Dari
cerita-cerita kitab Injil kita mengetahui bahwa Yesus seringkali pergi ke
Sinagoge pada hari Sabbat atau diberi kesempatan untuk memberikan pengajaran
kepada jemaat (Luk. 4: 16 – 30; 13: 10). Sering juga pengajaran Yesus menjadi
bahan percakapan bersama dalam pertemuan-pertemuan itu. Yesus tidak segan untuk
mampir dan bercakap-cakap dengan orang-orang yang sedang menimba air di sumur
umum atau di pasar-pasar. Di situ Yesus bisa mengikuti percakapan dengan
orang-orang biasa mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari.
Dia ikut berbicara mengenai pertanian, perikanan, pajak, pendidikan anak-anak,
pekerjaan rumah tangga, dan percakapan mengenai hal-hal yang lebih berat
seperti politik Romawi, kesengsaraan rakyat dan lain-lain. Sekali dua kali Ia
menyela ke dalam percakapan itu dengan beberapa sumbangan pendapat yang sangat
berbobot dan mengandung arti yang dalam. Bahkan kadang-kadang Ia menyindir
masyarakat dengan perumpamaan, seperti yang terdapat dalam Luk. 7: 31- 35:
Kata Yesus: "Dengan apakah akan Kuumpamakan
orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu
seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup
seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi
kamu tidak menangis. Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan
tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia
datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan
peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat dibenarkan
oleh semua orang yang menerimanya."
Maksudnya adalah bahwa banyak orag di dalam
masyarakat yang tidak mau puas dengan apa saja yang ada dan terjadi, termasuk
tidak mau menerima kehadiran Yohanes Pembaptis dan Yesus.
Yesus juga sering menggunakan cara mengajar yang menimbulkan
kreatifitas orang lain. Ia sering membimbing orang bertanya kepadaNya
untuk menemukan sendiri jawaban pertanyaan, dengan membalikkan pertanyaan
tersebut kepada si penanya. Hal itu nyata umpamanya dalam Matius 21: 28 – 31,
yaitu perumpamaan tentang dua orang anak. Yesus mulai dengan bertanya: "Tetapi
apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi
kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini
dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu
orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu
menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah
di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka:
"Yang terakhir." Jawaban itu ditemukan
sendiri oleh orang-orang yang datang kepada Yesus. Hal yang sama juga kita
lihat dalam Luk. 7: 36 – 50, yaitu tentang orang Farisi yang tidak suka kalau
Yesus didatangi oleh seorang perempuan lacur yang bersujud di kakiNya. Dalam
menjawab kegusaran orang Farisi itu Yesus menuturkan sebuah cerita tentang
orang kaya yang meminjamkan uangnya kepada dua orang lain. Karena kedua orang
itu tidak sanggup lagi membayar kembali hutangnya, maka orang kaya tersebut
menghapuskan hutang-hutang mereka. Kemudian Yesus berkata: “Siapakah di antara
mereka yang akan terlebih mengasihi dia?" Jawab Simon orang Farisi itu:
"Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Satu lagi
contoh cara Yesus mengajar. Ketika ada seorang Ahli Taurat yang ingin
membenarkan dirinya di hadapan sesamanya, sambil bertanya: “Siapakah sesamaku
manusia?” Yesus menjawabnya dengan sebuah cerita tentang orang Samaria yang baik
hati. Pada akhir cerita Yesus seolah-olah berkata kepada Ahli Taurat itu:
“Sekarang jawablah sendiri pertanyaanmu itu” (Luk. 10: 25 – 37).
Sumber:
S. Wismoady Wahono,
Disini Kutemukan – Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011), hlm. 387