Jumat, 29 November 2013

AHLI TAURAT DAN SINAGOGE



Lester L. Grabbe

=========================================================================
Sebuah terjemahan dari Buku:
“The Oxford Handbook of Biblical Studies, Edited J.W. Rogerson & Ludith M Lieu, Oxford University Press,2006, hlm. 381-391”
=========================================================================

Topik mengenai Ahli Taurat dan Sinagoge dapat diperlakukan secara terpisah, karena hal ini merupakan interpretasi mengenai apakah keduanya saling berkaitan  satu sama lain. Meskipun demikian, teori-teori modern tak jarang melihat bahwa Ahli Taurat dan Sinagoge merupakan lembaga 'awam', yang berhubungan dengan imam dan kuil. Sebelum mempertimbangkan pertanyaan tentang hubungan keduanya, topik ini akan dibahas secara terpisah.



A H L I   T A U R A T

Para juru tulis adalah tulang punggung dalam pemerintahan kuno Helenistik Timur Dekat. Sebagai orang yang mampu membaca dan menulis, mereka terlatih dalam pencatatan dan penyusunan dokumen, dan mereka juga diperlukan dalam setiap urusan sosial masyarakat. Meskipun keberadaan serta profesionalisme mereka tidak selalu diakui, tetapi sebagai penulis dan orang yang menguasai aksara mereka mampu produksi tulisan sebagaimana yang dibahas dalam tulisan-tulisan ilmiah pada Alkitab.
Alkitab Ibrani mengasumsikan bahwa para juru tulis (ahli taurat) telah digunakan dalam administrasi kerajaan Israel dan Yehuda: Ahli Taurat Daud (2 Samuel 8: 17, 20: 25; 1 Tawarikh 18: 16; 24: 6), juru tulis Salomo (1 Rajaraja 4: 3), seorang penulis kerajaan di zaman Yoas (2 Rajaraja 12: 11; 2 Tawarikh 24: 11), Sebna, seorang panitera (2 Rajaraja 18: 18, 37; 19: 2); Safan, seorang juru tulis (2 Rajaraja 22: 3, 8-10, 12, 2 Tawarikh 34: 15, 18, 20), para komandan tentara (2 Rajaraja 25: 19; Yeremia 52: 25). Yeremia juga memiliki sejumlah catatan tentang pekerjaan seorang penulis. Gemarya bin Safan, seorang juru tulis di rumah ibadat (36: 10), dan juga seorang juru tulis di istana raja (36: 12); Elisama, seorang juru tulis (36: 12, 20, 21), Barukh memainkan peran penting (36: 26, 32); ketika Yeremia dipenjarakan di rumah panitera Yonatan (37: 15, 20).
Lewi sebagai penulis juga disebutkan dalam sejumlah ayat pada kitab Tawarikh meskipun tidak sejajar dengan kasus yang terdapat pada Kitab Raja-raja (banyak yang berpendapat bahwa ayat-ayat ini harus mewakili waktu penanggalan pada periode Persia dan juga mencerminkan situasi saat itu). Seorang Ahli Taurat juga dikatakan tinggal pada Yabes (1 Tawarikh 2: 55); Semaya ben Natanael Lewi adalah juru tulis (1 Tawarikh 24: 6), kaum-Izharites dan Hebron bertindak sebagai administrator penulisan (1 Tawarikh 26: 29-32), Yeiel, seorang Ahli Taurat juga mengerahkan tentara di bawah pemerintahan Uzia (2 Tawarikh 26: 11); beberapa orang panitera dan Penjaga Pintu dari Suku Lewi (2 Tawarikh 34: 13); Zadok juga ditunjuk untuk menjadi juru tulis dengan Nehemia (Nehemia 13: 13), namanya mungkin menyarankan bahwa ia adalah seorang imam, namun menurut keterangan lain meskipun Nehemia diidentifikasi sebagai imam orang Lewi ia juga kerap dikatakan menjadi juru tulis.
Hal ini menjadi perdebatan bagaimana informasi dari Alkitab Ibrani dapat diandalkan. Namun, kami juga memiliki informasi awal yang bersifat kontemporer setidaknya pada jaman Persia. Sepuluh segel dari para kolektor dijual di pasar barang antik dengan nama 'untuk Yeremai juru tulis'”. Meski ini tidak memberitahu kita banyak informasi, tapi kami memiliki sejumlah data berharga dari komunitas Yahudi di Elephantine, Mesir. Sejumlah salinan dokumen menyebutkan tentang para juru tulis. “Para juru tulis provinsi' namanya disejajarkan dengan hakim dan pejabat lainnya dalam sebuah surat kepada Arsames, gubernur Mesir; kami juga memiliki catatan tentang ‘juru tulis dalam perbendaharaan’. Seorang pribadi, yang gajinya belum dibayar mengeluh kepada 'pejabat', yang pada akhirnya memilih untuk mengeluhkannya kepada para juru tulis.
Menjadi penulis akan menjadi pekerjaan penting bagi pemerintah provinsi dan juga Bait Allah. Juru tulis akan bekerja di berbagai tingkatan. Namun, pada jenjang pemerintahan tinggi, mereka disarankan untuk mendukung gubernur dan kantor utama pemerintah provinsi, untuk mengelola perbendaharaan tentang perihal catatan pembayaran dan bahkan daftar pembayar pajak tetap, untuk gudang penyimpanan untuk pajak dan perpuluhan, dan juga  mereka terus menghitung jumlah daftar inventaris yang masuk serta angggaran yang harus disetujui. Sebagaimana kita juga tahu tentang seorang penulis pada tempat peribadatan misalnya, mereka disebut dalam Keputusan Antiochus III sekitar 200 sM. Para juru tulis yang ditempatkan di rumah-rumah ibadat akan memiliki tugas serupa sebagai tukang catat, tetapi di samping itu mereka juga memiliki tanggung jawab menyalin tulisan-tulisan suci, manual, buku instruksi, daftar peraturan, silsilah imam, dan sejenisnya yang berkaitan dengan administrasi kuil. Beberapa ahli Taurat disertai dengan jabatan tinggi, sedangkan yang lain memiliki tugas yang biasa. Namun demikian, juru tulis kantor -apakah tinggi atau rendah diperlukan individu yang terlatih dan lebih baik dari pada tenaga kerja untuk hasil yang tidak pasti seperti di ladang, atau di kebun-kebun anggur.
Ada bukti bahwa orang-orang Lewi yang sangat tertarik pada keterampilan penulisan yang diperlukan untuk menjalankan tugas kebangsaan serta pada tempat-tempat ibadah.
Pada urusan rumah ibadah, imam dan orang Lewi - adalah orang-orang yang memiliki pendidikan dan intelektual. Dengan demikian mereka ditugaskan membaca, menulis, dan mengomentari literatur keagamaan. Mereka juga menjadi guru sekolah dasar dalam urusan agama. Dengan demikian, pekerjaan mereka tidak hanya menyangkut urusan kultus tetapi juga sebagian besar dari berbagai macam kegiatan keagamaan lainnya, termasuk pengajaran dan pengembangan tradisi, yang berlangsung dalam lingkungan tempat peribadatan. Fungsi lain yang dilakukan oleh beberapa ahli Taurat - mungkin hanya sedikit - adalah tentang kesusasteraan. Ahiqar, seorang juru tulis legendaris dikatakan menjadi penasehat raja Asyur dan juga sekaligus menjadi komposer dari kata-kata bijak. Dalam kata-kata Ahiqar dia digambarkan sebagai 'seorang penulis yang bijaksana dan cepat/ terampil', dan sebagai ' juru tulis bijaksana dan menguasai nasihat baik'. Itulah sebabnya secara umum, ahli Taurat merupakan bagian penting dari adegan intelektual selama periode Bait Suci Kedua. Mungkin tokoh yang paling terkenal di antaranya adalah Ben Sira:
Seorang sarjana yang bijaksana harus memiliki waktu yang cukup luang. Untuk menjadi bijaksana, dia harus dibebaskan dari tugas-tugas lainnya. Bagaimana bisa bijaksana yang menuntun bajak -- yang membicarakan tentang ternak? Betapa berbedanya itu dengan seseorang yang mengabdikan dirinya untuk mempelajari hukum Yang Maha Tinggi, yang mengeksplorasi semua kebijaksanaan masa lalu dan menempatkan dirinya dengan pelajaran tentang nubuat! Dia menjaga perkataan orang-orang  terkenal dan menguasai segala seluk-beluk perumpamaan. Dia mengeksplorasi makna tersembunyi dari setiap amsal dan mengetahui makna dibalik setiap perumpamaan. Dia mengeksplorasi makna yang tersembunyi dari amsal dan tahu jalan di antara perumpamaan misterius. Dia berhasil memanfaatkan jasa-jasanya, dan dia terlihat di hadapan penguasa. Pertama, ia akan melakukan perjalanan ke luar negeri dan belajar kebaikan dan kejahatan manusia. Dia membuat titik awal naik untuk mencari Tuhan ... Jika itu adalah kehendak Tuhan yang perkasa, dia akan diisi dengan semangat untuk menyelidiki sesgala sesuatu; maka dia akan mencurahkan kata-kata bijak sendiri dan bersyukur kepada Tuhan dalam doa. Dia diarahkan dalam nasihat dan pengetahuan oleh Tuhan, yang secara terus menerus mampu menyingkap rahasia dan pengetahuan. Dalam mengajar, ia akan mengungkapkan pembelajaran, dan kebanggaannya adalah tentang hukum perjanjian TUHAN. Banyak yang akan memuji kecerdasannya, dan dia tidak akan pernah terlupakan. Kenangannya tentang dia tidak akan mati, dan namanya akan hidup selama-lamanya. Negara-negara akan menceritakan kebijaksanaan, dan orang-orang berkumpul memujinya Jika dia hidup lama, ia akan meninggalkan nama baik, bahkan ketika meninggal panjang, reputasinya aman.

Dengan demikian hal Ini tidak diragukan lagi bahwa hal keterangan di atas merupakan gambaran ideal dari juru tulis, yang membuat juru tulis yang bertanggung jawab untuk pengetahuan dan studi hukum Allah. Hubungan dekat Ben Sira dengan Bait Allah (beberapa berpendapat bahwa ia sendiri seorang imam) harus menjadi catatan dalam pikiran. Namun, hal yang hingga kini belum jelas adalah Ben Sira telah menunjukkan bahwa orang yang mengikuti pelatihan penulisan biasanya akan menjadi ahli dalam  masalah hukum.
Penggunaan istilah 'juru tulis' dalam literatur Yahudi setelah masa Ben Sira digariskan sebagai berikut: pada dasarnya, pada penggunaan secara umum, 'juru tulis' mengacu pada seorang profesional, yaitu seseorang yang terlatih untuk menulis, menyalin, menyimpan rekening, dan sebaliknya melaksanakan fungsi menjadi pegawai atau sekretaris. Posisinya bisa bervariasi dari jabatan yang agak rendah, hingga posisi yang sangat tinggi yakni menjaga catatan-catatan setiap orang dalam gedung menteri tinggi negara, dengan demikian kantornya adalah salah satu kantor yang penting dalam birokrasi pemerintahan. Situasi dapat dicontohkan pada Josephus, yang membuat banyak referensi tentang penulis, seperti: sekretaris desa, sekretaris Herodes, sekretaris Sanhedrin, serta ahli-ahli Taurat pada rumah Ibadah.
Namun, di sana-sini kami menemukan petunjuk bahwa istilah tetang juru tulis juga bisa digunakan terhadap seseorang yang memahami hukum ilahi yang bertugas sebagai penerjemah kitab suci. Hal ini mungkin terjadi di beberapa kasus, meskipun kemungkinan hal itu tetap menunjuk bahwa para juru tulis dimaksud adalah orang-orang yang sama. Untuk juru tulis profesional yang bertugas di birokrasi publik atau yang bekerja pada pihak swasta. Misalnya, dalam 1 Makabe 7 : 12 berbicara tentang delegasi ahli Taurat yang tampil di hadapan Alcimus untuk meminta sesuatu hal. Di satu sisi mereka mungkin telah mewakili yang dipelajari oleh oposisi anti - Seleucid (meskipun sebagian mengatakan bahwa mereka adalah para ulama di kalangan Hasidim - v 13.), di sisi lain, juga mungkin bahwa mereka adalah ahli-ahli Taurat profesional (juga tidak jelas bahwa mereka ada hubungannya dengan Hasidim sebagaimana yang disebutkan dalam konteks umum yang sama). Demikian pula dalam 2 Makabe 6 : 18-31 yang mengisahkan tentang peristiwa martir yang dialami oleh Eleazar seorang juru tulis. Apakah ini karena pengetahuan khusus hukum atau karena ia hanya juru tulis biasa? Akan tetapi dalam 4 Makabe 5 : 4 mengatakan bahwa ia adalah seorang imam.
Terlepas dari Ben Sira, penggunaan 'juru tulis' salah satu pengertiannya adalah dimaksudkan sebagai orang yang memahami hukum paling suci yang dikenal dari Perjanjian Baru. Dalam beberapa teks Perjanjian Baru, 'juru tulis' nampaknya hampir mengandung arti sektarian. Dengan demikian seolah-olah mereka dipandang seperti kelompok agama, di samping golongan Saduki, Farisi, dan lain-lain. Markus 7 : 1-23 menyebutkan kedua orang Farisi dan ahli Taurat bersama-sama, seperti juga halnya dalam Matius 12 : 38, 23 : 2, dan Lukas 5 : 21. Apakah ini identitas baru dan berbeda untuk para 'penulis' ? Atau, apakah ada sebuah sekte keagamaan yang dikenal sebagai 'ahli Taurat'? Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini tentu tidak mudah, dan perlu mempertimbangkan studi terbaru riwayat para penulis Injil, pengetahuan dan niat mereka. Ini mungkin yang dijelaskan oleh Markus (biasanya kitab ini dianggap sebagai awal dari kitab Injil) yang menulis bahwa orang-orang Farisi adalah satu-satunya kelompok yang benar-benar diketahui, dan catatan mengenai kelompok lain agaknya tidak berdasarkan pengetahuan yang tepat. Schwartz mencatat bahwa sejak itu keterampilan mereka dalam menulis sering digambarkan dan berhubungan rumah ibadah, sehingga beberapa 'penulis' dari Injil dalam banyak kasus mungkin berasal dari kalangan orang-orang Lewi.
Kuncinya mungkin terletak pada beberapa keterangan yang dihentikan oleh beberapa sarjana. Keterangan yang paling mungkin adalah pembacaan pada kitab Markus 2: 16, yakni 'ahli Taurat dari orang-orang Farisi, menunjukkan bahwa ahli Taurat itu bukan merupakan pihak profesional yang terpisah. Tetapi juga, orang Farisi dalam Kisah 23: 9 berbicara tentang komunitas 'ahli Taurat orang Farisi'. Hal ini menunjukkan bahwa pihak lain (misalnya orang-orang Saduki) juga memiliki ahli-ahli Taurat mereka sendiri, dan mungkin juga bahwa beberapa orang yang memiliki keahlian khusus dalam hukum atau interpretasi hukum dari sekte tersebut. Jika demikian, penggunaan ini akan sejalan apa yang dimaksudkan Ben Sira, di mana 'ideal' dari juru tulis tidak hanya satu dengan pengetahuan dan keterampilan profesional, tetapi juga satu dengan pengetahuan dan pemahaman tentang hukum Allah. Juga, penjelasan ini tidak bertentangan. Schwartz berargumen, bahwa hal itu disebabkan karena beberapa orang Lewi mungkin telah memiliki berbagai sekte yang masih ada pada saat itu.
Pertanyaan tentang masalah keaksaraan dalam masyarakat kuno telah lebih dari daripada yang diharapkan. Hal ini mungkin karena untuk beberapa hal itu terkait dengan pertanyaan apakah komposisi sastra Alkitab adalah awal atau akhir. Artinya, orang-orang yang membela keaksaraan pada waktu awal di Israel, mereka juga cenderung berpendapat untuk asal awal teks. Namun kebanyakan setuju bahwa studi keaksaraan fungsional antara populasi umum adalah rendah di sebagian besar masyarakat pra-modern, terutama mereka dengan script rumit seperti hieroglif Mesir atau tulisan paku di Mesopotamia. Tapi itu berbeda di Israel dan masyarakat Yahudi, di mana ada naskah abjad, seperti yang telah dikatakan oleh peneliti terbaru yang telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki naskah abjad tidak jauh lebih baik. Secara historis, memiliki skrip abjad tidak menjamin tingginya tingkat pengenalan akan aksara di kalangan masyarakat umum, seperti yang ditunjukkan oleh studi dari Yunani dan Roma atau bahkan masyarakat Yahudi di akhir periode Bait Suci Kedua.
Sebuah pertanyaan yang sama berlaku juga untuk sekolah, yang ideal dari pendidikan umum dalam konsep modern. Di zaman dahulu orang kaya bisa menyewa tutor, dan kita tahu bahwa dalam 'sofis' Graeco-Romawi akan mencari murid untuk dibayar. Kota-kota Yunani juga mengoperasikan 'gymnasium' untuk pelatihan warga, tapi ini terbatas pada sejumlah kecil orang yang memenuhi syarat sebagai warga negara. Singkatnya, suatu sistem sekolah untuk masyarakat umum tidak diketahui. Dalam pemerintahan Mesir Kuno dan Mesopotami Timur, ahli-ahli Taurat ditempatkan di sekolah-sekolah untuk melatih karena birokrasi mereka yang luas sehingga diperlukan banyak ahli-ahli Taurat. Sedangkan di Israel kuno dan Yehuda, bagaimanapun, jumlah juru tulis jauh lebih sedikit jumlahnya. Ahli Taurat di Bait Allah akan dilatih oleh para imam. Meskipun ada indikasi bahwa kebiasaan menulis sering diturunkan dari ayah ke anak, sehingga latihan yang bisa diberikan melalui bentuk praktek.


S I N A G O G E

Pertanyaan tentang kapan dan di mana rumah ibadat berasal telah banyak diperdebatkan baru-baru ini. Sebelumnya dijelaskan bahwa institusi rumah ibadat muncul selama pembuangan Babel atau mungkin bahkan lebih awal, serta memiliki peran sentral dalam kegiatan ibadah dan pengajaran pada seluruh komunitas Yahudi. Studi terbaru menemukan berbagai persoalan sehingga pendapat tersebut dianggap tidak meyakinkan. Ada beberapa alasan tentang hal tersebut. Pertama, tidak ada sumber mengacu pada keberaadan sinagoge atau sesuatu seperti itu sampai abad ketiga sM. Kedua, selama berabad-abad kuil tampaknya telah menjadi pusat ibadah umum, dan keberadaan dari beberapa bentuk lain dari ibadah umum tidak mungkin telah terjadi sangat tiba-tiba. Ketiga, saat beribadah di luar kuil sebagaimana disebutkan oleh sumber referensi yang menjelaskan bahwa doa dan sejenisnya dilakukan dalam rumah.
Tidak seorangpun menyangkal bahwa sinagoge telah mengambil peranan penting bagi masyarakat Yahudi pada abad-abad pertama Masehi. Secara harafiah dan arkeologis hal itu dapat dibuktikan baik dari abad kedua atau ketiga Masehi. Sinagoge memainkan peran sentral dalam sebagian besar masyarakat Yahudi, berfungsi tidak hanya ibadah, tetapi juga sebagai pusat kehidupan masyarakat, baik di Palestina, Mesir, kalangan Yunani-Romawi, Babilonia. Pertanyaannya adalah: bila selama setengah milenium atau lebih setelah pembuangan ke Babel apakah sinagogea tidak berkembang serta menjadi lembaga yang tidak penting bagi Yahudi?
Peralihan tempat komunitas ibadah umum tampaknya telah menyita banyak waktu. Sumber tertulis awal yang menyebutkan orang-orang Yahudi di luar Yerusalem, dalam beribadah mereka melakukannya di rumah kediaman mereka. Dalam Tobit, perayaan doa dan festival dilakukan di rumah (2: 1-3), serta tidak menunjukkan ada tanda-tanda sebagai lembaga maupun komunitas. Kitab 2 Daniel (6: 11) dan Judith (8: 36-10: 2) memberikan gambar protagonis terhadap mereka yang berdoa di rumah mereka (lih. juga Kisah 1: 13-14). Ben Sira, 1-3 Makabe, dan Surat Aristeas yang pada dasarnya tidak menceritakan tentang rumah ibadat.
Bukti awal mengenai keberadaan rumah ibadat diketahui di Mesir, pada pertengahan abad ketiga SM yaitu pada jaman Diaspora. Pada saat itu kami mulai menemukan bangunan dengan prasasti yang bertuliskan tentang ' rumah doa ' (PROSEUCHE) dari orang-orang Yahudi. Hal ini tidak mengherankan, karena komunitas Yahudi di daerah Palestina yang jauh dari Yerusalem tidak mudah memiliki akses ke Bait Suci. Peziarah datang setiap tahun dalam jumlah besar untuk beribadah di Yerusalem selama perayaan tahunan, tentu hal ini masih hanya dilakukan sebagian kecil dari orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Seorang Yahudi kaya seperti Philo dari Alexandria menyebutkan bepergian ke Yerusalem hanya sekali. Barangkali dia melakukaknnya lebih dari sekali dalam hidupnya, tapi hal itu memberikan kesan bahwa setiap orang tidak sering pergi ke Yerusalem. Dengan demikian, masyarakat Diaspora hal tersebut dianggap sebagai sarana untuk mengekspresikan agama mereka secara bersama-sama.
Bagaimanapun , sampai abad pertama Masehi prasasti Theodotus tidak ditemukan di Palestina. Sebagian besar meyakini bahwa hal tersebut terjadi  sebelum tahun 70. (meskipun H. Kee, 199) tetap berpendapat bahwa itu adalah setelah tahun 70. Penulis prasasti menyatakan bahwa prasasti sinagoga dikembalikan ke kakeknya saat menjabat sebagai pembaca hukum dan pemandu wisatawan. Jika tidak , ia telah sulit untuk menemukansisa-sisa bangunan rumah ibadat sebelum tahun 70. Reruntuhan dari sinagoga diperkirakan telah ditemukan antara utara Gamla  dan timur Laut Galilea , di Herodium , dan di Masada. Meskipun tidak semua mengakui bahwa arkeologi dapat mengidentifikasi hal tersebut, kebanyakan ahli bersedia menerima bahwa sinagoga dibuktikan sebagai lembaga di Palestina pada abad pertama Masehi . Hal ini konsisten dengan sumber-sumber sastra yang menyatakan bahwa rumah ibadat itu diimpor ke Palestina setelah Pemberontakan Makabe.
Catatan yang paling awal pada literatur yang masih ada menyatakan bahwa keberadaan sinagoge tidak lebih awal dari abad pertama. Pertama, Philo dari Alexandria. Kedua,  Josephus dan Perjanjian Baru memberikan referensi tentang sinagog pada berbagai bagian Kekaisaran Romawi. Josephus menyebutkan sinagog di Kaisarea, Dora (sunagoge) serta di Tiberias (PROSEUCHE) meskipun tidak ditemukan di tempat lain di Palestina. PB adalah himpunan awal tulisan yang secara khusus menempatkan sinagoge di pusat Palestina, termasuk Yerusalem. Banyak ayat-ayat dalam Injil menggambarkan Yesus atau orang-orang Kristen awal yang hadir dan bahkan berbicara dalam rumah-rumah ibadat. Mungkin salah satu deskripsi paling rinci ditemukan dalam Lukas 4: 16-29.
Apa sebenarnya yang dilakukan rumah di ibadat? Kegiatan apakh berlangsung di dalamnya? Beberapa kisah dapat memuat hal tersebut, tapi sepertinya tidak cukup untuk memberikan gambaran lengkap. Sumbernyapun bervariasi, seperti: prasasti primer,  dugaan keputusan dan surat-surat dalam sumber-sumber sastra resmi , laporan dalam sumber-sumber sastra. kredibilitas informasi ini tidak memiliki tingkatan yang sama , dan kekhawatiran Yosefus membuat beberapa sumber data meminta maaf. Tapi gambaran luas yang sama cenderung muncul dari berbagai sumber . Membaca Alkitab , doa , dan pengajaran dan aktivitas kotbah tampaknya telah menjadi semacam kegiatan utama pada rumah-rumah ibadat, tetapi sulit untuk menyatakan itu dengan pasti . Baru-baru ini ada yang menyatakan bahwa awalnya rumah ibadat tidak ada hubungannya dengan doa atau ibadah. Pendapat ini tampaknya tidak tepat  karena dua alasan: (1) nama awal dalam prasasti adalah PROSEUCHE ¯ ' ( tempat ), sembahyang , doa (rumah ) ', yang tampaknya aneh untuk memberikan nama pada bangunan yang tidak ada hubungannya dengan doa , (2 ) Agatharchides dari Cnidus menyatakan bahwa 'orang-orang Yahudiberdoa dengan tangan terentang di kuil-kuil (Hiera) sampai malam Meskipun dia tidakn berbicara tentang Yerusalem, ia kemungkinan mengungkapkan pengalamannya pada sinagoge di Alexandria dan tempat lain di Pembuangan .
Prasasti Theodotus hanya menjelaskan tentang membaca dan mempelajari kitab suci (serta perhotelan). Meskipun tidak semua, namun pembacaan Taurat tampaknya telah banyak dilakukan pada rumah-rumah ibadat,. Kami tidak memiliki informasi yang memungkinkan kita untuk melampaui pernyataan ini. Meskipun sesekali siklus leksionari, memiliki argumen bahwa pembacaan Alkitab tetap dilakukan, tampaknya tidak mungkin, bahkan literatur rabinik tidak dapat membuktikannya. Hal yang sama berlaku untuk terjemahan pembacaan Alkitab ke dalam bahasa Aram. Meskipun terjemahan ini tampaknya memiliki tempat dalam layanan rumah ibadat selama periode rabi, tidak ada bukti sejauh ini bahwa targum atau targumizing telah memiliki sinagog sebelum tahun 70.
Akhirnya, ada pertanyaan apakah ada hubungan antara ahli-ahli Taurat dan sinagoge. Pertama kali harus dicatat bahwa konsep tentang ahli Taurat dan sinagog sebagai lembaga 'yang tergeletak” tidak didukung oleh fakta-fakta . Sejumlah sumber menyatakan bahwa para imam dan orang-orang Lewi yang sering terlibat dalam peran utama di sinagoga. Ada juga yang berpendapat bahwa tampaknya rumah-rumah ibadat di Pembuangan merupakan tiruan Bait Allah di Yerusalem. Dalam setiap kasus, istilah ' lembaga “yang tergeletak' tampaknya tidak pantas. Dari pejabat yang berbeda dibuktikan dalam berbagai sumber, ' ahli Taurat ' kadang-kadang dikaitkan dengan rumah-rumah ibadat . Sebuah papyrus kuno dari abad pertama SM , yang tampaknya menggambarkan pertemuan masyarakat pemakaman Yahudi di sinagoga , menyebutkan juru tulis. Ini mungkin berarti bahwa satu atau lebih juru tulis yang hadir untuk membantu pertemuan tersebut. Dua ayat dalam kitab-kitab Injil mengkritik ahli Taurat karena mereka mencari jabatan terbaik di rumah ibadat (Markus 12 : 29 / / Matt 23 : 6 / /Lukas 20 : 46 ; Lukas 11 :  43 ) dan Yesus tidak mengajarkan hal-hal seperti ini (Markus 1 : 21-2 ).
Apa yang dapat kita katakan adalah bahwa para juru tulis dibutuhkan untuk beberapa kegiatan yang dilakukan di rumah ibadat. Mereka akan menyimpan catatan dan melakukan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan hal menulis dan menyusun dokumen. Mungkin mereka juga akan menjabat sebagai notaris atau saksi penandatanganan dokumen. Dengan demikian, kita cukup bisa menganggap bahwa setiap rumah ibadat akan memiliki satu atau lebih juru tulis yang bekerja secara penuh atau paruh-waktu. Mark 1: 21-2 juga menunjukkan bahwa juru tulis memiliki fungsi mengajar. Ini akan membuat lebih masuk akal jika para ahli Taurat sering berasal dari kalangan imam atau orang Lewi. Tapi ini tidak membawa kita selalu mengasosiasikan ahli-ahli Taurat dengan rumah-rumah ibadat atau kemudian diterjemahkan bahwa rumah-rumah ibadat dijalankan oleh ahli-ahli Taurat.
Ini kadang-kadang menyiratkan kepada kita bahwa rumah ibadat itu khususnya yang berkaitan dengan orang-orang Farisi merupakan lembaga orang Farisi. Kita dapat meyatakannya bahwa ini hanyalah spekulasi: tidak ada bukti untuk mendukung anggapan tersebut. Tak satu pun dari prasasti atau sumber sastra membuat asosiasi seperti itu: Pada bagian catatan Josephus, Injil, dan Kisah Para Rasul tidak menyebutkan bahwa orang-orang Farisi selalu terhubung dengan rumah-rumah ibadat.
Sebagai kesimpulan, ada kemungkinan bahwa rumah ibadat pertama muncul pada jaman pembuangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat karena disebabkan akses yang tidak mudah ke Bait Suci. Tentang hal ini mungkin terjadi abad ketiga sM. Sinagoge berfungsi sebagai tempat doa dan/ atau tempat belajar, kemudian berkembang menjadi pusat kegiatan masyarakat. Secara bertahap hal itu mungkin berdampak ke Palestina, di mana Bait Suci dapat diakses. Hal ini mungkin terjadi dalam periode pasca-Makabe, mungkin di abad pertama sebelum atau sesudah Masehi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar