yang sehat dan realistik terhadap uang, walaupun mereka harus menyadari juga
bahwa uang bukanlah hal yang terpenting dalam kehidupan ini.
Tentunya, salah satu segi yang paling penting
dari keuangan ialah perpuluhan. Sungguh merupakan satu hak istimewa bagi
pasangan suami istri jika mereka memulai kehidupan bersama mereka dengan
mengetahui bahwa Allah telah menyediakan segala sesuatu yang mereka miliki dan
segala sesuatu yang kelak akan mereka miliki! Mereka sudah belajar dari orang
tua mereka tentang berkat yang dialami jika mereka memberi persembahan untuk
organisasi atau kegiatan Kristen. Sekarang mereka membawa hati yang suka
memberi itu ke dalam kehidupan mereka yang barn. Mungkin hal yang sekarang
menjadi masalah bagi banyak orang bukanlah tentang kemampuan seseorang untuk
mencari uang, melainkan sikap orang itu terhadap uang yang dihasilkannya itu.
Dan hal ini seharusnya dipelajari di dalam keluarga.
12. Memikul Tanggung Jawab dalam Keluarga
Setiap orang dilahirkan untuk melakukan
sesuatu - untuk bekerja, untuk berlatih, dan untuk berkarya. Sungguh suatu
keluarga itu adalah keluarga yang sehat, jika di dalam keluarga itu setiap
anggotanya mengambil bagiannya dan belajar menerima tanggung jawab sejak usia
dini. Tentunya, tanggung jawab seorang anak haruslah disesuaikan dengan
kematangannya, namun setiap anak dapat melakukan sesuatu betapa pun kecilnya
anak itu.
Belum lama berselang saya berbicara dengan
seorang wanita yang dibesarkan dalam keluarga di mana ia tidak pernah mendapat
tanggung jawab khusus apa pun. "Ibu saya seorang perfeksionis," kata
wanita itu. "Saya tidak pernah dapat melakukan sesuatu yang dapat menyenangkan
dia, maka saya selalu diusirnya dari dapur atau di mana saja ia sedang bekerja,
sambil mengatakan bahwa dialah yang akan melakukan semuanya. Tentu saja, ibu
dapat melakukan segala sesuatu dengan lebih cepat dan lebih baik, tetapi yang
menyedihkan ialah ketika saya menikah, saya tidak mampu melakukan apa pun. Saya
tidak mengetahui apa-apa tentang mengurus rumah; dan yang lebih parah lagi,
saya tidak percaya bahwa saya mampu melakukannya."
Betapa menyedihkan bila harus
melepaskan anak untuk pergi sekolah di perguruan tinggi atau untuk menikah dan
membina rumah tangga sendiri, tetapi kita mengetahui bahwa kemampuannya untuk
mengerjakan sesuatu itu masih sangat terbatas! Jika seseorang telah belajar
bertanggung jawab dan melakukan tugas-tugas di dalam keluarga, ia akan merasa
lebih yakin dan akan memiliki sikap yang lebih sehat terhadap dirinya sendiri.
Referensi
6b diambil dari:
Judul
Buku : Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman
Judul
Artikel : Peran Orang Tua dalam Perkembangan Anak
Penulis : Yulia Singgih D. Gunarsa
Penerbit
: BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000
Halaman : 41 — 47
PERAN
ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN ANAK
Orang tua sangat berperan dalam mendidik anak
menuju hidup bermasyarakat. Kehidupan bermasyarakat dapat mencapai taraf
kesejahteraan bagi seluruh anggotanya apabila setiap unsur masyarakat turut
membentuk dan memelihara kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan
bermasyarakat akan berjalan dengan lancar apabila ada dasar-dasar pedoman dan
peraturan yang mengatur kehidupan bersama yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh
setiap anggota masyarakat. Kesinambungan kehidupan bermasyarakat dapat
dipertahankan apabila dasar-dasar pedoman dan peraturan yang mengatur
kelangsungan dan kelancaran hidup bermasyarakat secara berkesinambungan diteruskan
kepada masyarakat.
Suatu masyarakat terdiri dari berbagai macam
unsur, dan keluarga merupakan salah satu unsur kesatuan yang kecil dari
masyarakat. Setiap keluarga dapat dikatakan telah mencapai kesejahteraan dan
tujuan utamanya apabila dapat mengatur kehidupan keluarganya dengan balk.
Apabila setiap keluarga berusaha menciptakan kesejahteraan antara
keluarga-keluarga, maka seluruh masyarakat akan menjadi masyarakat sejahtera.
Dengan demikian keluarga memegang peranan penting dalam usaha membentuk masyarakat
sejahtera atau, umat sejahtera.
A. Keluarga Sebagai Unsur Masyarakat
Setiap keluarga terdiri dari anggota keluarga
yang sekaligus menjadi anggota masyarakat. Maka setiap anggota keluarga turut
mengambil bagian dalam upaya membentuk, mencapai, dan memelihara kesejahteraan.
Anggota masyarakat seyogyanya belajar dan memiliki peraturan atau tatanan hidup
bermasyarakat agar tidak terjadi bentrokan yang menghambat tercapainya
kesejahteraan umum ataupun merusak kesejahteraan yang mungkin sudah terbentuk. Agar
setiap anggota masyarakat dapat turut berperan aktif dalam membentuk
kesejahteraan masyarakat, anggota keluarga harus mengalami dan menjalani
sosialisasi.
Sosialisasi adalah suatu proses yang dijalani
seorang individu agar pedoman hidup, prinsip-prinsip dasar hidup, ketangkasan,
motif, sikap dan seluruh tingkah lakunya dibentuk sesuai dengan peranannya saat
ini maupun kelak di masyarakat.
B. Sosialisasi Sudah Dimulai dari Masa Bayi
Bayi laki-laki dikenakan baju berwarna biru
muda dan warna merah muda untuk bayi perempuan; bayi ditimang-timang dan
dimanja oleh ibu yang lembut; bayi, dibiarkan menangis oleh ibu yang tidak mau
memanjakan anak. Hal ini merupakan contoh sosialisasi sejak bayi. Sikap dan
perlakuan orang dewasa ini atau sikap orang tua terhadap bayi akan mewarnai
proses sosialisasi dan meninggalkan kesan, jejak, serta membentuk kepribadian
yang membentuk kesejahteraan pribadi maupun umum.
Nilai kehidupan bermasyarakat harus mendasari
tingkah laku anak. Nilai-nilai kehidupan akan
membentuk
dan mengubah tingkah laku anak atau perilaku anak. Nilai-nilai kehidupan
bersama yang berintikan nilai-nilai agama, moral, dan sosial harus diperoleh
dan dimiliki oleh seorang individu sebagai inti pribadi serta menjadi pedoman
hidup yang mengarahkan tingkah lakunya.
Lingkungan sosial akan menyampaikan
nilai-nilai kepada anggota masyarakat, selanjutnya akan menginternalisasi
nilai-nilai tersebut sehingga tercapailah hidup sejahtera dan aman sentosa.
Lingkungan sosial yang berperan dalam meneruskan dan menanamkan nilai pedoman
hidup pada anggota masyarakat adalah keluarga, teman sebaya, guru dan
sebagainya. Keluarga mengambil tempat penting dalam sosialisasi anak, karena
anggota keluarga, orang tua dan saudara kandung merupakan kontak sosial pertama
bahkan mungkin satu-satunya kontak sosial sial bagi anak pada tahun-tahun
pertamanya. Masa anak, terutama masa balita, merupakan bagian yang kritis dalam
perkembangan sosial seorang individu. Interaksi dan hubungan emosional antara
anak dan orang tua akan membentuk pengharapan dan responsnya pada hubungan
sosial selanjutnya.
Keyakinan, kepercayaan, dan sikap kebudayaan
dalam masrakat akan disaring oleh orang tua dan disajikan kepada anak dengan
diwarnai oleh mereka. Keyakinan, nilai-nilai dan sikap kebudayaan masyarakat
akan disajikan oleh orang tua dengan cara dan corak yang dipengaruhi oleh
kepribadian, sikap, latar belakang sosio-ekonomis, jenis kelamin, pendidikan,
dan agama orang tua. Ikatan antara orang tua dan anak pada masa anak dini -
balita - merupakan fondasi bagi hubungan keluarga selanjutnya, bahkan turut
membentuk dasar-dasar keluarga baru yang dibentuk kelak.
C. Peran Keluarga dalam Perkembangan Anak
Keluarga merupakan suatu kelompok sosial yang
bersifat langgeng berdasarkan hubungan pernikahan dan hubungan darah. Keluarga
adalah tempat pertama bagi anak, lingkungan pertama yang memberi penampungan
baginya, tempat anak akan memperoleh rasa aman.
Orientasi dan suasana keluarga timbul dari
komitmen antara suami-istri dan komitmen mereka dengan anak-anaknya. Keluarga
inti (nuclear) terdiri dari orang tua dan anak yang merupakan kelompok primer
yang terikat satu sama lain karena hubungan keluarga ditandai oleh kasih sayang
(care), perasaan yang mendalam (affection), saling mendukung (support), dan
kebersamaan dalam kegiatan-kegiatan pengasuhan. Suami-istri yang selanjutnya
menjadi ayah-ibu merupakan anggota keluarga yang penting dalam membentuk
keluarga yang utuh dan sejahtera. Kebudayaan yang mengikuti kemajuan teknologi
mengalami perbbahan cepat. Kebudayaan yang berubah sering disertai
perubahan-perubahan nilai kebudayaan.
D. Peranan orang tua dalam Perkembangan Anak
Perubahan nilai dalam masyarakat akan
menimbulkan masalah bagi orang tua, terutama dalam membentuk tujuan
perkembangan yang realistis bagi diri mereka dan anak-anaknya. Tujuan
pendidikan manakah yang harus dikejar dan cara-cara manakah yang harus
dikembangkan agar anak dapat berkembang dengan sempurna. Sosialisasi sudah
dimulai pada tahun pertama. Pada tahun kedua, sosialisasi makin disadari dan
menjadi lebih sistematis karena anak sudah dapat berbicara, dan dengan
bertambahnya umur maka terjadilah perubahan-perubahan dalam upaya mengubah dan
membentuk tingkah laku anak
1. Perbuatan, pola tingkah laku, dan tingkah
laku anak kecil, yang sebelumnya diperbolehkan dan dianggap lucu, lama kelamaan
dibatasi bahkan mulai dilarang dan dianggap nakal apabila tetap dilakukan.
2. Anak perlu larangan terhadap
perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak layak, tidak pantas dilakukan,
supaya belajar menahan diri dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
3. Anak perlu dipuji apabila melakukan
perbuatan baik, mencapai prestasi, atau memperlihatkan sikap-sikap yang baik.
peranan orang tua dalam perkembangan anak:
a. Sebagai orang tua, mereka membesarkan,
merawat, memelihara, dan memberikan anak kesempatan berkembang.
b. Sebagai guru:
1)
Mengajarkan ketangkasan motorik, keterampilan melalui latihan-latihan.
2)
Mengajarkan peraturan-peraturan - tata cara keluarga, tatanan lingkungan
masyarakat.
3)
Menanamkan pedoman hidup bermasyarakat.
c. Sebagai tokoh teladan, orang tua menjadi
tokoh yang ditiru pola tingkah lakunya, Cara berekspresi, cara berbicara, dan
sebagainya.
d.
Sebagai pengawas, orang tua memperhatikan, mengamati kelakuan, tingkah laku
anak. Mereka mengawasi anak agar tidak melanggar peraturan di rumah maupun di
luar lingkungan keluarga (tidak-jangan-stop).
E. Aspek-aspek Perilaku Orang Tua
Hubungan orang tua dan anak sering dapat
digambarkan suatu interaksi dari 2 pasang atribut orang tua.
Dalam
hubungan orang tua dengan anak sebaiknya lebih adanya kehangatan. Tetapi di
samping kehangatan dan memberi kesempatan berkembang, perlu juga adanya sikap
membatasi perilaku anak yang tidak sesuai dengan pola tingkah laku yang
diinginkan oleh masyarakat umum. Untuk pembatasan perilaku, anak perlu teknik
disiplin yang dilaksanakan secara konsisten.
Teknik-teknik disiplin meliputi penalaran
(reasoning), penjelasan (explanation), larangan dengan kasih sayang (affection
withdrawal).
1. Beberapa Cara Menanamkan Disiplin
a. Pendidikan yang konsisten
b. Cara otoriter: orang tua menentukan aturan
dan batasan mutlak yang harus ditaati oleh anak. Apabila dilanggar, anak
dihukum.
c. Cara bebas: anak mencari sendiri batasan
perilaku baik dan yang tidak baik.
d. Cara demokratis
1) Kebebasan
anak tidak mutlak.
2)
Menghargai dengan penuh pengertian.
3)
Keterangan yang rasional terhadap yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
2. Teknik Menanamkan Disiplin
a. Love Oriented Technique
Teknik
ini dilakukan dengan memberikan pujian dan menerangkan - penalaran.
b. PowerAssertion Technique
Teknik
ini dilakukan dengan unjuk kuasa, hukuman, atau hadiah materi. Pendidikan anak
adalah dasar kasih sayang:
1) Konsekuensi
Berkaitan
dengan tanggung jawab untuk memberikan kasih sayang dan pola pendidikan yang
berlandaskan prinsip "apabila benar diteruskan, jika salah diubah".
2) Konsisten
Berkaitan dengan sikap dan
perlakuan yang konsisten. Demikianlah orang tua masa kini perlu berperan dalam
mendidik putra-putrinya, agar mereka mencapai tujuan yang diharapkan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar